Oleh: Sofyan. Rasulullah saw. bersabda,”Banyak orang berpuasa namun tidak memperoleh apa-apa kecuali lapar dan dahaga” Hadis ini menunjukkan bahwa orang tersebut berpuasa tetapi puasanya tidak berkualitas, dan hilang nilai-nilai ibadah puasanya. Puasa tidak berkualitas karena ketika berpuasa tidak menjaga lidah sehingga kerap melakukan perkataan keji, mencaci, mengejek, memfitnah. Matanya tidak digunakan untuk membaca kalam ilahi, melihat yang baik-baik, malah dia gunakan pandangannya melihat sesuatu yang diharamkan Tuhan. Perbuatan tangan digunakan bermain kartu, togel, trup dan lain-lain. Sejatinya mereka yang berpuasa mampu mempuasakan anggota tubuh, mengendalikan dan memerangi nafsu buruk yang kerap menjerumuskan manusia ke jurang kebinasaan, dan semakin mendekatkan diri kehadirat Tuhan.
Alhamdulillah puasa yang kita jalani telah memasuki pertengahan Ramadan, masih ada kesempatan untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas puasa kita. Sebagai Muslim yang kritis tentu kita harus mengkaji dengan cermat jangan sampai berpuasa namun tidak memperoleh apa-apa kecuali hanya lapar dan dahaga.
Tidak Memiliki Ilmu dan Mengikuti Nafsu
Menurut penulis banyak orang Islam berpuasa tetapi tetap mengikuti hawa nafsu dan berpuasa tetapi tidak memiliki bekal ilmu yang memadai tentang berpuasa, pada hal berilmu sebelum beramal sangat diutamakan. Karena ketiadaan ilmu banyak umat Islam berpuasa namun puasanya kurang sempurna, beramal ikut-ikutan orang dan melanggar hal-hal yang dapat menghilangkan nilai ibadah puasa. Sebagai contoh ada orang berpuasa tetapi tidak mempuasakan mata, mulut, telinga dan perbuatannya.
Di bulan Ramadan yang agung ini sejatinya mata kita digunakan untuk membaca Quran, membaca kitab-kitab yang bermanfaat atau melihat hal-hal yang dibolehkan agama. Namun tidak sedikit yang menggunakan matanya di bulan Ramadan untuk bermaksiat kepada Tuhan, malah dia pakai untuk melihat yang diharamkan agama. Mulut yang sejatinya dipakai untuk membaca kalam ilahi, memberi nasehat yang baik, berzikir, beristighfar dan dikunci dari berbicara kotor, keji, dusta, menggunjing, tetapi dipakai untuk berdusta, mencaci maki, menggunjing, memfitnah dan mengadu domba.
Begitu juga dengan amal perbuatannya, tidak mencerminkan seorang Muslim yang bangga dengan kedatangan bulan yang amal ibadah kita dilipatgandakan Tuhan, sehingga tidak ada perubahan yang signifikan dalam dirinya. Puasa dia, tetapi selama Ramadan salatnya malas, zikir tidak pernah, ke masjid jarang, malahan main kartu, catur, togel, judi dia tak ketinggalan dia kerjakan.
Bahkan banyak orang berpuasa tetapi niatnya tidak lurus, tidak ikhlas karena mengharap ridha ilahi. Dia lihat tetangganya berpuasa maka dia juga ikut-ikutan puasa, dia merasa malu kalau dilihat tetangga tidak puasa. Ada lagi umat Islam yang berpuasa diawal dan di akhir Ramadan saja, berpuasa hanya pembukaan dan penutupan Ramadan, bak kompetisi bola ada pembukaan dan penutupan. Banyak juga yang berpuasa hanya seminggu saja, selebihnya dia makan, minum seperti biasa.
Makanya yang diseru Tuhan untuk menunaikan ibadah puasa hanya orang-orang beriman saja, lihat panggilan dalam Quran,”Wahai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa”, Allah dalam ayat tersebut tidak memanggil ”Wahai sekalian umat Islam”. Ini mencerminkan hanya mereka yang berimanlah yang mendengar panggilan Tuhan, sedangkan mereka yang Muslim belum tentu memiliki memiliki nilai-nilai keimanan sekokoh saudaranya yang beriman. Tidak berlebihan jika mereka yang enggan mendengar panggilan Tuhan adalah Muslim KTP, kita lihat mereka makan, minum bebas seperti tidak di bulan Ramadan bahkan meninggalkan kewajiban ibadah puasa.
Buah ketidakpahaman umat terhadap agamanya barangkali dapat kita lihat di lingkungan sekitar kita, banyak umat Islam melewatkan Ramadan tanpa prestasi ibadah yang membanggakan, pada hal Tuhan telah memberikan waktu yang sangat berharga kepada manusia untuk sejenak meninggalkan kenikmatan dunia, memikirkan kehidupan sesungguhnya di kampung akhirat yang lebih kekal. Namun seribukali sayang manusia sanggup menjadi budak bagi tuan tempat dia bekerja, namun dia tak mampu menjadi budak Tuhan, dia tidak mau membagi waktunya untuk berkomunikasi dengan Zat yang telah mengaruniakan berbagai kenikmatan hidup, seakan-akan dia tidak senang dan tidak bangga menjadi abdi Tuhan.
Bahagia Bertemu Tuhan
Sejatinya kita bahagia mengisi Ramadan dengan peningkatan amal yang lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya, apa lagi usia yang ada pada umat Nabi Muhammad tidak panjang, pendek-pendek berkisar antara 60-70 tahun. Saudaraku Tuhan pasti menepati janjinya, Dia tidak pernah lupa membalas kebaikan mereka yang telah bersusah payah, mati-matian menjalankan ketaatan, berusaha keras berjuang melawan nafsu untuk tidak terumus ke dalam lingkaran dosa. Semua itu mereka lakukan sebagai wujud kesetiaan dan kepatuhan atas perintah-Nya..
Tuhan telah berjanji akan bertemu langsung dan menghargai orang-orang yang selalu bersimpuh dihadapan-Nya, yang tidak mau menyekutukan-Nya dengan sesuatu serta senantiasa menghiasi diri dengan ketaatan dan amal ibadah,”Famankana yarju liqaa rabbihi fal ya’mal amalan saliha wala yusrik bi’ibadati rabbihi ahada” (Barangsiapa siapa yang ingin berjumpa dengan Tuhannya hendaklah beramal saleh dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu). Ayat ini menegaskan ada dua syarat jika ingin bertemu Tuhan yakni beramal saleh dan tidak menyekutukan-Nya.
Pertemuan antara manusia dengan Tuhan kelak adalah hakiki, benar. Inilah puncak kemuliaan dan penghargaan Tuhan kepada hamba-Nya yang dengan tulus ikhlas, mengabdikan diri kepada sang khalik, Tuhan Yang Maha Agung ketika di dunia. Lihat ayat Quran yang menegaskannya,”wujuhuy yaumaizin nadirah ila rabbiha nazirah”(Wajahnya orang-orang beriman berseri-seri, gembira karena mereka melihat Tuhannya).
Tuhan telah menyediakan satu tempat untuk kita bertemu dengan-Nya kelak yakni di surga Rayyan, yang Dia sediakan khusus buat mereka yang rela dan ikhlas, tidak makan, tidak minum, menjauhi nafsu syahwat selama lebih satu kurang satu bulan lamanya. Semoga kita salah satu diantara mereka yang dipersilahkan masuk ke tempat-Nya yang mulia kelak untuk mendapat kesempatan melepas kerinduan melihat wajah Tuhan. Wallahu a’lam.
*Penulis dosen STAI Darularafah, pengajar di Pesantren Darularafah Raya dan Pembimbing Rohani di Pusat Rehabilitasi Narkoba Pamardi Insyaf Kementrian Sosial Sumatera Utara