SEBUAH survei mengungkapkan bahwa ada sebanyak 78 persen anak gadis yang berkenan menerima pria berstatus duda sebagai pasangan mereka.
Sedangkan sebaliknya, lebih dari 80 persen pria lajang justru tidak berkenan menerima janda sebagai pasangan mereka, demikian menurut hasil sebuah survei yang diprakarsai oleh Chinese Business Morning View, sebuah surat kabar yang disponsori oleh Liaoning Federasi Returned Overseas Chinese.
Survei ini meliputi 78 laki-laki lajang dan 98 wanita lajang: Apakah mereka akan memilih seorang janda atau duda sebagai mitra hidup mereka?
Dari 77 wanita yang disurvei beranggapan bahwa pria duda adalah pilihan yang baik. "Jika dudanya baik, saya menerima. Orang-orang tahu harta pria lebih banyak jika ia sudah pernah kawin dan bercerai," kata seorang wanita bernama Yao, kepala eksekutif berusia di bawah 30 di sebuah perusahaan periklanan.
Tapi sebanyak 66 pria yang disurvei menolak menerima janda." Sulit bagi para janda yang dicerai untuk melupakan nasib malang yang pernah mereka alami. Saya tidak bisa menerima bahkan jikapun ada yang luar biasa, " kata seorang pria bernama He. "Selain itu, orang tua saya juga tidak akan setuju."
"Diskriminasi gender mempengaruhi pandangan orang-orang muda modern tentang pekawinan," kata Wakil Sekretaris Jenderal Liaoning Youth & Children Research Association Zhou Yongmei .
Lebih setengah dari pria yang disurvei mengatakan mereka merasa ada beberapa kontak sosial dan kepuasan dengan kehidupan wanita single dan itulah penyebab utama mereka lebih memilih wanita yang masih berstatus gadis.
Hampir 20 persen dari para lajang lebih suka meninggalkan pos kosong daripada diisi oleh orang yang tidak memenuhi syarat untuk itu. Dan 20 persen lainnya memiliki kemampuan yang rendah untuk menemukan pasangan.
Masalah-masalah penting setelah perceraian harus bisa memperluas ruang lingkup teman-teman dan menurunkan standar sosok pasangan yang diinginkan.
Kendali
Wanita yang telah menjadi pemegang kendali menggantikan sosok suami yang diistilahkan wanita manly akan menghadapi masalah lebih pelik lagi untuk mendapatkan pasangan.
Pasalnya, pria kurang bisa menerima wanita yang manly, juga wanita yang tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau wanita yang mengabaikan kebersihan pribadi.
Wanita Manly yang dimaksud adalah wanita yang berpikir dan bertindak sama seperti laki-laki. Jadi, bukan wanita yang kepria-priaan dengan kostum yang serba ala pria. Masalahnya, wanita manly itu berbeda dengan konsep wanita tradisional Tiongkok. Wanita Tiongkok tradisional memiliki pola pikir yang cenderung tunduk dan berprilaku lembut.
Perempuan manly bangga dengan fakta bahwa mereka dapat mengurus diri sendiri tanpa kehadiran laki-laki dalam hidup mereka.
"Secara umum, pria ingin menunjukkan kejantanan mereka dengan melindungi perempuan dan membantu mereka melakukan hal-hal yang mereka tidak bisa. Perempuan Manly jarang memberi orang kesempatan ini karena mereka mampu melakukannya sendiri.
Banyak pria bersedia untuk berteman dengan wanita perkasa, tetapi hanya menganggap mereka sebatas sebagai teman bukan sebagai pasangan hidup," kata psikolog keluarga dan pernikahan Zhao Ying. Dia menunjukkan bahwa perempuan harus belajar untuk menunjukkan kelemahan dan menjadi sosok yang lembut.
Sebagian besar dari wanita perkasa itu berpendidikan tinggi dan mandiri secara finansial sedangkan laki-laki womanly adalah sebuah kelompok masyarakat awam tak memiliki rumah, mobil atau tabungan.
Banyak wanita perkasa itu cenderung lebih memilih pasangan yang sempurna dan baik tanpa melihat alasan untuk menikah atau memiliki kesulitan menemukan mitra yang cocok dengan standar mereka. (wc.cn/ar)