Tujuan untuk mempelajari Dhamma, Ajaran Buddha, adalah guna menyelidiki: cara mengatasi penderitaan serta mencapai kedamaian dan kebahagiaan. Harap dipahami dengan jelas dan gamblang bahwa sesungguhnya saat pikiran ini diam, didukung oleh ucapan dan perbuatan, ia ada dalam keadaan alaminya – keadaan normalnya. Namun begitu pikiran itu bergerak, ia menjadi terkondisi (Sankhara). Ketika pikiran terpikat pada suatu hal, ia menjadi terkondisi. Saat kebencian timbul, ia menjadi terkondisi; menjadi kekerasan, kekacauan, dan pertikaian, ia menjadi terkondisi. Pikiran menjadi pendorong timbulnya kondisi tersebut. Jika kewaspadaan (awareness) kalah cepat dengan munculnya keadaan mental yang segera berentet berkembang, maka pikiran ini akan goyah serta terkondisi olehnya. Maka Buddha mengajarakan kita untuk merenungkan kondisi yang mengacaukan pikiran itu. Kapanpun pikiran itu bergerak, ia menjadi tidak stabil dan tak permanen (anicca), tak memuaskan (dukkha) dan bukan sebuah diri (anatta). Ini semua merupakan tiga corak universal dari semua fenomena yang terkondisi. Buddha mengajarkan kita untuk mengamati serta mengkontemplasikan pergerakan pikiran itu. Kondisi ini menjadi terapi hati kita, tidak hanya sesaat tetapi kondisi itu menjadi memori yang membahagiakan (good memory) dalam waktu yang sangat lama (Hitaya Sukhaya).
Ketika hidup kita memiliki kondisi yang tidak membahagiakan, merenungkan apa yang timbul di dalam pikiran adalah penting demi berhentinya proses goyahnya kondisi pikiran itu sendiri. Jika kita menginginkan kedamaian dalam diri kita maka hal itu pantas menjadi perenungkan setiap orang agar mampu membawa hidup ini kearah yang membahagiakan. Setiap orang mampu dan bisa mengendalikannya, You can if you think you can, anda bisa jika anda berpikir bisa. Sebuah kalimat yang sangat menginspirasi kita untuk bangkit dari segala kebobrokan pikiran. Buddha mengatakan Mano pubbangama dhamma, mano settha mano maya; Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, dan pikiran adalah pembentuk. Jika kita semua menyadari bahwa kedamaian dan kebahagiaan mengacu pada pikiran maka kita harus mengendalikan pikiran. Sebagai masyarakat yang majemuk, kita harus menerima dan menghargai perbedaan; jika didalam pesta demokrasi kita yang telah kita lalui bersama menunjukkan adanya perbedaan berpendapat, walaupun tinggal bersama dilingkungan mempunyai keyakinan yang berbeda; tetapi kedamaian bisa tercipta ketika pikiran kita terkendali dengan baik. Orang bijak mengatakan bahwa perbedaan adalah rahmat. Untuk itu seluruh lapisan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari harus saling menghormati perbedaan yang ada, kedamaian dan kebahagiaan (peaceful and happiness) akan tercipta disana.
Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup seorang diri, melainkan membutuhkan orang lain, walaupun berbeda pandangan dalam menjalankan sesuatu dalam masyarakat. Seperti Pilpres yang sudah kita laksanakan, perbedaan sangat ketara ketika kita memilih dan mendukung calon yang kita banggakan, tetapi bukan semata-mata kita hanya melihat mana yang kita pilih dan dukung melainkan kita junjung tinggi Perdamaian masyarakat yang kita cintai ini. Kita bangsa Indonesia memiliki tujuan bersama yaitu hidup rukun, damai, adil, sejahtera dan bahagia. Kita cinta Indonesia dan bahkan indentitas kita sangat jelas Indonesia maka kita harus jaga harkat dan martabat Indonesia demi terciptanya perdamaian didalam masyarakat dan Negara tercinta, Indonesia. Orang-orang yang selalu mengawasi pikirannya dengan cermat akan terbebas dari godaan (Mara). Namun demikian”pikiran yang mengetahui” ini adalah harus dikelola oleh diri sendiri dan dikendalikan oleh diri sendiri. Disitulah lahirnya Kebijaksanaan. Maka ajaran akan membawa timbulnya penglihatan (cakkhum udapâdi), timbulnya pengetahuan (ñânam udapâdi), timbulnya kebijaksanaan (paññâ udapâdi), timbulnya pengetahuan yang tinggi (vijjâ udapâdi) dan timbulnya cahaya hati kita (Âloko udapâdi). Perdamaian sebuah Negara dan perdamaian Dunia tergantung pikiran orang-orang yang hidup didalamnya. Lima faktor diatas menjadi pondasi yang kuat untuk membangun perdamaian Dunia. Tanpa landasan internal yang kokoh, kondisi perubahan eksternal dapat mengganggu kita. Karena itulah kita dianjurkan untuk melakukan perenungan. Dengan penuh gembira, ketika kita mampu kembali memunculkan harapan hidup, kita akan menemukan bahwa hati yang welas asih sudah ada disana untuk menuntun kita menuju damai dan bahagia.
Didalam Maha-hatthipadopama Sutta; Majjhima Nikaya 28 secara singkat dikatakan; “Imasming sati Idang Hoti; dengan adanya ini, maka adanya itu. Imassupada idang uppajjati; dengan timbulnya ini, maka timbullah itu. Imasming Asati idang na Hoti; dengan tidak adanya ini maka tidak adanya itu. Dan imassa Nirodha idang Nirujjati; dengan padamnya ini, maka padamnya itu.” Jika pikiran dikatakan sebagai pelopor, pembentuk dan pemimpin dari segala sesuatu maka demi sebuah kedamaian dan kebahagiaan kita harus menghentikan proses pikiran yang tidak baik (Akusala Citta) dan mengembangkan pikiran-pikiran yang baik (Kusala Citta) demi kebahagiaan kita semua dan semua makhluk tanpa terkecuali. Dengan kerendahan hati, kami juga berdoa untuk saudara-saudara di Gaza - semoga disana akan tercipta perdamaian demi kebahagiaan mereka. Mari kita sama-sama menyatukan hati dan menyerukan genjatan senjata agar saudara kita bisa merasakan damai dan bahagia didunia ini bersama keluarga. Juga tidak lupa bela sungkawa yang sangat dalam kepada 295 orang, yang telah menjadi korban MH17 di Ukrania, semoga mereka terlahir di alam bahagia. Sabbe satta dukkha pamuccantu, semoga semua makhluk bebas dari penderitaan dan sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk turut berbahagia.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…