Oleh: Zubeir el-Awwabi. Bik Nah sedang sibuk memasak ketupat, opor daging-ayam, gulai, rendang, bersama sambal goreng ati dan emping di dapur. Ia memasak seorang diri. Tubuh tuanya tak membuat ia menjadi halangan. Ia sudah terbiasa. Apalagi ia bekerja di tempat Tuan Imran dan Nyonya Katri, Ayah-Bunda Salsa sejak Salsa masih bayi. Semua Bik Nah yang melakukannya dari segala pekerjaan rumah tangga.
“Bik Nah nggak pulang kampung?”
Salsa yang sedang membaca buku di ruang tamu bertanya pada Bik Nah. Bik Nah yang saat itu sedang mengambil daging di kulkas untuk dimasak pertama kali tidak menghiraukan. Apalagi ditambah pendengaran Bik Nah yang sudah berkurang. Jadi Salsa jika bicara dengan Bik Nah harus mengulang kembali pertanyaan itu agar di dengarnya.
“Nggak pulang kampung, Bik?!”
Suara Salsa kali ini diulang agar didengar oleh Bik Nah.
Akhirnya Bik Nah mendengar ucapan Salsa.
“Ng-nggak kok Non Salsa! Bik Nah nggak pulang kampung. Lha wong kampungnya sudah nggak ada. Apalagi sejak Bik Nah menjanda. Bik Nah kan sudah tinggal lama sama Ayah dan Mama Non Salsa. Jadi nggak ada istilah pulang kampung.”
“Oh, maaf , Bik! Salsa benar-benar nggak tahu. Maafkan Salsa ya, Bik.”
Akhirnya Salsa pun menjawab dengan nada lirih. Ia benar-benar lupa kalau Bik Nah selama ini sudah lama bekerja untuk Ayah-Bundanya. Seharusnya ia tak menanyakan itu kepada Bik Nah.
“Oya, Bik Nah mau ke dapur lagi ya, Non.”
“Iya, Bik!”
Salsa menjawab singkat. Ia tak mau lagi bertanya-tanya pada Bik Nah. Khawatir bisa membuat hati Bik Nah bersedih. Salsa tidak mau menanyakan lagi.
Pagi pun tiba. Tak lama Lebaran segera tiba.
“Non Salsa sudah siap belum untuk salat Id?”
Dengan suara parau Bik Inah memanggil Salsa. Suara itu milik perempuan renta yang setia mengabdi kepada Ayah-Bunda Salsa. Karena tidak ada sahutan Bik Nah pun berangkat seorang diri menuju tanah lapang.
“Mungkin Non Salsa sudah jalan…” Bik Nah bergumam sendiri lalu meninggalkan rumah bertingkat dengan interior modern.
Namun sebelum ia pergi tidak lupa mengunci pintu rumah serta garasi untuk keamanan. Walau Salsa masih ada di dalam kunci tetap dipegangnya. Karena yang tinggal di rumah itu sudah dibekali kunci masing-masing. Jadi saat ditinggalkan tidak ada kekhawatiran lagi.
Pagi itu langit berwarna biru cerah. Tak lama Salsa pun sudah kembali ke rumah.
“Eh, Non sudah balik! Maaf ya Bik Nah balik duluan, Non.”
Sambil membuka pintu Bik Nah berkata kepada Salsa. Salsa hanya tersernyum. Perempuan renta di hadapannya kini berubah menjadi Bundanya secara tiba-tiba di pelupuk matanya.
“Maafkan, Salsa, ya, Bik Nah.”
“Ya, sama-sama! Bik Nah juga minta maaf sama Non juga, ya.”
Dengan mengusap rambut Salsa tiba-tiba Bik Nah merasakan kesedihan yang mendalam. Bik Nah menangisi ketiadaan Bunda Salsa. Sebab Lebaran kali ini majikannya itu tidak lagi bersama-sama dengannya.
“Non Salsa di meja makan sudah Bik Nah siapkan ketupat kesukaan Non. Non Salsa pasti menanyakan ketupatkan kalau Lebaran. Iyakan?”
Bik Nah membisikkan ke telinga Salsa. Bisikkan itu seperti suara Bunda. Salsa merasakan kehadiran Bunda saat itu. Dan ia langsung menuju meja makan.
Ternyata di sana sudah tersedia ketupat kesukaan Salsa apalagi dicampur opor ayam. Seperti di tahun-tahun lalu saat Bunda bersama dirinya di saat Lebaran. Salsa langsung mengambil ketupat itu sambil tersenyum. Bik Nah yang melihat Salsa begitu sangat merindukan kehadiran Nyonya Katri, majikannya yang meninggal akibat kecelakaan pesawat lirih melihat Salsa saat itu.
“Ikhlaskan Bunda ya, Non Salsa.”
Bik Nah pun menghampiri Salsa sambil memeluk Salsa.
“Salsa kangen Bunda, Bik! Kangen. Apalagi ketupat yang Salsa makan ini mengingatkan Bunda. Bunda selalu tahu apa yang Salsa sukai.”
Bik Nah yang mendengarkan ucapan Salsa terdiam. Ia sangat tahu kesedihan anak majikannya itu. Ia sangat merindukan Bundanya apalagi saat Lebaran ini.
Saat Salsa menyadari ketupat yang ia rasakan itu seperti merasakan Bunda masih bersama dengannya. Ia begitu sangat menyukai rasa ketupat itu. Tapi siapa yang mengetahui kalau ketupat yang dimakannya itu seperti masakan Bunda. Ia semakin penasaran. Ia ingin mencari tahu siapa yang membuatnya.
Dengan rasa penasaran Salsa mengubah tangisan menjadi bahagia karena rasa ketupat itu sama seperti saat Bunda bersamanya. Namun ia tak tahu siapa yang memasak rasa ketupat itu yang sama dengan ia rasakan saat bersama Bunda?
“Bik Nah yang masak, Non! Karena sebelum Bunda Non menutup mata Bunda berpesan kepada Bik Nah. Bunda Non bilang jika membuat ketupat untuk Salsa dipisah saat dimasak. Karena selama Non Salsa kecil Bunda telah menyadari kesalahannya. Tidak selalu bersama-sama dengan Non Salsa disaat Bunda Non sibuk bekerja.”
Salsa yang mengetahui itu ia kembali memeluk Bik Nah. Ternyata selama ini ia tidak begitu memahami kehadiran Bik Nah. Padahal Bik Inahlah yang selama ini sudah merawat dan mengurusinya. Seperti membuatkan ketupat untuknya dengan kasih sayang.
Salsa pun makin terharu. Kemudian ia memeluk Bik Inah kembali. Walau saat itu takbir masih menggema di atas langit rumah bertingkat dan berinterior modern. Rumah yang penuh kedamaian.
***