Medan, (Analisa). Empat calon legislatif (caleg) terpilih terancam gagal dilantik sebagai anggota dewan. Tiga di antaranya karena dipecat dari partai pengusung, sementara satu orang tersangkut persoalan pidana dengan ancaman hukuman lebih dari enam tahun penjara.
Komisioner KPU Sumut, Yulhasni menyebutkan tiga orang caleg terpilih yang diberhentikan atau dikeluarkan dari partai yakni berasal dari Kota Medan, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) dan Padang Lawas (Palas). Ketiga caleg yang dipecat masing-masing dari partai PKPI, PBB dan PPP.
"Alasan mereka dipecat karena dianggap melanggar aturan organisasi partai atau anggaran dasar/anggaran tumah tangga (AD/ART). Satu tidak dilantik karena diduga terlibat kasus pengoplosan minyak di Tapanuli Selatan," ujar Yul yang enggan membeberkan nama caleg dimaksud, Rabu (13/8).
Demi menghindari kepentingan partai, KPU Sumut menurutnya meminta bukti klarifikasi pemecatan yang dilakukan sejumlah partai politik terhadap kadernya yang menjadi caleg terpilih pasca pileg lalu. Sebab hal itu memunculkan kecurigaan para penyelenggara sebagai sebuah intrik politik di tingkat internal.
"Dari tiga kasus ini, KPU kabupaten/kota meminta petunjuk ke kita (KPU Sumut) bagaimana mengambil langkah untuk melanjutkan hasil keputusan partai secara internal tersebut. Jadi, sekalian kita panggil mereka untuk datang ke provinsi, menjelaskan duduk persoalannya," ujarnya.
Ia menyebutkan proses pergantian caleg terpilih dengan alasan telah dipecat dari partai, harus sesuai dengan mekanisme yang ada. Sebab keputusan mengganti caleg terpilih yang telah ditetapkan KPU, perlu melalui tahapan di mahkamah internal partai. Artinya, tidak serta merta kemudian untuk mengganti caleg, pengurus partai memutuskan sepihak pemberhentian seseorang. Apalagi tanpa ada klarifikasi dari yang bersangkutan.
"Semua harus berjalan sesuai aturan. Mekanisme menggugurkan orang tidak bisa serta merta dijalankan. Harus ada upaya klarifikasi dengan yang bersangkutan di mahkamah partai," terangnya.
Selain itu, KPU tidak akan menjalankan hasil keputusan parpol begitu saja jika yang bersangkutan menolak hasil dan menggugat ke pengadilan. Oleh karena itu, pihaknya ingin agar proses tersebut berjalan sesuai aturan yang ada. Bukan berdasarkan keinginan atau ambisi satu pihak untuk menjatuhkan rekan separtai. Mengingat di pileg lalu, persaingan antar caleg separtai juga berlangsung cukup ketat hingga muncul istilah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) partai.
"Kalau mahkamah itu dijalankan partai, tentu harus bisa dibuktikan. Tidak bisa begitu saja main pecat. Tanpa berniat membela caleg terpilih, jika ingin memecat, harus dihadirkan yang bersangkutan dan diminta klarifikasinya. Apakah benar telah melakukan seperti yang dituduhkan partainya," tegasnya.
Yulhasni juga menilai cara seperti ini sangat tidak etis dilakukan jika alasannya untuk menjatuhkan rekan hanya untuk ambisi kekuasaan. KPU dalam hal ini menurutnya bukan sebagai pengambil keputusan, melainkan menjalankan ketentuan yang ada. Tentunya jika memang mekanisme itu dijalankan, maka tidak ada alasan KPU menolaknya.
Selama yang bersangkutan masih berkeberatan dengan sanksi yang dijatuhkan partai, maka pergantian caleg terpilih belum bisa dilakukan. Namun bila semua mekanisme sudah dijalankan, dan yang bersangkutan menerima baru bisa dilakukan. "Penggantian itu sendiri akan dilakukan tiga hari sebelum hari H pelantikan," katanya. (br)