Banda Aceh, (Analisa). PT Pertamina (Persero) mulai mengimplementasikan kebijakan pembatasan waktu penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya solar mulai 1 Agustus 2014.
Pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi di SPBU pada pukul 08.00-18.00 Wib itu sesuai dengan Surat Edaran BPH Migas No.937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014.
Khusus untuk Aceh, terdapat 12 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang terkena pembatasan penjualan di 7 kabupaten/kota yang dinilai masuk dalam kategori rawan penyalahgunaan solar subsidi dan dalam kategori nakal yang kena aturan tersebut.
External Relation PT Pertamina Marketing Operation Region I Sumbagut, Brasto Galih Nugroho mengungkapkan, dari ke-12 SPBU yang terkena larangan menjual solar bersubsidi pada malam hari itu, tiga di antaranya SPBU di Aceh Barat masing-masing SPBU 14.236468, SPBU 14.236480, dan SPBU 14.236416.
Selanjutnya SPBU 14.237488 di Blangpidie, Aceh Barat Daya (Abdya), SPBU 14.235465 dan SPBU 14.235409 di Kota Sabang, SPBU 14.245428 di Bener Meriah, SPBU 14.246467 dan SPBU 14.246477 di Gayo Lues, SPBU 14.236491 di Simeulue, SPBU 14.237447 dan SPBU 14.237449 di Aceh Singkil.
Brasto Galih Nugroho menambahkan, UU No.12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014 telah disahkan yang mengurangi volume kuota BBM bersubsidi dari 48 juta kiloliter (KL) menjadi 46 juta KL. Untuk menjalankan amanat undang-undang tersebut, maka BPH Migas mengeluarkan Surat Edaran tentang pembatasan solar dan premium agar kuota 46 juta KL bisa cukup sampai akhir tahun 2014.
Sebagai salah satu badan usaha penyalur, Pertamina menjalankan kebijakan tersebut mulai 1 Agustus 2014 dengan seluruh SPBU di Jakarta Pusat tidak lagi menjual solar bersubsidi.
Dibatasi
Kemudian mulai 4 Agustus 2014, waktu penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali dibatasi mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 18.00 untuk cluster tertentu. Penentuan cluster tersebut difokuskan untuk kawasan industri, pertambangan, perkebunan, dan wilayah-wilayah yang dekat dengan pelabuhan karena rawan penyalahgunaan.
“Sementara untuk SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistik tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan solar,” ujar Brasto Galih Nugroho dalam siaran persnya kepada Analisa, Minggu (3/8).
Tidak hanya solar di sektor transportasi, mulai 4 Agustus 2014 alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS), juga akan dipotong sebesar 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 GT. Selanjutnya, terhitung 6 Agustus 2014 seluruh SPBU di jalan tol tidak akan menjual premium bersubsidi, tetapi hanya menjual pertamax series.
Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pertamina telah melakukan koordinasi dengan Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) sebagai wadah organisasi para pengusaha SPBU. Dalam rangka sosialisasi penerapan aturan ini, Pertamina telah menyiapkan spanduk yang dipasang di setiap SPBU dan pengumuman mengenai aturan ini. Pertamina juga memastikan pasokan pertamax series, meliputi pertamax, pertamax plus, dan Pertamina Dex tersedia secara cukup di seluruh SPBU.
Sampai 31 Juli 2014, data sementara realisasi konsumsi solar bersubsidi sudah mencapai 9,12 KL atau sekitar 60 persen dari total kuota APBN-P 2014 yang dialokasikan kepada Pertamina sebesar 15,16 juta KL. Sedangkan realisasi konsumsi premium bersubsidi mencapai 17,08 juta KL atau 58 persen dari kuota APBNP-2014 sebesar 29,29 juta KL.
“Dengan kondisi tersebut masyarakat diharapkan dapat memahami pelaksanaan kebijakan tersebut untuk kepentingan bangsa dan negara sehingga penyediaan BBM bersubsidi bisa cukup hingga 31 Desember 2014 sebagaimana yang diamanatkan UU No.12 tahun 2014 tentang APBN-P 2014,” tandas Brasto. (mhd)