Oleh: Supri Harahap. Mata pelajaran (mapel) Muatan Lokal (mulok) sebenarnya bisa diajarakan kepada peserta didik dari jenjang prasekolah, pendidikan dasar, hingga pendidikan menengah. Sayangnya, di berbagai daerah, mata pelajaran ini terkesan masih kurang tertangani dengan baik.
Menjadi menarik ketika Pangkal Pinang (Kepri) bisa menetapkan Budaya Melayu sebagai mapel Mulok. Riau dan Kepri tampaknya memang sangat peduli melestarikan budaya daerahnya. Visi dan misi pemerintah daerah sudah memperlihatkan hal itu. Visi misi pemerintah propinsi (kantor gubernur) turun ke kantor bupati dan walikota. Dari sanalah visi misi tersebut mengimbas ke Dinas Pendidikan (disdik). Selanjutnya, dari Disdik turun ke sekolah. Berkait dan berjenjang.
Kembali ke Pangkal Pinang. Kompetensi Mulok dalam kurikulum mereka gali dari sebuah karya pujangga monumental Raja Ali Haji yang terkenal itu, yakni Gurindam Dua Belas. Bentuk ajaran kearifan budaya Melayu bersumber dari syair-syair yang digubah dalam kitab tersebut.
Setelah Pangkal Pinang agaknya tidak mudah menemukan daerah yang benar-benar mampu mengangkat kearifan lokal untuk mapel Mulok di sekolah. Jawa Barat lebih mempertahankan pelestarian bahasa daerah. Ini juga dilakukan Jawa Timur dan beberapa daerah lain.
Sedikit terkesan lucu jika ada daerah justru menetapkan Bahasa Inggris menjadi mapel Mulok. Bukankah bahasa asing itu merupakan bahasa internasional yang telah mengglobal? Meski tak disangkal, hal itu bisa dilakukan demi kepentingan pengembangan pariwisata di daerah-daerah tujuan wisata seperti di Bali misalnya. Yang harus diingat, muatan lokal bahasa Inggris harus berbeda kompetensi dan tujuannya dengan mapel Bahasa Inggris yang sudah ada dalam struktur kurikulum.
Kelompok B
Merujuk Struktur Kurikulum 2013, mapel Mulok itu ada pada kelompok B. Kelompok B terdiri atas mapel Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK), dan Prakarya. Melalui ketiga mapel inilah Mulok diintegrasikan. Kenyataan itu menuntut kemampuan guru untuk mengangkat content mulok pada mapelnya. Guru yang kreatif dan bijak mungkin bisa, tetapi bagi guru yang biasa-biasa, itu bukanlah hal yang mudah. Satu hal penting adalah, jika gurunya tidak punya kemampuan, maka perihal muatan lokal dalam kurikulum hanya tinggal nama.
Satuan pendidikan boleh menentukan sendiri mapel mulok dengan alokasi waktu dua jam perminggu. Namun konsekuensinya, satuan pendidikan harus membuat sendiri kompetensi capaian yang dituju. Sekolah juga membuat silabus dan materi ajar (buku teks).
Pengalaman perjalanan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sejak 2007 menunjukkan betapa tak tertanganinya mapel mulok di sekolah. Tidak ada capaian kompetensi yang dituju. Guru semaunya saja mengajarkannya berdasarkan referensi buku yang dipilih tanpa bisa menentukan kompetensi yang jelas. Tidak memiliki standar kompetensi dan kompetensi dasar serta guru tidak merumuskan indikator pencapaian. Beragam mapel yang diajarkan, hampir tidak bisa menunjukkan kompetensi yang dituju. Padahal KTSP adalah kurikulum yang berbasis pada kompetensi.
Kompetensi di kelas VII tentu saja beda dengan kompetensi yang harus tercapai di kelas VIII. Bahkan capaian kompetensi persemester juga mesti jelas. Inilah kelemahan mapel mulok selama ini: sangat beragam dan tidak terukur capaian kompetensinya.
Strategi mulok
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 menjelaskan bahwa muatan lokal berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal. Tujuannya untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Mulok tidak terbatas pada keterampilan dan bahasa daerah.
Strategi pengembangan yang bisa dilakukan bisa menempuh jalur dari bawah ke atas (bottom up). Artinya, satuan pendidikan diberikan kewenangan menentukan penyelenggaraan mulok sesuai kebutuhan dan analisis konteks, menentukan SK, KD, Silabus dan buku mata pelajaran. Jika tidak mampu, satuan pendidikan bisa bekerja sama dengan lembaga lain.
Strategi kedua, dari atas ke bawah (top down). Pemerintah daerah propinsi berkoordinasi dan mengevaluasi pengelolaan mulok pada pendidikan menengah, pemerintah kabupaten/kota mengatur pengelolaan mulok di jenjang pendidikan dasar. Pengelolaan mulok dilakukan mulai dari penyiapan, penyusunan, evaluasi penyelenggaraan hingga penyiapan buku teks pelajaran, silabus dan buku panduan guru. Versi Pangkal Pinang yang disinggung di awal tulisan ini.
Satuan pendidikan sesungguhnya masih bisa mempertahankan mapel mulok yang pernah diselenggarakan sebelumnya. Jika sekolah misalnya sudah lama mengembangkan kegiatan kewirausahaan, maka boleh meneruskan dengan catatan lengkapi elemen-elemen seperti SK, KD, silabus, dan buku siswa. Namun jika ingin mengembangkan bidang lain, maka banyak pilihan yang bisa diambil. Beragam ruang lingkup mulok yang mengacu pada keunikan dan potensi daerah setempat.
Katakanlah misalnya kegiatan bertenun ulos hendak diajarkan di daerah Tapanuli. Maka guru mapel mulok bisa melakukan pendekatan dari aspek kajian corak, warna, desain, ornamen ulos dari aspek kesenia atau seni rupa. Itu adalah pelajaran Seni Budaya. Tetapi ketika bagaimana memilih bahan benang, bagaimana cara bertenun sehingga menghasilkan tenunan ulos yang halus, itu lebih pada mapel Prakarya. Kedua mata pelajaran ini berada pada kelompok B pada struktur kurikulum. Namun lebih jauh jika bagaimana agar ulos yang dihasilkan bernilai jual, bagaimana sistem promosi dan penjualannya, hal itu menjadi pelajaran Kewirausahaan, mapel mulok yang berdiri sendiri.
Jenis mulok antara lain budaya lokal yang antara lain berupa pandangan-pandangan, nilai sosial dan artefak yang luhur bersifat lokal.Bisa juga berupa pendidikan kewirausahaan yang mengembangkan potensi jiwa usaha dan kecakapannya. Pendidikan lingkungan seperti pengenalan, kepedulian dan pengembangan potensi lingkungan. Bisa pula perpaduan ketiga ruang lingkup tersebut.
Isi atau jenis mulok seperti bahasa daerah, Bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, pengetahuan tentang berbagai khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu untuk pengembangan potensi daerah yang bersangkutan.
Prinsip
Prinsip pengembangan mulok harus terpadu dengan lingkungan sekolah, tetapi lebih baik lagi apabila bisa dipadukan dengan dunia kerja dan dunia usaha. Pengembangannya dilakukan berdasarkan budaya, potensi atau masalah daerah setempat. Oleh karena itu maka harus disadari bahwa mulok bukan hanya mengembangkan aspek kompetensi akan tetapi juga harus berbasis kinerja untuk mengasah kecakapan hidup peserta didik. Makanya, mulok mestinya bersifat apresiatif, hasil-hasilnya bisa disajikan dalam bentuk pertunjukan, vestifal, lomba dan bentuk penghargaan lainnya.
Oleh karena proses pembelajaran yang disajikan mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotor, dan action maka penilaian yang dilakukan lebih mengutamakan bentuk-bentuk untuk kerja, uji petik produk dan portofolio. Namun jika mulok diintegrasikan ke mapel Seni Budaya, PJOK, dan Prakarya maka penilaiannya dilakukan secara terpadu. ***
Penulis adalah Kepala Seksi Kurikulum dan Kesiswaan SMP, Disdik Kota Medan