SEJARAH tidak akan hilang bila orang-orang yang menyatakan dirinya modern saat ini mau membuka kembali kisah masa lalu. Itulah yang bisa kita baca dalam buku Guru Sejati Hasyim Asy’ari: Pendiri Pesantren Tebu Ireng yang Mengakhiri Era Kejayaa Kebo Ireng dan Kebo Kicak
Anak-anak muda sekarang kalau ditanya, tahukah Anda siapa Hasyim Asy’ari itu? Kebanyakan mereka akan menjawab: tidak tahu. Tetapi tidak bagi mereka yang senang membaca sejarah kehidupan anak masusia.
Buku ini menceritakan bagaimana tahun 1870 menjadi titik mula masuknya kapitalisme ke Indonesia. Hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria di Hindia Belanda. Belanda mendirikan Pabrik Gula Cukir di wilayah Timur pulau Jawa.
Pendirian pabrik tersebut dilakukan secara sewenang-wenang. Bangsa penjajah ini mengambil paksa lahan para petani dan mengabaikan hak-hak rakyat. Dalam hal mempertahankan keberadaan pabrik tersebut Belanda melakukan beragam cara. Di antaranya melanggengkan pelacuran dan perjudian di sekitar pabrik. Akibatnya, suasana Dusun Sumoyono di mana pabrik tersebut berdiri berubah menjadi dusun yang carut-marut. Perkelahian antar warga sudah menjadi pemandangan biasa. Pemerkosaan menjadi kabar yang menakutkan bagi kaum perempuan. Warga sekitar terlilit hutang sebab gaji yang semestinya dibelikan bahan pokok habis dalam meja perjudian.
Penduduk Sumoyono menyebut lokasi itu dengan nama Kebo Ireng. Kebo Ireng dikendalikan seorang jawara bernama Joko Tulus. Ketokohan Joko Tulus di Kebo Ireng ibarat raja kecil, sehingga masyarkat menjulukinya Kebo Kicak. Selain Joko Tulus ada nama yang juga dikenal masyarakat yaitu Sakiban. Ia dikenal sebagai dalang dan orang yang dihormati di Sumono. Sakiban tidak bisa terus berdiam diri. Akhirnya, dia memutuskan bertemu denga Alwi untuk membincangkan masalah Pabrik Cukir. Alwi pun mengusulkan Hasyim Asy’ari sebagai tokoh pembaharu yang dapat merubah kondisi tersebut. Saat bertemu dengan Hasyim Asy’ari, Sakiban merasa menemukan tokoh yang selama ini ia cari. Sosok pemimpin yang kharismatik, bersahaja, dan panutan menuju jalan kebenaran. Sekaligus pemimpin yang kuat secara ilmu ekonomi dan agama Islam terdapat dalam diri Hasyim Asy’ari.
Memang tidak mudah mencari pemimpin yang amanah dan mau ikhlas mengorbankan seluruh hidup dan matinya untuk perjuangan di tengah peradaban yang sudah rusak.
Karena ini butuh keikhlasan, kesabaran dalam melakukan perjuangan mengubah peradaban secara permanen dan jangka panjang. Satu-satunya cara menghilangkan penyakit sosial di Pabrik Cukir tanpa kekerasan adalah dengan membangun pondok pesantren. Maka Sakiban memberikan wakaf sebidang tanah sebelah Utara Pabrik Cukir sebagai lokasi pondok pesantren.
Namun apa yang terjadi? Hasyim Asy’ari menolak wakaf tanah dan tetap membayar tanah tersebut. Baginya memperjelas suatu kepemilikan akan lebih aman dan bermartabat dibanding menerima sesuatu yang kelak bisa diperdebatkan.
Hasyim Asy’ari bersama Sakiban dan Alwi memulai merintis pendirian pondok pesantren. Pada mulanya pondok pesantren ini hanya padepokan silat dan pengobatan. Itu untuk mengelabui Belanda yang selalu mencurigai pendirian pondok pesantren. Bahkan, Sakiban mendatangkan beberapa santri dari berbagai daerah yang menguasai ilmu kanuragan. Keahliannya dalam bercocok tanam juga membuat masyarakat sekitar semakin kagum dengannya.
Menurut Hasyim Asy’ari, perlunya membangun pondasi agama yang baik dan membangun ekonomi masyarakat secara paralel dalam metode pendidikan. Pembangunan pusat pendidikan yang ideal adalah pesantren yang mampu meletakkan pondasi dengan membangun etika bagi setiap santri.
Tujuh tahun sejak berdirinya pondok pesantren, nama Hasyim Asy’ari semakin dikenal masyarakat. Islam dan pondok pesantren itu berkembang pesat bukan karena paksaan dan tekanan, melainkan dengan sukarela.
Hasyim Asy’ari menginginkan pesantren itu memiliki nama yang bisa menjadi monumen sebuah perubahan. Tebu Ireng adalah nama yang tepat. Nama ini memiliki nilai filosofis yang berarti tebu yang paling baik jenisnya adalah tebu ireng, batang tebu yang berwarna hitam. Dari tebu jenis yang paling baik inilah kita berharap dan atas izin Allah akan menghasilkan gula yang paling bermutu dan bernilai jual tinggi.
Buku ini tidak hanya membicarakan sosok Hasyim Asy’ari, walaupun sepak terjang dari kiai kharismatik ini bisa kita baca. Tetapi juga menghadirkan dan menyuguhkan cerita sejarah Pabrik Cukir, Kebo Ireng, Kebo Kicak dan Tabu Ireng sebagai rangkaian sejarah yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Yang jelas buku ini mencoba mengisahkan rahasia perjuangan Hasyim Asy’ari. Sebagai Maha Guru Sejati yang membangun, membesarkan dan mempertahankan Pondok Pesantren Tebu Ireng dari Gempuran dunia hitam Kebo Ireng menjadi sebuah tempat yang sangat bermanfaat untuk kehidupan masyarakat Indonesia ke depan.
Karena itu, bagi para kaum sejarawan buku ini sangat menarik. Selain itu, bagi kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan para tokoh agamawan buku ini juga diharapkan menjadi spirit perjuangan melawan kemungkaran dengan cara-cara yang santun dan menjauhi kekerasan.
Peresensi: Alsari