KPI Perketat Aturan Main TV Kabel

Medan, (Analisa). Aturan main tentang TV kabel atau lembaga penyiaran berlangganan dirasa belum mendetail, akibatnya sejumlah konten siaran yang ditayangkan di TV kabel---yang dianggap melanggar norma dan aturan sosial masyarakat, tidak bisa ditindak oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Hal tersebut terungkap dalam Sosialisasi Kajian Akademik Tentang TV Kabel/Lembaga Penyiaran Berlangganan yang digelar di KPI Daerah Provinsi Sumatera Utara, Selasa (9/9). Dalam kegiatan yang turut mengundang lembaga penyiaran dan masyarakat itu, dirumuskan bahwa aturan main lembaga siaran berlangganan perlu diperketat, baik melalui peraturan menteri (Permen) atau Surat Keputusan Bersama (SKB).

Ketua Bidang Isi Siaran KPI Pusat, S Rahmat M Arifin mengungkapkan dasar hukum lembaga penyiaran berlangganan (LPB) adalah UU No 32/2002 tentang Penyiaran. Klasifikasi LPB menurut UU terbagi menjadi satelit, terestrial dan kabel. TV berlangganan dengan antena parabola itu umumnya banyak digunakan pada masyarakat di daerah terpencil dengan akses yang sulit terjangkau.

“KPI telah membuat aturan main TV berlangganan menjadi lebih ketat. Kita sudah membuat surat edaran ke KPI di daerah-daerah dan menyurati siaran TV berlangganan untuk mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh KPI,” ujarnya.

Dalam surat edaran tersebut, KPI mendesak perusahaan TV kabel atau lembaga siaran berlangganan untuk mematuhi empat kewajiban utama. Pertama wajib melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang disiarkan atau disalurkan berdasarkan UU Penyiaran, PP 52/2005 dan P3SPS.

Kedua TV kabel wajib mengganti siaran iklan asing yang ditayangkan dalam program yang disalurkan dari luar negeri dengan siaran iklan dalam negeri berupa iklan layanan masyarakat atau promo program. Ketiga, wajib menyediakan kunci parental untuk siaran program dengan klasifikasi remaja (R) dan dewasa (D).

Keempat perusahaan wajib agar program siaran tidak dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu maupun untuk kepentingan pribadi pemilik dan atau kelompoknya. Dijelaskannya, KPI punya kewenangan untuk menyusun dan menetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang harus dipatuhi oleh lembaga penyiaran.

“Pada praktiknya memang kerap berbenturan. Dalam arti KPI harus berhati-hati dalam menetapkan P3SPS itu, jangan sampai pedoman tersebut justru membatasi kreativitas yang menjadi semangat kebebasan pers. 

Menjaga antara kebebasan pers dengan norma sosial di masyarakat memang bukan pekerjaan mudah,” katanya.

Sehingga KPI berharap masyarakat juga turut membantu dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran. Jangan sampai lembaga penyiaran justru jadi alat kemunduran peradaban, sebab sejatinya lembaga penyiaran adalah simbol kemajuan peradaban.

Pada kesempatan yang sama, Ketua KPID-SU, H Abdul Haris Nasution turut menekankan pentingnya aturan main tentang TV berlangganan diperketat. Aturan yang mendetail akan memudahkan pengawasan. Saat ini frekuensi masyarakat menggunakan TV berlangganan cukup signifikan.

KPID-SU sendiri dalam draft naskah akademik menyebut di Sumatera Utara baru terdapat 10 operator yang menyuplai TV kabel. Dari 10 operator yang terdaftar memiliki pelanggan 10.000 keluarga. Besarnya potensi ekonomi TV kabel membuat KPID-SU mendesak pemerintah setempat untuk menjadikan usaha TV Kabel sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD).

“Seperti yang telah ditetapkan di Kabupaten Tana Toraja dalam Perda No 16 tahun 2001 tentang Retribusi Izin Usaha Bidang Perfilman dan Penyiaran. 

Perda itu kemudian diadopsi oleh Pemerintah di Kabupaten Enrekang. Hingga saat ini Perda itu belum ada di Sumut,” kata Abdul Haris. (br)

()

Baca Juga

Rekomendasi