Medan, (Analisa). Satker Dinas Tarukim Provinsi Sumut Anthony Veery Mardianta, ST., MT menyebutkan cakupan wilayah administratif Medan, Binjai, Deliserdang dan Tanah Karo (Mebidangro) terdiri atas 52 kecamatan yang meliputi 21 kecamatan di Kota Medan, (4) Karo, (22) Deli Serdang serta 5 kecamatan di Kota Binjai.
Hal itu diutarakan Anthony Veery Mardianta, ST., MT dalam salah satu talk show belum lama ini di sejumlah media baik televisi dan radio menyongsong hari Tata Ruang pada 8 November 2014.
Sehubungan hal itu Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) menyelenggarakan berbagai acara di Sumatera Utara, antara lain program kampanye publik melalui talkshow radio dan TV, pemasangan baliho tata ruang, serta sayembara penulisan proposal program aksi penataan ruang.
Talkshow radio dilaksanakan di Radio Lite FM pada 26 Agustus 2014, talkshow TV dilaksanakan di TVRI Sumut pada 3 September 2014. Talkshow radio dan TV menampilkan beberapa narasumber seperti Anthony Veery Mardianta, ST., MT (Satker Dinas Tarukim Provinsi Sumut), Benny Iskandar, ST., MT dan Drs. Ali Tohar (Dinas TRTB Kota Medan), Ir. Yusak Maryunianta, MSi (Pengamat Tata Ruang dari USU).
Dalam talkshow TV, Wakil Gubernur Sumatera Utara Ir. H.T. Erry Nuradi, MSi berkenan memberikan imbauan kepada khalayak melalui iklan layanan masyarakat untuk berpartispasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang di Sumatera Utara.
Berdasarkan resume dua kali talkshow pada media yang berbeda tersebut diketahui terkait Mebidangro telah diterbitkan Peraturan Presiden no. 62 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro.
Dalam hal ini Medan sebagai inti dari mebidangro ini, sementara Binjai, Deli Serdang dan sebagian wilayah Karo adalah sebagai penyangga (hinterland). Kawasan strategis nasional lainnya yang baru-baru ini terbit perpresnya adalah Kawasan strategis nasional Danau Toba yaitu dengan Peraturan Presiden no 81 tahun 2014 tentang Tata Ruang Kawasan Danau Toba.
Anthony menjelaskan bahwa secara garis besar, tantangan dan permasalahan yang dihadapi pemerintah terkait dengan pengendalian pemanfaatan tata ruang kawasan perkotaan Mebidangro adalah adanya pertumbuhan pemukiman yang cepat, kebutuhan transportasi tinggi, kebutuhan infrastruktur juga tinggi, kebutuhan penduduk akan air meningkat, pertumbuhan kegiatan kekotaan yang sangat tinggi (terbukti setiap hari banyak sekali orang yang meminta izin membangun rumah dan mengembangkan lingkungan binaan) khususnya di Kota Medan sebagai kawasan inti dari Mebidangro.
Dapat diatasi
Semua hal tersebut seharusnya dapat diatasi sejak awal. Tantangan yang terkait dengan pengendalian adalah bagaimana menerapkan tertib tata ruang yang sesuai panduan tata ruang serta dokumen tata ruang lainnya yang sudah dilegalkan.
Pengendalian pemanfaatan ruang di Mebidangro, pada tataran lebih mikro, menurut Ali Tohar dari Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan menyatakan Kota Medan telah memiliki Perda no. 5 tahun 2012 tentang izin mendirikan bangunan dan selanjutnya dijabarkan menjadi Perwal no. 41 tahun 2012 tentang petunjuk teknis mendirikan bangunan.
Dalam lingkup yang lebih luas Yusak Maryunianta (pengamat Tata Ruang dari Universitas Sumatera Utara) menyoroti tantangan besar terkait pengendalian pemanfaatan ruang di Mebidangro yakni masih adanya kesenjangan persepsi tentang substansi Mebidangro antar komponen dalam lingkup pemerintahan di daerah, adanya kesenjangan persepsi antar pemerintah daerah dengan masyarakat, serta masih lemahnya partisipasi masyarakat. Kondisi tersebut dan adanya sosialisasi yang belum memadai berdampak pada proses implikasi Mebidangro di lapangan belum berjalan efektif dan tidak seperti yang diharapkan.
Samakan Persepsi
Menanggapi pendapat dari pengamat tata ruang tersebut, Anthony dari Satker Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa sebenarnya beberapa tahun terakhir ini, Satker mencoba menyamakan persepsi dalam lingkup pemerintahan di daerah yang terkait. Satker sering mengundang komponen terkait untuk duduk bersama membicarakan hal tersebut.
Ditanyakan tentang bentuk sosialisasi yang tepat di kalangan masyarakat terkait aturan pemanfaatan ruang di Mebidangro, Yusak menyatakan melalui sosialisasi tentang substansi Mebidangro dan konsitensi pengendalian tata ruang dan penindakan penyimpangannya.
Sosialisasi dapat dilakukan melalui forum-forum informal seperti kelompok masyarakat dan moment-moment santai (seperti acara ngopi bareng), serta menggunakan metode yang kreatif seperti role play game.
Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan pemasangan plank peruntukan lahan di semua tempat yang rawan terhadap tindakan penyerobotan dan tumpang tindih lahan. Konsistensi dalam pengendalian pemanfaatan ruang lebih terkait dengan perlunya pemerintah daerah melakukan implementasi penindakan setiap penyimpangan pemanfaatan ruang secara tidak pandang bulu. Konsistensi tersebut akan membuat masyarakat akan semakin mempercayai pemerintah dan semakin mentaati aturan yang ada. “Bila kedua kunci tersebut terpenuhi maka selanjutnya pemerintah daerah dapat menyediakan wahana aduan atau curhat masyarakat melalui sistem on line atau penyediaan kotak curhat terkait penyimpangan pemanfaatan ruang,” ujarnya.
Tentang instrumen dalam pengendalian tata ruang, Anthony menambahkan dalam UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sudah dijelaskan alat yang digunakan dalam pengendalian tata ruang yakni dokumen rencana sepertu peraturan zonasi, perizinan, pemberian intensif dan pemberian sanksi.
Di lain pihak, Benny Iskandar mengingatkan kalau kita ingin hidup nyaman, maka patuhi tata ruang. Yang pertama bangunan kita harus punya IMB, yang kedua kita harus membangun sesuai izin IMB, yang ketiga kita sediakan ruang terbuka hijau di lahan yang kita miliki sendiri.
Sebagai pengamat Yusak Maryunianta menyampaikan pernyataan penutup bila KSN Mebidangro itu dianggap sebagai rumahtangga atau keluarga, maka Pemerintah Kabupaten/Kota dapat diibaratkan sebagai suami dan masyarakat Mebidangro sebagai isteri. Kebahagiaan suatu rumah tangga tergantung pada keharmonisan hubungan suami dan isteri. “Demikian juga antara Pemerintah Kabupaten/Kota dengan masyarakat Mebidangro harus tercipta hubungan yang harmonis, ada komunikasi yang sinergis, dan situasi yang saling memahami. Apabila hal tersebut terjadi maka kesejahteraan masyarakat Mebidangro akan tercapai. (rel/hers)