Banda Aceh, (Analisa). Kehidupan masyarakat Aceh yang bersyariat Islam saat ini belum terbebas dari praktik riba. Bahkan, makin hari kian terjerumus dalam perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah SWT tersebut.
Berbagai transaksi masyarakat dalam kaitan muamalat sesama manusia baik disengaja maupun tidak kerap bersentuhan dengan riba. Tidak hanya terbatas transaksi perbankan nonsyariah, utang-piutang dan bunga, tetapi termasuk dalam perdagangan dengan menaikkan dan menurunkan timbangan, manipulasi (korupsi), permainan harga, kredit berbunga, pemerasan, pajak tidak bertepi, monopoli dan penimbunan. Semua ini adalah bagian dari riba yang merusak keseimbangan hidup.
Karenanya, perbuatan riba yang kian membudaya akibat pola hidup yang makin konsumtif dan materislistis di tengah kehidupan umat Islam perlu segera diakhiri.
“Riba yang diharamkan oleh Allah SWT yang merupakan salah satu dosa besar pasti berakibat buruk terhadap pribadi, masyarakat dan ekonomi. Karena itu harus kita jauhi,” ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Prof Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA.
Pernyataan itu disampaikannya saat menjadi pemateri pada pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Banda Aceh, Rabu (10/9) malam. Selain diikuti wartawan, akademisi, santri, mahasiswa, dan masyarakat umum, pengajian yang mengangkat tema “Fikih Muamalat” tersebut juga dihadiri anggota DPRA, Direktur Syariah Bank Aceh, Haizir Sulaima;n dan anggota DPD-RI terpilih asal Aceh, Ghazali Abbas Adan.
Muslim Ibrahim menambahkan, masyarakat selama ini antara sadar dan tidak terus berhubungan dengan perbankan yang menggunakan sistem riba, kredit rumah, kendaraan, serta pinjam meminjam uang dengan menambahkan bunga saat pengembalian.
Menurut Guru Besar UIN Ar-Raniry ini, sumber sebagian besar masalah sosial dan ekonomi dunia hari ini adalah riba. Setiap muslim wajib turut memeranginya.
Dalam satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda, “Akan datang suatu masa ketika semua orang memakan riba. Mereka yang tidak mau makan riba pun pasti terkena debunya.” Masa itu adalah hari ini, dan itu artinya kita semua tengah terlibat dengan riba. Sebab, di masa ini, seluruh tata kehidupan kita telah bercampur dengan riba.
Untuk memiliki rumah, kendaraan, bahkan peralatan rumah tangga, pada umumnya membayarnya secara kredit berbunga. Sebab harga-harga kebutuhan hidup ini kalau harus dibeli secara tunai sudah semakin tidak terjangkau.
Tumbuh suburnya riba ini karena umat Islam yang lebih mementingkan ibadah semata, tapi kerap melupakan cara muamalat yang benar dalam hidup ini sesuai tuntunan Islam.
“Jangan berharap ibadah kita benar dan diterima Allah SWT jika ekonomi dan muamalah kita masih bergelimang riba. Karena itu, sering-seringlah kita mengkaji aturan bermuamalat yang benar, tidak hanya cukup dengan beribadah kepada Allah saja sehingga kita terhindar dari riba,” katanya.
Ditambahkannya, penerapan muamalah ini juga sangat erat berkaitan dengan aspek ibadahnya, karena kedua hal ini saling mendukung dan merupakan dua sisi dari koin uang yang sama. Muamalah Islam merupakan salah satu bentuk penyembahan kepada Allah SWT dan ritual ibadah yang bebas dan leluasa mendukung dan memerlukan penerapan muamalat Islam.
Belum terwujudnya muamalat Islam dalam realita disebabkan kurangnya keyakinan umat Islam atas ajaran agamanya sendiri sehingga lebih memilih untuk menjalankan muamalah non-Islam. Diperlukan pengkajian yang lebih intensif untuk memupuk kesadaran untuk mewujudkan dan keyakinan bahwa bentuk muamalat Islamlah yang terbaik bagi manusia karena datang dari Allah SWT yang sudah tentu sebagai satu-satunya entitas yang memiliki solusi atas segala permasalahan manusia. (mhd)