Bersaksi dalam Roh Kudus

Oleh: Jekson Pardomuan

“Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati.” – Roma 9 : 1 - 2.

BERSAKSI ternyata tidak hanya dilakukan dalam sebuah persidangan di pengadilan. Bersaksi juga bisa dilakukan dimana-mana terutama demi untuk menegakkan keadilan. Sebuah kesaksian bisa membuat seseorang terbebas dari tuduhan dan adakalanya sebuah kesaksian membuat seseorang terpaksa masuk tahanan. Bersaksi dalam kehidupan kerohanian Kristen sangatlah penting. Karena, ada banyak hal dalam kehidupan kita bisa jadi kesaksian yang menguatkan bagi orang lain.

Kesaksian menempati posisi penting dalam kehi­du­pan seorang Kristen, karena kesaksian adalah mani­festasi dari pengakuan iman percaya seorang Kristen. Kesaksian seorang Kristen dalam sikap hidupnya sehari-hari dan dalam ucapannya baik secara lisan maupun tulis­an, tercermin dan terpancarlah bahwa ia seorang Kristen. Hidup anak Tuhan tanpa kesaksian adalah hidup yang hampa dan tak memberi makna dalam setiap langkah kehidupan kita.

Kesaksian berarti menceritakan, memberitahukan, mengabarkan kepada orang lain, agar orang lain tahu, segala perbuatan Allah terhadap dirinya secara pribadi, apa yang dialaminya sehingga dia menemukan dan mendapatkan kasih karunia Tuhan Yesus. Kesaksian juga bisa menjadi kabar sukacita yang bisa menguatkan semua orang.

Kesaksian merupakan suatu kewajiban yang mutlak bagi kehidupan Kristen, keharusan yang tidak boleh di­tawar lagi, sebab kesaksian merupakan realisasi dari penga­kuan iman percaya ke-Kristenan, sebagaimana da­lam firman Tuhan. “Setiap orang yang mengaku Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya didepan Ba­pa-Ku yang di sorga. Tetapi barang siapa menyangkal Aku didepan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang disorga.” (Matius 10 : 32 – 33).

Kenapa kita harus bersaksi ? dalam 2 Timotius 1 : 8 dituliskan “Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah.” Bersaksi akan membuat perasaan kita lebih bersemangat karena bisa berbagi cerita dengan sesama.

Bersaksi menjadi sebuah proses untuk menceritakan segala perbuatan Allah, apa yang telah Allah lakukan ter­hadap kita, bahwa kita telah diselamatkan dari kema­tian yang kekal. Dari hasil pergumulan itu, dalam men­cari kebenaran yang hakiki, maka Yesus-lah kebenaran yang sejati, itulah perbuatan Allah yang ajaib!

Sebuah kesaksian yang dikutip dari www.ja­waban.com kiranya dapat menguatkan kita bersama da­lam menjalani hari-hari yang Tuhan berikan kepada kita.

Banyak wanita membayangkan pernikahan adalah se­buah dunia yang indah, demikian juga mimpi Maureen. Namun ternyata mimpi indahnya tak terwujud malah berubah menjadi sebuah mimpi buruk. Inilah penuturan Maureen tentang kisah hidupnya.

Ketika aku menikah dengan suamiku, dan mem­ben­tuk sebuah keluarga, kami pindah ke kota Balikpapan. Dengan sebuah pengharapan yang besar, aku memulai kehidupan yang baru. Aku memiliki cita-cita, perni­kahan­ku akan menjadi seperti pernikahan kedua orang­tuaku. Sebuah keluarga yang ideal dan bahagia.

Namun kehidupan ternyata tidak seindah bayangan­ku. Ketika suamiku mulai berhasil usahanya, dia mulai lupa akan keluarga. Dia melalaikan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan kepala keluarga. Saat aku meng­ingatkannya, semua itu berakhir dengan perteng­karan dan tak jarang pukulan dilayangkannya kepadaku. Akhirnya dia pergi meninggalkanku bersama kelima buah hatiku tanpa meninggalkan apapun untuk kami.

Aku memutuskan untuk kembali ke Jakarta, dan ber­juang membesarkan kelima anakku. Aku bertekad un­tuk mendidik dan membesarkan anak-anakku dengan baik. Aku melakukan segala cara untuk bisa menye­kolahkan dan memberi makan mereka. Saat aku sudah tidak memiliki apapun, aku jual baju-baju yang ku mi­liki. Lima belas tahun lalu, satu baju yang kujual harganya seribu rupiah. Dan dengan uang hasil penjualan baju-bajuku itu, aku membeli beras, minyak tanah, sayuran, dan aku atur sedemikian rupa sehingga anak-anakku dapat makan makanan yang sehat dan bergizi sekalipun sangat sederhana.

Terkadang, jika anak-anakku ingin makan apel atau jeruk, mereka harus pergi ke kuburan. Pada hari-hari ter­tentu, akan ada orang-orang yang datang kekuburan un­tuk sembahyang dan membawa makanan persem­bahan. Ketika anak-anakku bercerita kalau mereka harus berebutan dengan orang-orang untuk mendapatkan buah-buahan dikuburan itu, aku merasa sangat sedih.

Suatu kali, kami sudah tidak memiliki apapun untuk dimakan. Hingga jam dua siang, anak-anakku belum juga makan. Aku kumpulkan anak-anakku, dan kuajak mereka berdoa, “Ayo kita berdoa.” Kami memanjatkan doa Bapa Kami bersama-sama. Ketika kami berkata, “Amin,” tiba-tiba pintu rumahku di ketuk. Ada seseorang yang datang dan membawakan makanan sehingga kami bisa makan.

Dalam kondisi sulit seperti itu, aku terus memper­juang­kan kehidupan anak-anakku. Aku mulai melamar pekerjaan dimana-mana. Sekalipun itu hanya pekerjaan part time, aku jalani dengan segenap hati. Terkadang ada teman yang telah mengenalku dengan baik sengaja memintaku bekerja ditempatnya. Sekalipun hanya bekerja selama satu minggu, tetapi hasil kerja saya itu bisa mencukupi kehidupan selama satu bulan, dari sekolah anak-anak, membayar kontrakan hingga makan sehari-hari.

Mulai saat itu aku mulai bekerja sebagai pegawai peng­ganti dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Aku menggantikan pegawai yang sedang cuti ataupun hamil. Jika ada pegawai yang hamil, aku sangat senang sekali, karena itu artinya aku bisa bekerja selama tiga bulan. Itu sangat lumayan sekali bagiku, karena uangnya aku bisa simpan untuk keperluan yang akan datang.

Perlahan-lahan kehidupanku dan anak-anakku mulai membaik. Satu hal yang membuatku bisa melewati semua masa sulit itu adalah adanya sebuah tekad yang tertanam dalam hatiku, “Aku harus menjadi panutan bagi anak-anakku.” Aku ingin anak-anakku bisa belajar nilai-nilai kehidupan yang benar dari diriku.

Jika orang lain berpikir aku bisa saja menghalalkan segala cara sehingga aku bisa lebih mudah melewati ke­sulitan-kesulitan yang menghadangku, aku berkata pada diriku, aku tidak boleh melakukan itu. Aku tidak mau menghalalkan segala cara, karena dalam hatiku ada takut akan Tuhan. Karena ada Tuhan Yesus dalam hidup keluargaku, aku tidak pernah takut dengan apa yang ada di masa depanku karena aku tahu Dia yang menjamin kehidupanku dan kehidupan anak-anakku. Aku sudah membuktikannya sejak awal ketika aku harus menjalani kehidupan seorang diri bersama kelima anak-anakku sampai saat ini, Dia selalu menyertaiku. Karena Dia adalah Immanuel.

Bersaksi dalam kuasa Roh Kudus akan membuat kita lebih tenang, berkata dengan jujur dan merendahkan diri dihadapan Tuhan. Harapan kita adalah, dengan kesak­sian yang kita sampaikan akan ada orang lain yang mera­sa dikuatkan. Firman Tuhan dalam Galatia 4 : 15 menu­liskan “Betapa bahagianya kamu pada waktu itu! Dan se­karang, di manakah bahagiamu itu? Karena aku dapat bersaksi tentang kamu, bahwa jika mungkin, kamu telah mencungkil matamu dan memberikannya kepadaku.”

Selagi hari ini Tuhan memberikan kita nafas kehi­dupan, saksikanlah itu bagi orang lain. Ketika Tuhan meng­angkat kita dari sebuah ketakutan, saksikanlah itu kepada sesame manusia ciptaan Tuhan. Semoga dengan kesaksian-kesaksian yang kita sampaikan kepada orang lain menjadi berkat yang terindah dalam kehidupan kita. Amin.

()

Baca Juga

Rekomendasi