Oleh: DR. Ing. Andy Wahab Sitepu
Sejak lebih dari sewindu yang lalu, sering terlihat sisa batang pepohonan yang telah ditebang berdiri di kebun-kebun jeruk, sedangkan kayu hasil tebangan sering ditumpukkan sebagai kayu bakar karena tak laku dijual. Selain itu terlihat juga pepohonan jeruk berbuah labu jipang ataupun markisa, bagaikan “Mukjizat” saja.
Setelah ditelusuri ternyata pepohonan jeruk tersebut telah mati kering. Tanaman mati tersebut tidak ditebang, melainkan dijadikan tempat menjalarnya tanaman labu jipang dan markisa. Sisanya merupakan pepohonan jeruk yang meranggas (gugur daun), ranting dan batangnya pun sudah ada yang mengering. Ada juga yang terbungkus lumut dan jamur berwarna merah, putih, abu-abu dan hitam.
Selain itu terlihat juga tanaman yang sehat masih berbuah banyak, namun ukurannya seragam kecil. Pada kulit pangkal batang tanaman tersebut ada terlihat bocoran cairan getah kental warna kecoklatan (blendok) dan pembusukan pangkal batang (kanker batang).
Dan yang paling parah adalah terjadinya pembusukan akar. Ternyata sebelumnya, tanaman jeruk tersebut juga telah mengalami perawatan yang sama dengan yang telah ditebang, yaitu menghabiskan biaya sia-sia untuk obat-obatan yang sampai hari ini tidak mampu memulihkan kembali kondisi tanaman jeruk secara sempurna. Yang bertanggungjawab atas kerusakan tanaman jeruk tersebut selalu terdengar adalah “Jamur”.
Untuk menangani masalah di atas telah dilakukan penelitian terhadap asal usul masalah. Ternyata sering terdengar, bahwa tanah pertanian kita telah capek/jenuh akibat pola tanam yang tidak menerapkan pola tani rotasi tanaman dan pemakaian pupuk-pupuk anorganik yang berlebihan, terus menerus tanpa memperhatikan bahan organik tanah yang semakin berkurang.
Untuk mengatasi pengerasan tanah sering dianjurkan aplikasi pupuk organik, misalnya pupuk kandang ataupun kompos. Pupuk-pupuk organik ini mengandung mikroorganisme pengurai, sehingga kandungan unsur hara anorganiknya berpisah dari bahan organiknya.
Sebagian bahan organiknya dapat diurai dan dikonsumsi mikroba untuk melanjutkan kehidupannya dan meneruskan perkembangbiakannya. Sedangkan sisa bahan organik yang tidak terurai bermanfaat untuk memperbaiki struktur tanah (agar tanah tidak mengeras). Yang anorganik merupakan unsur hara mineral yang dikonsumsi tanaman. Setelah proses fermentasi ini selesai (sempurna) barulah pupuk-pupuk organik tersebut boleh digunakan.
Yang belum sempurna difermentasi masih mengandung mikroba pengurai. Dalam tanah mikroba ini akan terus mengurai bahan organik untuk melangsungkan hidup dan meneruskan perkembangbiakannya.
Namun pada zaman sekarang ini umumnya tanah pertanian telah terkontaminasi residu dari berbagai bahan aktif pestisida dan bahkan mungkin telah berubah menjadi metabolit yang belum dikenal. Dibanding dengan bahan aktifnya tingkat bahaya metabolit yang terbentuk bisa berkurang dan bisa juga jauh lebih berbahaya.
Dalam kondisi terkontaminasi tentu sebagian mikroba pengurai akan terbunuh, mikroba yang tidak terbunuh tentu akan mempertahankan hidupnya. Sebagian mikroba yang masih hidup terus mengkonsumsi tanah yang terkontaminasi pestisida. Mikroba ini dijuluki hama resisten/kebal terhadap pestisida.
Sedangkan sebagian lagi mikroba yang tidak mati akan mengurai dan mengkonsumsi bahan organik yang tidak terkontaminasi bahan aktif pestisida, misalnya perakaran tanaman yang baru tumbuh. Apabila perakaran baru yang terurai lebih banyak daripada pertumbuhannya, maka terjadilah pembusukan akar yang sering dijuluki penyakit “mati gadis” ataupun “mati janda”.
Tanpa disadari, ketika hujan turun atau penyemprotan cairan apapun sebagian jamur/bakteri pathogen yang melekat pada bagian tanaman yang terdapat di atas tanah akan lepas dan jatuh ke tanah. Mikroba tersebut tentu dapat juga mengakibatkan pembusukan pada perakaran tanaman.
Air, udara dan serangga ataupun hewan lain, bahkan manusia yang hinggap di tanah tersebut dapat menyebarkan penyakit ini baik ke bagian atas tanaman (busuk batang, daun dan bahkan buah), maupun ke tanaman di sebelahnya.
Akibat Menggunakan Fungisida
Untuk menjawab masalah tersebut telah dilakukan penelitian terhadap serangan jamur pada tanaman dan ternyata bukanlah jamur yang langsung merusak tanaman, melainkan zat pembusuk yang dihasilkan jamur. Dengan adanya zat pembusuk (ibaratnya air liur) inilah jamur dapat mencerna bahan-bahan organik untuk kelangsungan hidup dan perkembang biakannya.
Makanya pembasmian jamur tanpa menangani zat pembusuk tidak dapat menghentikan pembusukan bagian jaringan tanaman dan bagian tanaman yang telah busuk tidak akan pulih kembali.
Dengan aplikasi enzim Fitofit , zat pembusuk tersebut akan diblokir enzim yang terkandung di dalamnya, sehingga jamur tidak dapat mengkonsumsi bagian tanaman dan tentu jamur tersebut akan lemah. Makanya tanaman jeruk yang rusak terserang jamur merah dapat disembuhkan Fitofit tanpa adanya campuran Fungisida dan tanpa adanya pemupukan apapun.
Tahap awal penyembuhan tanaman jeruk dari penyakit-penyakit tersebut di atas dapat diketahui dengan adanya pembekuan/ pengeringan cairan blendok. Blendok yang kering berupa damar kecoklatan tersebut melekat erat dan menutup lubang bocoran. Penyumbatan bocoran cairan tubuh tumbuhan ini dapat mengurangi kehilangan cairan dan unsur hara, sehingga batang tanaman pun mampu bertumbuh dan membesar.
Perkembangan ukuran baik ranting maupun batang dapat diamati dengan terbentuknya retakan-retakan kulit lama. Retakan-retakan tersebut terjadi karena adanya pembesaran ranting/batang dari bagian dalam, makanya kulit lama yang telah membusuk dan mengering akan terdorong keluar dan terkelupas dengan sendirinya. Sehingga terdapatlah kulit baru yang kilat bersih bagaikan dioleskan cat pelitur. Baik lumut hijau maupun jamur merah berupa cincin-cincin yang menempel pada batang dan ranting pun menjadi kering dan tidak menempel di telapak tangan manusia yang mengelusnya. Ini bertanda jamur tersebut tidak menular lagi.
Mengatasi Pembusukan
Untuk mengatasi masalah pembusukan tersebut, dapat diapplikasikan Fitofit selain terhadap bagian daun (permukaan bagian atas dan bawah), ranting, buah dan batang, juga terhadap perakaran.
Aplikasi Pestisida dapat dilakukan setelah tanaman mulai pulih. Itu pun jika ada kerusakan serius yang disebabkan oleh serangan hama tersebut.
Pemupukan juga dapat dilakukan setelah tanaman mulai pulih. Pupuk yang diberikan tentunya harus berdasarkan perkembangan tanaman. Biasanya aplikasi Fitofit segera menimbulkan bunga yang berjumlah melebihi tanaman normal. Ini pertanda, bahwa tanah masih mengandung banyak unsur hara P (Phosphor) yang tidak terserap tanaman, akibat kerusakan perakaran sebelumnya.
Dengan demikian pemberian pupuk P dapat dikurangi dan bahkan diabaikan. Melalui penambahan pupuk P yang jumlahnya banyak, akan mengakibatkan pembentukan bunga/buah yang terlalu banyak. Untuk membesarkan buah yang banyak, tentu dibutuhkan unsur K (Kalium/Potasium) yang banyak pula. Agar unsur-unsur tersebut dapat digunakan, tanaman membutuhkan daun untuk melangsungkan proses fotosintesis. Pembentukan daun tentu membutuhkan unsur N.
Kelebihan unsur N dapat menimbulkan pembentukan tunas baru yang terlalu banyak, tentu ini akan mengundang datangnya hama. Sedangkan kelebihan unsur P akan mengakibatkan pengerasan tanah (dipicu pemberian kapur/dolomit yang terlalu banyak), sehingga akan menurunkan daya serap akar terhadap unsur K. Kelebihan unsur K dapat menimbulkan proses reverse-osmosis di antara perakaran dan tanah. Ini akan mengakibatkan pengerutan akar, sehingga pori-pori perakaran mengecil danelastisitasnya pun berkurang. Karena diameter Kalium lebih besar daripada Phosphor dan Nitrogen, makanya pori-pori tersebut sulit dilalui unsur K. Dengan demikian tanaman lebih banyak menyerap unsur P dan N.
Makanya pemupukan yang tidak berimbang dapat menimbulkan masalah pada perakaran, sehingga tanaman menjadi lemah tak berdaya menghadapi serangan hama/penyakit, terutama sekali jamur, bakteri dan virus.
Salah satu ciri-ciri tanaman yang bermasalah di perakaran (busuk akar) dapat diketahui melalui pembentukan daun yang subur pada awalnya. Kemudian disusul dengan pembuahan yang banyak (namun berukuran seragam kecil) disertai dengan kegagalan pertumbuhan pucuk baru dan gugur daun (meranggas).
Kelebihan unsur-unsur hara tersebut dan masalah perakaran dapat diatasi dengan aplikasi enzim Fitofit. Setelah pulih sempurna tanaman jeruk tersebut mampu berproduksi, bahkan melebihi kualitas dan kuantitas tanaman yang sama sekali tidak terserang jamur. ***
Penulis adalah pakar Enzim di bidang Teknologi Katalisator (Nanoteknologi & Reaktor Proses Kimia, Universitas Erlangen Nuernberg, Bayer Jerman.