Perlunya Tindakan Advokasi Lingkungan

Oleh: Mas Arif

Dalam UUD 1945 pasal 1 secara gamblang dinyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Itu artinya rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Keutamaan rakyat pada negara ini juga kemudian menyangkut pada aturan mengenai penggelolaan sumber daya alam yang harusnya digunakan untuk kemakmuran dan kepentingan rakyat (pasal 33 UUD 1945). Inilah pedoman bagi kita betapa rakyat (kita) seharusnya menjadi perhatian utama yang harus lebih dikedepankan dari kepentingan apapun di negara ini.

Namun pada praktiknya prinsip kedaulatan rakyat ini selalu dikesampingkan oleh para penguasa, sehingga banyak rakyat yang hidup dalam ketidakadilan dan tidak mendapatkan haknya. Pengelolaan sumber daya alam di negeri ini juga tidak berorientasi pada kemakmuran rakyat, justru rakyat yang menjadi korban karena pengelolaan sumber daya alam banyak yang merusak lingkungan dan tak lagi mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan, semuanya dilakukan atas dasar keuntungan semata.

Berangkat dari permasalahan itu, diperlukan pembelaan untuk merubah kebijakan pengelolaan dan penanganan sumber daya alam agar berpedoman pada nilai-nilai keadilan masyarakat yang selama ini selalu diabaikan. Jangan sampai pemerintah dan perusahaan bekerja sendiri tanpa ada keterlibatan dan tidak memperdulikan kepentingan masyarakat di dalamnya. Salah satu bentuk pembelaan atau perlawanan adalah melalui advokasi terhadap lingkungan.

Advokasi adalah aksi yang strategis dan terpadu, oleh perorangan atau kelompok masyarakat untuk memasukkan suatu masalah ke dalam agenda kebijakan, dan mengontrol para pengambil keputusan untuk mengupayakan solusi bagi masalah tersebut sekaligus membangun basis dukungan bagi penegakan dan penerapan kebijakan publik yang di buat untuk mengatasi masalah tersebut (Manual Advokasi Kebijakan Strategis, IDEA, Juli 2003).

Perlunya mengalakkan advokasi lingkungan sebagai upaya menyelamatkan sumber daya alam serta lingkungan hidup dari pengelolaannya yang tidak pro rakyat dan banyak menimbulkan kerusakan. Realitas yang terjadi pembangunan ekonomi banyak yang merusak lingkungan, tingginya jumlah pelanggaran terhadap hak asasi manusia, posisi rakyat dan pemodal yang semakin merajalela, serta hegemoni negara yang terlalu berlebihan.

Padahal sejatinya pengelolaan lingkungan hidup haruslah mengacu pada Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebih menyeluruh dan rinci mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, bahwa tindakan rakyat (kita) untuk melakukan advokasi lingkungan dari kerusakan dan untuk melakukan upaya penyelamatan lingkungan hidup adalah dibenarkan, karena pada UUD 1945 amandemen sendiri telah mengakui hak milik dan hak atas lingkungan hidup bagi rakyat.

Advokasi terhadap lingkungan dapat berupa upaya hukum formal (litigasi) maupun di luar jalur hukum formal (nonlitigasi). Dan tugas ini sejatinya bukanlah tugas individu atau sekelompok orang saja, akan tetapi advokasi terhadap lingkungan adalah tugas semua makhluk hidup yang berada bumi ini. Namun melihat keadaan lingkungan hidup yang semakin hari semakin rusakdan memprihatinkan. Rasanya menjadi hal yang sia-sia jika harus menanti kesadaran dari semua orang. Jelasnya memang dibutuhkan sekelompok atau beberapa orang yang secara intens dan khusus melakukan kegiatan dalam mengadvokasi dan membela lingkungan hidup inisecara kontinu.

Para pelaku advokasi lingkungan tersebut dapat diklasifikasikan diantaranya : para mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan, lembaga swadaya masyarakat, komunitas masyarakat (buruh, petani, nelayan, pedagang), organisasi kemasyarakatan dan kelompok-kelompok lain yang peduli dengan perubahan lingkungan pada keadaan yang lebih baik.Pelaku advokasi lingkungan hidup ini tentunya berperan penting untuk pelestarian lingkungan dari kerusakan, termasuk di dalamnya advokasi terhadap kebijakan dan penegakan hukum yang lemah, serta pembelaan terhadap hak masyarakat yang tertindas.

Sedangkan bentuk dari advokasi lingkungan dapat berupa demonstrasi, unjuk rasa, mengirim surat tuntutan atau petisi, mengirim delegasi (utusan perwakilan), atau mengadakan dengar pendapat masyarakat (public hearing) mengenai permasalah lingkungan hidup.Bentuk lainnya dapat juga melakukan suatu tindakan pendekatan berdasarkan dua pendekatan dasar, yaitu berdasarkan pelestarian dan berdasarkan hak-hak masyarakat asli.

Pendekatan berdasarkan pelestarian lebih menekankan pada tindakan konservasi ekosistem dari ancaman kepunahan baik pada tumbuh-tumbuhan ataupun pada jenis hewannya, contohnya membudidayakan tumbuhan tertentu atau mengembangbiakkan hewan yang hampir punah. Sedangkan pendekatan atas hak-hak masyarakat asli yaitu pendekatan lingkungan hidup yang memperhatikan dan mempertahankan nilai-nilai kebudayaan masyarakat setempat dan hak-hak masyarakat asli yang menjadi dasar pendekatannya.

Lemahnya penegakan hukum di negeri ini membuat banyak kebijakan yang pada dasarnya tertulis secara jelas pro rakyat namun pada kenyataannya mengenyampingkan hak-hak rakyat selaku pemegang kedaulatan tertinggi negara.Begitupun terhadap aturan lingkungan hidup yang penegakannya berat sebelah dan condong berpihak pada pihak konglomerat dan pelaku korporasi.

Dengan demikian, tindakan seperti advokasi lingkungan ini memang perlu digalakkan untuk dapat melawan dan merubah kebijakan terhadap pengelolaan sumber daya alam yang hanya merusak lingkungan namun tidak membawa kemakmuran bagi masyarakat. Meskipun cara seperti ini rentan sekali menimbulkan konflik, mungkin dengan cara seperti inilah para pemegang kekuasaan dapat tersadar agar tidak semena-mena dalam membuat sebuah kebijakan serta dapat bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang ingin melakukan pengelolaan lingkungan tetapi tidak mempedulikan kepentingan rakyat.

(Penulis adalah mahasiswa IAIN-SU, dan peminat masalah lingkungan)

()

Baca Juga

Rekomendasi