Oleh: Jekson Pardomuan
“Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." Markus 12 : 33.
Semangat rela berkorban biasanya akan tumbuh didalam diri kita masing-masing ketika dengan sungguh-sungguh kita menanamkan semangat itu sejak kecil. Apa maksudnya semangat rela berkorban? Rela berkorban tidak menuntut kehidupan yang sarat aturan atau berpantang kesenangan. Ini tidak membutuhkan penyangkalan diri secara ekstrem yang merampas sukacita atau kepuasan kita. Rela berkorban semata-mata berarti ”mengorbankan kepentingan, kebahagiaan, serta keinginan, demi tugas atau kesejahteraan orang lain”.
Yesus Kristus adalah teladan utama dalam memperlihatkan semangat rela berkorban. Dalam keberadaannya sebagai manusia saat berada di muka bumi ini, Ia memiliki hubungan yang akrab dan intim dengan Bapa-Nya termasuk dengan umat manusia yang selalu diarahkannya ke jalan terbaik.
Di muka bumi ini, atau disekitar kita ada banyak orang yang berkata, "Aku mencintai Yesus dengan segenap hatiku." Bahkan merelakan seluruh hidupnya hanya untuk Tuhan. Bukan hanya itu, seluruh harta dan kekayaannya direlakan untuk membantu pekerjaan Tuhan. Namun, pernahkah Anda berpikir kepada siapakah Anda berkorban?
Mengapa Anda mau berkorban? Untuk apa Anda berkorban? Kekristenan tidak pernah lepas dari pengorbanan. Melayani Tuhan berarti merelakan diri untuk siap berkorban. Baik korban tenaga, korban waktu, korban perasaan, korban uang, dan mungkin juga korban nyawa.
Dalam renungan ini, sebagai contoh pengorbanan sejati yang dilakukan oleh seorang Pribadi, namanya adalah Yesus Kristus. Alkitab mencatat bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan di atas segala tuhan, sementara mausia -- telah jatuh dalam dosa dan upah dosa adalah maut. Tuhan Yesus tidak tega melihat manusia binasa dan mati karena dosa-dosanya. Oleh karena itu, Tuhan Yesus memilih untuk datang ke dalam dunia untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang telah terputus akibat dosa.
Salah satu sifat Allah yang kita baca dalam Kitab Suci adalah kudus, ini berarti orang berdosa harus dihukum. Dalam kondisi seperti itu, Kristus yang berada di surga harus berinkarnasi menjadi manusia dan menjadi korban tebusan bagi umat manusia.
Alkitab menjelaskan: "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraannya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6-7)
Yesus yang adalah Allah rela mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Perlu dicatat bahwa pada masa pemerintahan Romawi, hamba adalah pribadi yang dianggap rendah, alias tidak bernilai. Hamba dapat diperlakukan sewenang-wenang oleh majikannya. Dari sini kita mengetahui pengorbanan sejati yang dilakukan oleh Yesus Kristus bagi seluruh umat manusia.
Alkitab dalam Hosea 6 : 6 menuliskan “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.”
Berkorban Tanpa Pamrih
Pengorbanan seperti telah dipaparkan di atas, selalu menuntut kita memberikan sesuatu bagi orang lain, entah itu nyawa, materi, tenaga, pikiran, perhatian, waktu, dan lain sebagainya. Tuhan mengajarkan kita untuk berkorban seperti pengorbanan Tuhan Yesus disalibkan dan mati demi kita yang berdosa.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita masih egois dan “terlalu” mementingkan diri sendiri serta hidup tanpa mau lagi bersosialisasi dengan sesama. Hebatnya lagi adalah, ada satu keluarga tidak kenal sama sekali dengan tetangga sebelah rumahnya, padahal mereka hanya dibatasi tembok bersama dan berada di lokasi yang sama.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, atas dasar apakah Yesus melakukan pengorbanan itu ? Apakah supaya menjadi populer dan dikenal oleh dunia, serta dianggap sebagai pahlawan yang berjasa? Sama seperti yang dilakukan oleh para pemimpin dunia masa kini? Jawabnya adalah tidak!
Lantas atas dasar apa? Alkitab memberi jawaban sebagai berikut: Pengorbanan-Nya dibangun atas dasar kasih (Yohanes 3:16). Dalam bahasa Yunani kata kasih yang dipakai adalah "Agape" yang berarti kasih yang tulus, tanpa pamrih, tanpa syarat, tidak ada motivasi yang terselubung, dan tidak ada udang di balik batu. Inilah ketulusan sebuah pengorbanan. Hendaknya kita meneladani Kristus dalam setiap tindakan dan pengorbanan kita untuk Tuhan. Alkitab memberitahukan, apa pun yang kamu lakukan, lakukanlah itu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
Pengorbanan-Nya dibangun atas dasar agar Bapa dimuliakan dan janji Allah digenapi melalui hidup-Nya. Seluruh pengorbanan dan pelayanan Yesus di dunia ini diarahkan pada satu tujuan yang jelas, yaitu Bapa dimuliakan dan genaplah janji Bapa tentang karya keselamatan bagi dunia ini. Dalam kitab Injil, Yesus melakukan banyak mukjizat. Yesus tidak pernah melakukan semuanya itu agar Dia dimuliakan atau disanjung tinggi oleh para pengagum-Nya, melainkan supaya Bapa-Nya dimuliakan (Yohanes 11:40).
Lantas, pengorbanan apa yang bisa kita berikan kepada Tuhan dan sesama manusia ? Sikap rela berkorban harus kita tanamkan juga terhadap anak-anak kita, agar kelak mereka memiliki bekal yang tidak asal jadi dan tetap teguh dalam menjalankan firman Tuhan. Apa yang bisa kuberikan untuk Tuhan ? Pertanyaan ini jangan jadi belenggu bagi diri kita sendiri untuk berkorban.
Jangan pernah berpikir bahwa yang dapat kita pesembahkan kepada Tuhan itu hanyalah berkaitan dengan harta, materi atau uang. Banyak hal yang dapat kita persembahkan kepada Tuhan sebagai wujud kasih kita kepadaNya. Roma 12 : 1 menuliskan “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Atas pemahaman dari firman ini, kita bisa memberikan hidup kita untuk Tuhan. Waktu, tenaga dan juga talenta yang kita miliki dapat kita persembahkan melalui pelayanan di gereja, di rumah atau di tempat kita bekerja. Amin.