Problem Perwujudan KSN Perkotaan Mebidangro

Oleh: Janpatar Simamora, SH., MH. Berdasarkan kebijakan tata ruang nasional, wilayah administratif Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan sebagian wilayah Kabupaten Karo telah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional (KSN). KSN itu sendiri adalah merupakan wilayah yang penataan ruangnya menjadi prioritas pengembangan secara nasional, baik dari sudut ekonomi, sosial, budaya maupun lingkungan dan aspek tertentu lainnya. Khusus untuk KSN Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (KSN Perkotaan Mebidangro) diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo.

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Perpres Nomor 62 Tahun 2011, bahwa yang termasuk dalam cakupan KSN Perkotaan Mebidangro adalah terdiri dari 52 Kecamatan dengan rincian sebagai berikut, pertama adalah seluruh wilayah Kota Medan yang mencakup 21 (dua puluh satu) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Amplas, Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Labuhan, Kecamatan Medan Marelan, dan Kecamatan Medan Belawan.

Kedua, seluruh wilayah Kota Binjai yang mencakup 5 (lima) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Binjai Utara, Kecamatan Binjai Kota, Kecamatan Binjai Timur, Kecamatan Binjai Barat, dan Kecamatan Binjai Selatan. Ketiga, seluruh wilayah Kabupaten Deli Serdang yang mencakup 22 (dua puluh dua) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan Sunggal, Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Namorambe, Kecamatan Deli Tua, Kecamatan Patumbak, Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Lubuk Pakam, Kecamatan Pagar Merbau, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Batang Kuis, Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Labuhan Deli, Kecamatan Beringin, Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu, Kecamatan Sibolangit, Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan Biru-biru, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir, Kecamatan Bangun Purba, dan Kecamatan Galang; dan keempat adalah sebagian wilayah Kabupaten Karo yang mencakup 4 (empat) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Dolat Rakyat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Berastagi, dan Kecamatan Barusjahe.

Dengan melihat peta wilayah sebagaimana ditentukan menjadi ruang lingkup KSN Perkotaan Mebidangro, maka secara garis besar dapat dipahami bahwa upaya pengembangan kawasan ini lebih ditekankan pada aspek perekonomian sebagai prioritas utama, di samping aspek penunjang lainnya. Hal ini sekaligus menunjukkan bagaimana sesungguhnya komitmen pemerintah pusat terhadap pengembangan kawasan perkotaan di wilayah Sumut guna lebih memaksimalkan potensi yang ada di daerah ini. Oleh sebab itu, maka kiranya menjadi kurang beralasan bila kemudian upaya pengembangan KSN Perkotaan Mebidangro tidak disikapi secara serius, khususnya oleh para pemangku kebijakan di daerah yang termasuk dalam cakupan KSN Perkotaan Mebidangro.

Sinyal Awal

Selain dari faktor kewilayahan, aspek lain yang dapat dijadikan sebagai sinyal awal bahwa pengembangan KSN Perkotaan Mebidangro lebih diarahkan pada upaya pengembangan aspek perekonomian di kawasan ini adalah dengan mencermati lebih jauh kebijakan penataan ruang KSN Perkotaan Mebidangro. Berdasarkan Perpres Nomor 62 Tahun 2011, telah ditegaskan bahwa kebijakan penataan ruang KSN Perkotaan Mebidangro meliputi: pertama, pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing secara internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand. Kedua, peningkatan akses pelayanan pusat-pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai pembentuk struktur ruang perkotaan dan penggerak utama pengembangan wilayah Sumatera bagian utara.

Ketiga, peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, serta prasarana perkotaan Kawasan Perkotaan Mebidangro yang merata dan terpadu secara internasional, nasional, dan regional. Keempat, peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara perkotaan dan perdesaan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kelima, peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas RTH dankawasan lindung lainnya di Kawasan Perkotaan Mebidangro. Keenam, peningkatan fungsi dan fasilitas pertahanan dan keamanan negara di Kawasan Perkotaan Mebidangro; dan ketujuh adalah peningkatan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi pembangunan Kawasan Perkotaan Mebidangro melalui kerja sama antardaerah, kemitraan pemangku kepentingan, dan penguatan peran masyarakat.

Kerumitan Tersendiri

Dengan mempedomani kebijakan penataan ruang dimaksud, maka semestinya penetapan KSN Perkotaan Mebidangro patut disambut positif dalam rangka mengakselerasi proses pembangunan di kawasan ini. Namun demikian bila kemudian bercermin pada realitas yang ada hingga saat ini bahwa upaya perwujudan KSN Perkotaan Mebidangro masih menghadapi sejumlah kerumitan tersendiri. Sekalipun Perpres Nomor 62 Tahun 2011 hingga saat ini telah mencapai usia 3 tahun (Perpres ini disahkan pada September 2011), namun belum menunjukkan tanda-tanda bahwa KSN Perkotaan Mebidangro akan segera terealisasi dengan baik. Hal ini tidak terlepas dari belum ditemukannya komitmen bersama para kepala daerah dalam kawasan ini untuk sesegera mungkin melakukan kerjasama, sebab tanpa adanya kerjasama antar daerah dalam wilayah ini, maka KSN Perkotaan Mebidangro tidak akan mungkin terealisasi dengan baik.

Semestinya, Perpres Nomor 62 Tahun 2011 ini dijadikan sebagai "jembatan penghubung" antar daerah bagi wilayah yang termasuk dalam kawasan KSN Perkotaan Mebidangro guna melakukan kerjasama secara kontinu dalam rangka mengatasi berbagai problem yang ada. Baik Kota Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo sama-sama menghadapi problem tersendiri yang kemungkinan besar proses penyelesaiannya membutuhkan dukungan serta sokongan daerah lain dalam KSN Perkotaan Mebidangro. Sebut saja misalnya upaya mengurai kemacetan sepanjang jalur Medan-Binjai, hal ini kemungkinan besar akan lebih mudah diatasi bila kedua daerah menjalin kerjasama secara kontinu. Demikian juga dengan Deli Serdang dan Karo tentu sangat membutuhkan Kota Medan dan Binjai dalam pengembangan aspek-aspek tertentu seperti pariwisata dan aspek lainnya.

Oleh sebab itu, maka dibutuhkan kesadaran mumpuni bagi seluruh stakeholder yang ada dalam KSN Perkotaan Mebidangro bahwa sesungguhnya antara satu dengan lainnya saling membutuhkan dan perlu untuk saling mendukung dalam rangka mengurai persoalan yang ada di daerah masing-masing serta demi kemajuan kawasan ini nantinya, khususnya dalam upaya perealisasian KSN Perkotaan Mebidangro. Sepanjang ego masing-masing daerah masih tumbuh subur, maka sepanjang itu pula upaya perwujudan KSN Perkotaan Mebidangro akan menghadapi problem mendasar yang pada akhirnya akan merugikan kawasan itu sendiri.***

* Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan; Dewan Pendiri Lembaga Pemberdayaan Media dan Komunikasi (LAPiK).

()

Baca Juga

Rekomendasi