Oleh: M Arif Suhada. Kehadiran internet merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi yang telah menjadi bagian dari kehidupan manusia di era globalisasi ini. Hal ini bisa dibuktikan dengan semakin banyaknya pengguna internet di dunia.
International Telecommunication Union (ITU) selaku badan telekomunikasi PBB memprediksi, hingga akhir 2014, pengguna internet di seluruh dunia akan mencapai 3 miliar jiwa. Itu artinya, jumlah tersebut sama dengan 40 persen dari keseluruhan manusia di Bumi. Sementara di sepanjang 2013, pengguna internet di seluruh dunia telah mencapai 2,4 miliar jiwa.
Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak, menempati peringkat ke-8 di dunia dengan total pengguna mencapai 82 juta jiwa (data Kominfo). Direktur Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo, Septriana Tangkary menyatakan, 80 persen dari jumlah pengguna internet di Indonesia didominasi oleh remaja berusia 15-19 tahun (okezone.com).
Dari pernyataan itu jelaslah bahwa internet dalam kehidupan remaja bukanlah hal baru. Para remaja yang umumnya pelajar dan mahasiswa ini sudah banyak yang melek teknologi sehingga mampu menggunakan fasilitas teknologi yang ada untuk keperluan mereka
Sebenarnya tidak masalah dan sangat dianjurkan bagi remaja untuk mengenal internet dan menggunakan segala fasilitas kemudahannya, dengan catatan pengunaan internet harus benar-benar difungsikan dengan tepat, yakni sebagai media pembelajaran untuk mencari informasi yang bermanfaat dalam rangka menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan.
Yang menjadi persoalan adalah banyaknya kalangan remaja saat ini justru menggunakan fasilitas internet kepada hal-hal yang sifatnya candu, tak bernilai edukatif, dan malahan berdampak negatif bagi perkembangan remaja itu sendiri. Apalagi kemajuan teknologi internet yang kian waktu melahirkan produk-produk barunya yang membuat manusia semakin terlena dan tergantung dengan internet.
Fenomena 'game online'
Bila selama ini internet yang kita tahu hanya untuk sekadar browsing, chating, mengirim email, Facebook atau Twitter, di mana hal itu saja sudah menimbulkan efek kecanduan dan berdampak negatif khususnya bagi remaja yang tak mampu mempergunakannya dengan bijak apalagi saat ini kemajuan teknologi internet telah menciptakan inovasi bagi para penggunanya untuk dapat bermain game digital yang didesain secara online atau singkatnya game online.
Adanya game online ini menjadi fenomena baru yang marak disambut antusias oleh para remaja yang sangat doyan menghabiskan waktunya ber-internet-ria. Kita bisa melihat dari menjamurnya warnet-warnet yang dipenuhi oleh kaum remaja dan anak-anak yang tengah asyik bermain game online.
Beberapa game online seperti Point Blank, Lost Saga, Audition Ayodance, Dota, Dragon Nest serta game online lainnya baik yang terdapat di perangkat komputer maupun yang versi mobile terlihat menciptakan permainan yang sangat seru, ditambah lagi dengan tampilan desain teknologi yang semakin canggih.
Para pengguna yang umumnya kaum remaja ini pun bisa dengan mudah hanyut terbawa suasana keseruan yang menjurus pada rasa candu akan game online yang dimainkan. Oleh karena rasa candu dan ketagihan yang tinggi tersebut sehingga tak peduli berapa banyak uang dihabiskan, berapa lama waktu yang dipakai, rasa candu yang kerap ditimbulkan dari setiap game online tersebut selalu menjadi alasan bagi para pengguna untuk kembali, dan kembali terus memainkannya.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kaum remaja sekarang menghabiskan waktunya lebih banyak untuk bermain permainan komputer game online dibandingkan 5 tahun lalu. Ini sejalan dengan pernyataan Direktur Pusat Riset Young and Well, Australia, Profesor Jane Burns “Pada 2008 lalu, anak-anak remaja menghabiskan waktu 1,9 jam untuk bermain game online. Dan sekarang waktu yang mereka habiskan untuk bermain game online menlonjak menjadi rata-rata 2,5 jam per hari” (detik.com).
Saat ini pengguna game online di Indonesia telah mencapai 25 juta, rata-rata penggunanya adalah kaum remaja dan anak-anak, diprediksikan tiap tahun terus meningkat. Maka ini akan menjadi kekhawatiran tersendiri manakala akan banyak remaja dan anak-anak Indonesia yang lebih memilih menghabiskan waktu untuk bermain game online ketimbang untuk belajar dan membekali diri dengan berbagai ilmu pengetahuan.
Lebih daripada itu kebiasaan bermain game online ini juga dapat mengakibatkan perubahan diri pada si remaja atau si anak tersebut ke arah perilaku negatif seperti menjadi lupa waktu, pemalas, berbohong, boros dan sebagainya.
Penutup
Ada kalimat bijak mengatakan, ”Setiap teknologi memiliki risiko yang dapat menghancurkan kehidupan. Tapi kita juga memerlukan teknologi tersebut untuk membangun kehidupan yang lebih baik”.
Maka itu, kehadiran internet beserta segala fasilitas yang diberikannya harus disikapi laksana dua sisi mata pisau. Di satu sisi internet bisa memberikan kemudahan bagi manusia, namun di sisi lain juga dapat berpengaruh negatif bagi penggunanya.
Khususnya para remaja sebagai generasi penerus bangsa, seharusnya bisa memanfaatkan segala bentuk kemajuan teknologi seperti internet ini dengan bijak dan sebaik-baiknya. Bukan sebaliknya, terlena dengan kemudahan teknologi dan terhanyut ke jurang kehancuran. Layaknya dua sisi mata pisau, tergantung dari sisi mana kita akan menggunakannya, kepada hal positif atau negatif.
Satu pesan dari penulis, jangan sampai kita diperbudak oleh produk teknologi yang justru membuat kita terperosok jauh ke lembah kebodohan. Karena sejatinya teknologi diciptakan untuk mempermudah, bukan memperbodoh.
* November 2014
* Penulis, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN-SU