Memahami Potensi Sambaran Petir di Sumut

Oleh: Indah Fajerianti. Berdasarkan analisa dan prediksi dina­mika atmosfer dan laut di Indonesia, Ba­dan Meteorologi Klimato­logi dan Geo­fisika (BMKG) telah merilis prakiraan bahwa puncak musim hujan 2015 terjadi pada bulan Januari dan Februari. Puncak curah hujan 2014/2015 ini diindikasikan berlangsung normal di seluruh wilayah Indonesia, meskipun begitu, BMKG tetap menghimbau agar semua lapisan masya­rakat mempersiap­kan diri, terutama terhadap berbagai ben­cana alam yang kerap kali muncul saat musim penghujan.

Tidak hanya banjir, berbagai bencana alam lain juga kerap menyapa pada musim penghujan ini. Selain tanah longsor, cuaca buruk penerbangan dan pelayaran pun turut ambil bagian. Tak hanya itu, sam­baran petir saat musim penghujan pun tak dapat dikesampingkan akibat buruk yang ditimbulkannya. Mengapa tidak, statistik menyatakan bahwa pada musim penghujan di Amerika Serikat petir membunuh sekitar 200 orang dan melukai sekitar 550 orang pertahunnya. Tidak hanya di luar negeri, di Indonesia pun sela­lu saja ada korban jiwa dan harta aki­bat sambaran petir. Tulisan ini bertu­juan untuk memaparkan tentang apa itu petir, bagaimana tindakan proteksi ter­ha­dap sambaran petir, dan bagaimana po­tensi sambaran petir di Sumatera Utara dan sekitarnya. Pengetahuan masyarakat akan potensi dan proteksi bencana alam seperti sambaran petir ini dapat menjadi suatu tindakan preventif guna memini­ma­lisasi kerugian yang dapat ditimbul­kan.

Pengertian Petir

Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak begitu strategis di antara Benua Asia dan Benua Australia, dan di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia juga dilalui garis kha­tulistiwa yang membujur sepanjang barat hingga timur. Kestrategisan ini membuat Indonesia begitu kompleks dalam hal hidrometeorologis. Indonesia yang berada di daerah tropis dan dike­lilingi lautan ini pula yang membuat Indonesia memiliki kepadatan sambaran petir yang tinggi, bahkan mencapai 15 kali sambaran per kilometer persegi pertahunnya.

Petir adalah fenomena alam yang se­ring timbul bersama dengan awan Cumu­lonuimbus (Cb) atau yang biasa disebut sebagai awan pembentuk hujan. Petir ter­bentuk karena adanya lompatan listrik pada awan yang bermuatan listrik positif (+) dan sebagian awan yang bermuatan negatif (-), antara awan dan udara. Petir dapat juga terjadi karena adanya interaksi antara bumi yang bermuatan negatif (-) dengan awan yang bermuatan positif (+). Pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya ini dilakukan untuk mencapai keseimbangan karena adanya perbedaan potensial antarkedua­nya. Pada proses pembuangan muatan ini, udara adalah media yang dilalui elektron. Saat elektron menembus ambang batas isolasi, maka akan timbul ledakan suara atau yang dikenal sebagai guntur. Suara guntur selalu terdengar sesaat setelah kilat, ini dikarenakan cepat rambat cahaya yang lebih cepat daripada cepat rambat udara, meskipun keduanya berasal dari lompatan listrik yang sama dan pada saat yang bersamaan pula. Petir dapat terjadi pada siang maupun malam hari. Namun, petir yang terjadi saat siang hari cenderung tidak terlihat karena tersamarkan oleh spektrum warna sinar matahari.

Berdasarkan proses terjadinya, petir terbagi atas empat jenis. Petir-petir terse­but adalah petir intracloud (IC) yaitu petir yang terjadi di dalam awan itu sen­diri, lalu petir cloud to cloud (CC) yaitu petir yang terjadi antar awan, lalu petir cloud to air (CA) yaitu petir yang terjadi antara awan dan udara, dan yang terakhir adalah petir cloud to ground (CG) yaitu petir yang terjadi antar awan dan permukaan tanah. Petir dengan tipe cloud to ground ini adalah tipe yang paling membahayakan karena dapat bersentuhan langsung dengan manusia di bumi. Perlu diingat bahwa sambaran petir tidak hanya menyerang bumi dan manusia, tetapi juga terhadap bangunan dan alat elektronik.

Meskipun arus petir hanya terjadi sesaat atau sekitar 200 mikrodetik, sambaran petir begitu membahayakan. Besarnya tegangan listrik yang terkan­dung dalam satu kali sambaran petir bah­kan mencapai 200.000 ampere. Ini setara dengan kuat arus yang dibutuhkan untuk menyalakan 500 ribu bola lampu ukuran 100 watt. Di seluruh dunia terjadi sekitar empatbelas juta petir per tahun atau sekitar empatpuluh ribu petir per hari. Petir-petir ini terjadi terutama di musim hujan dengan intensitas hujan yang tinggi.

Jika seseorang disambar petir, 50 persen kemungkinan akan berakibat fatal. Biasanya petir menyambar kepala atau salah satu telinga. Setelah itu petir me­nyerang lagi kulit tubuh manusia sedalam beberapa centimeter hingga terbakar. Ini terjadi karena petir merupa­kan arus listrik yang terjadi sangat tiba-tiba dan melalui permukaan benda konduktor seperti daging. Petir bisa saja menyebabkan serangan jantung, kebu­taan, tuli semen­tara maupun permanen, rusaknya saraf bahkan kematian.

Tempat Beresiko

Tempat yang beresiko tersambar petir adalah gedung-gedung tinggi, daerah yang lapang dan luas, perbukitan, lereng, dan pedesaan. Karena kepadatan pendu­duk yang relatif merata, potensi sambaran petir di perkotaan pun relatif kecil. Karena air merupakan penghantar arus listrik yang baik, daerah yang mengandung banyak air pun menjadi tempat sambaran petir yang mumpuni, seperti kolam renang, sungai, danau, maupun lautan. Jika sebuah bangunan tersambar petir, arus listrik akan mencari jalan yang ber­sifat konduktif, seperti di sekitar sisi luar atau tepi luar bangunan, misalnya antena pipa saluran air dan pembuangan. Sese­orang yang sedang mandi, memakai tel­pon, mencuci tangan atau memegang pipa logam secara langsung maupun tidak ke­mungkinan dapat tersambar petir. Pera­latan dari listrik juga bisa rusak oleh arus puncak yang besar atau oleh ge­lom­bang getar elektromagnetik. Pepo­honan pun tempat beresiko terhadap sam­baran petir. Jika pohon tersambar petir maka cairan dalam batang atau cabang pohon akan kering dan seketika menim­bulkan teka­nan yang sangat kuat sehingga bisa terjadi ledakan. Jika arus petir mengalir di bawah kulit pohon ke tanah, kulit pohon terke­lupas dan pohon tercabik, namun pohon masih dapat tumbuh. Jika petir menjalar sampai pusat batang pohon, ini dapat menyebabkan pohon layu bahkan mati. Ranting, dahan, dan batang pun dapat jatuh seketika dan mengenai manusia.

Tindakan Proteksi

Jika ada persoalan, maka harus ada solu­si. Begitu pula dengan kasus samba­ran petir ini. Tentunya dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh samba­ran petir dapat diminimalisasi dengan ber­­bagai cara. Hal paling mendasar adalah proteksi terhadap diri, misalnya, meng­hentikan kegiatan bermain di lapangan, memancing, berenang, berkomunikasi dengan telepon kabel, atau memperbaiki peralatan listrik saat terjadi hujan yang disertai petir. Jika sedang berada di luar ruangan, masuk dan berlindunglah ke da­lam gedung atau mobil terdekat. Ge­dung dan mobil memang dirancang anti petir dengan modelnya yang tertutup, begitu pula dengan pesawat. Namun, ini berbeda dengan sepeda motor atau kapal layar. Jika terjadi hujan yang disertai petir dan Anda sedang berkendara, berlindunglah dulu ke tempat yang aman dan terlindungi.

Jika sedang berlayar, jauhi tiang pe­nyangga layar karena dapat menjadi me­dia penghantar arus petir. Jika be­rada di ruang terbuka dan rambut pada kepala atau leher mulai berdiri, masuk­lah segera ke dalam gedung terdekat. Jika tidak ada tempat berlindung, tindakan proteksi paling tepat adalah dengan berjongkok serendah mungkin dengan lutut ditekuk dan posisi kaki pada tanah, jangan tiarap atau ber­baring.

Kegiatan proteksi yang paling umum dilakukan adalah dengan pe­masangan alat penangkal petir pada rumah maupun bangunan-bangunan tinggi. Alat penangkal petir ini mema­kai prinsip penyaluran arus petir yang menyerang rumah yang dihubungkan dengan pembumian. Jika sedang ber­ada dalam rumah atau bangunan lain­nya, hindari posisi yang dekat dengan kontak listrik, pastikan pula kabel telepon, televisi maupun peralatan elek­tronik lainnya tidak terhubung dengan arus listrik ketika terjadi hujan yang berpotensi petir. Jauhi pipa salu­ran air yang bermuatan logam, dan pakailah sandal karet untuk memi­sah­kan diri dari kontak langsung terhadap tanah.

Potensi Sambaran Petir di Wilayah Sumut Sekitarnya

BMKG selaku badan yang memiliki tupoksi dalam hal melakukan peng­ama­tan petir dan kelistrikan udara di Indonesia memonitoring fenomena ini secara manual dengan pengamatan sy­noptic dan secara khusus dengan alat Lightening Detector serta Lightening Counter yang terpasang di Unit Pe­laksana Teknis (UPT) BMKG di selu­ruh Indonesia. Untuk wilayah Suma­tera Utara dan sekitarnya, Lightening Detector dan Lightening Counter ter­pasang di Stasiun Geofisika Tuntu­ngan dan Stasiun Geofisika Parapat, sedangkan pengamatan manual secara synoptic dilaksanakan oleh semua UPT BMKG, seperti Balai Besar MK­G Wilayah I Medan, Stasiun Geofisika Tuntungan, Stasiun Geofisika Parapat, Stasiun Klimatologi Sampali, Stasiun Meteorologi Maritim Belawan, Sta­siun Meteorologi Kualanamu, Stasiun Meteorologi Aekgodang, Stasiun Me­teorologi Sibolga, dan Stasiun Mete­orologi Binaka.

Selama tahun 2014, tercatat bahwa sambaran petir di wilayah Sumatera Utara sebanyak 160 hari guruh. Jika ini dikonversi ke dalam skala Iso Ke­raunik Level, maka banyaknya hari gu­ruh di Sumatera Utara sekitar 43 per­sen dan masuk dalam kategori sedang.

Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa petir terbentuk beriringan dengan awan Cumulonimbus dan potensi sambarannya akan semakin tinggi seiring tingginya curah hujan, maka diperkirakan tingkat potensi sambaran petir ini pun akan semakin besar seiring puncak musim penghujan pada Januari dan Februari 2015 mendatang.

Akhirnya, dengan adanya informasi tentang petir, proteksi, dan potensi sam­barannya ini, masyarakat Sumate­ra Utara dan sekitarnya diharapkan mampu memahami ancaman dan resi­ko bahaya yang dapat ditimbulkan. Ke­depannya masyarakat pun dapat melakukan tindakan antisipasi dan proteksi yang tepat saat terjadi sam­baran petir guna meminimalisasi segala dampak buruk yang bisa saja terjadi. ***

()

Baca Juga

Rekomendasi