Oleh: Muhammad Hisyamsyah Dani
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab (33): 21 )
Empat belas abad yang lalu di saat manusia berada dalam kegelimangan zaman kebodohan yang dikenal dengan republik jahiliyah, lahirlah seorang panutan yang menjadi sumber contoh pribadi yang mencerminkan manifestasi kebaikan dan kebagusan moral manusia. Dialah Rasulullah SAW, Muhammad bin Abdullah, yang kelahirannya bukan hanya akan menghantarkan keselamatan umat manusia, akan tetapi berdampak luas bagi kesejahteraan seluruh jagat alam.
Rasulullah SAW adalah manusia terbaik yang sempurna akhlak dan kepribadiannya. Sejarah mencatat tak ada seorang manusia pun yang memiliki akhlak seindah dan sebaik Rasulullah SAW. Sebab itu pula Allah memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk menjadikan beliau sebagai satu-satunya teladan bagi segenap umat manusia dalam upaya menyelenggarakan kehidupan di dunia yang baik dan dirahmati Allah Swt. Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat Al-Qur’an diatas, perilaku Rasulullah SAW adalah suri tauladan bagi para pengikutnya. Keberadaan beliau bagaikan sebuah sumber atau titik pusat semua tindakan & hukum.
Berkenaan mengenai indahnya akhlak Rasulullah SAW, banyak sahabat dan bahkan para musuh beliau memuji ketinggian moral yang dijunjung beliau selama menjadi Rasul sesudah maupun sebelum beliau diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul. Salah satu bukti yang mencerminkan keluhuran Rasulullah adalah di saat beliau dianugerahi gelar Al- Amin oleh kaumnya ( Quraisy ). Yaitu gelar kehormatan yang ditujukan kepada orang yang dapat dipercaya dalam segala hal. Pemberian gelar ini yang mengantarkan bukti nyata akan kesempurnaan akhlak Rasulullah SAW. Maka tepatlah apa yang pernah dikatakan Aisyah ra . istri beliau, ketika pada suatu kesempatan ia ditanya oleh salah seorang sahabat perihal akhlak yang dimiliki Rasulullah SAW, maka ia menjawab : Bahwa akhlak Rasulullah adalah AL-Qur’an. ( HR. Bukhari- Muslim).
Pengakuan akan mulianya dan luhurnya budi pekerti Rasulullah tidak hanya diakui oleh manusia pada umumnya, namun Allah sendiri pun mengakui keluhuran akhlak utusanNya, bahkan Dia memberikan pujian kepada Nabi. Allah berfirman : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. ( QS. AL-Qalam : 4). Belum pernah ada seorang pun yang mendapat sanjungan dari Sang Pencipta serupa ini. Sepantasnyalah menjadikan sosok Rasulullah sebagai figur yang menjadi tolak ukur kesesuaian dalam hal menjadi pribadi muslim yang benar-benar berjalan di atas koridor agama yang bernuansa akhlak yang mulia. Tentang betapa indah dan luhurnya budi pekerti Rasulullah ini, Imam Al- Ghazali dalam bukunya Ihya ‘Ulumuddin sebagaimana yang dikutip oleh Al-‘Allamah Abdullah bin Husain bin Thahir, memaparkan : Rasulullah SAW, adalah orang yang paling penyantun diantara semua manusia, pemberani, adil, pemaaf, yang tangannya tidak disentuh oleh wanita, kecuali orang yang beliau nikahi atau mahram-mahram beliau.
Tatkala kita berbicara mengenai kualitas keluhuran budi dari Sang pemilik Uswatun Hasanah, maka sebenarnya kita sebagai manusia dapat menyemai nilai-nilai tersebut guna mencapai insan kamil nan sejahtera. Lebih mendalam mengenai akhlak beliau, berikut adalah beberapa ‘buah tangan’ yang dipersembahkan dari sang terkasih. Rasulullah bersifat lemah lembut. Sifat kelemah lembutan Rasulullah bukan hanya ditunjukkan kepada para sahabat dan kaum muslimin, namun, terhadap musuhnya sekalipun beliau mampu berbuat yang sedemikian mulia. Halus dan berlemah lembut adalah ciri akhlak Rasulullah yang patut kita tiru dan teladani, sebab ia adalah senjata yang ampuh untuk melumpuhkan kekerasan dan kesombongan yang dapat mengantarkan kepada kesengsaraan. Hal inilah yang rasanya hilang dari manusia saat ini. Pepatah Jawa mengingatkan: “Surodiri jaya ningrat lebur dining pangestuti” (kekerasan akan dapat terkalahkan dengan kelembutan ).
Sabar adalah salah satu percikan uswatun hasanah yang sebenarnya mudah namun terkadang aplikasinya dalam bermasyarakat memerlukan perjuangan bahkan terkadang tak sedikit manusia yang seakan kehilangan rasa kesabarannya dalam melakukan berbagai kegiatan. Sejarah mencatat Rasulullah SAW adalah kualitas pribadi penyabar yang sangat luar biasa dalam menghadapi berbagai rintangan dakwah ketauhidan maupun sabar dalam menjalani berbagai riak-riak kehidupannya. Allah Swt selalu memuji kualitas manusia manakala sifat sabar menjadi salah satu pemenuhan kualitas batiniyah yang bukan hanya dapat rahmat Allah tetapi keuntungan besar akan didapat tatkala sabar menjadi bingkai kehidupan. Dalam firman Allah dalam QS.Al-Baqarah ayat 153 : “Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar”. Sabar menjadi indikator kualitas amal seseorang, manakala sabar dijadikan nuansa diri bukan tak mungkin derajat insan kamil dari semaian uswatun hasanah Rasulullah akan kita peroleh.
Sifat mulia lain yang menghiasi Rasulullah adalah pemaaf. Betapapun besar perlakuan kasar yang diterima beliau, cemoohan bahkan perbuatan buruk dari kaum yang enggan dalam mengikuti dakwah Rasul. Hati dan jiwa yang bersih dari dendam yang dimiliki Rasulullah melenyapkan sikap yang ingin membalas dendam kepada para kaumnya yang ingkar dan melukainya, bahkan Rasulullah pernah ditawari oleh malaikat penjaga gunung Uhud di kota Mekah untuk membinasakan para kaum yang enggan menerima dakwah kerasulan beliau, namun kata suci yang terucap dari mulut beliau adalah mendoakan agar kiranya Allah mengeluarkan keturunan yang baik dari mereka agar beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya. Disinilah dapat kita lihat betapa mulianya kualitas pribadi Rasulullah, bukan tak mungkin jika pada waktu itu beliau tidak memilki jiwa pemaaf kaum yang ada pada saat itu akan binasa karena enggan mengikutinya.
Lantas Rasul hanya mengharapkan Allah akan menggantikan mereka dengan keturunan yang lebih baik untuk mengabdi kepadaNya. Inilah insan mulia yang diturunkan Allah dengan akhlak mulia dan sempurna sebagai figur terbaik teladan seluruh alam.
Sikap terakhir yang harus kita miliki dalam bermasyarakat dan bermuamalah adalah Rendah Hati. Rasulullah meskipun sosok pemimpin umat, manusia hebat manusia sempurna pilihan dan kekasih Allah. Namun demikian beliau tidak pernah menafikan sifat kemanusiaannya yang biasa berlaku salah dan lupa, sehingga beliau pun pernah bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya aku hanyalah manusia. Setiap muslim yang aku caci maki, aku kutuk atau aku pukul, maka jadikanlah itu sebagai zakat dan rahmat baginya”. (HR.Bukhari-Muslim). Sungguh Rasul adalah orang yang sangat tawadhu’ (rendah hati) terhadap siapapun. Kerendahan hati Rasulullah terpancar secara jelas sepanjang periode kenabian beliau. Kerendahan hati sebagai seorang makhluk merupakan sifat baik pada siapapun, baik beriman maupun tidak. Mereka golongan manusia yang dapat menjelajahi alam semesta ini sebagai ahli astronomi, fisikawan, maupun antariksawan, sering kali melaporkan rasa kerendahan hati akan kebesaran Sang Ilahi. Sikap berendah hati tidak hanya menjadikan insan lebih dicintai sesama, namun juga menangkal dua bentuk kebanggaan lain yang kadarnya lebih rendah, tetapi lebih sering ditemukan: sombong dan sikap sok berkuasa.
Itulah secercah moral mulia Rasul yang selayaknya implikasi tersebut berguna dalam hidup kita. Meskipun Rasulullah telah wafat dan meninggalkan kita dengan cendramata yang begitu besar bagi umat manusia, ditambah kita tak dapat melihat wajah beliau, namun esensi dari keluhuran pribadi beliau yang senantiasa meneduhkan dan membimbing umat dalam perkembangan zaman haruslah kita patrikan dan aplikasikan guna meraih insan mulia.
Semoga kiranya suatu saat kelak kita akan mendapati wajah beliau tersenyum melihat umat yang walaupun belum pernah melihat dirinya namun risalah dan pengabdian kepada Rasul tercinta dapat menghantarkan kita berdampingan dengan tokoh yang menjadi pancaran nur alam raya ini. Wallahu A’lam
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Syari’ah Jurusan Siyasah( Hukum tatanegara Islam Semester I UIN SU Medan dan Kru LPM Dinamika UIN SU Medan