Pasien RSK Sicanang Terlantar

Oleh: Iqbal Nasution

Sengatan matahari siang itu, membuat warga enggan keluar rumah. Tiba-tiba, suara bising dari Rumah Sakit Kusta Sicanang memecah kesunyian. Kesunyian terusik, karena ulah pencuri yang sedang membongkar atap salah satu ruang rawat inap Rumah Sakit Kusta (RSK) Sicanang. Suara hingar-bingar atap yang terbuat dari alumanium ini, mengundang perhatian seorang mantan penderita kusta, Rahmat Saleh yang menetap di pemondokan di luar area rumah sakit. Spontan, lahan seluas 13 hektar yang awalnya sepi, bagaikan kuburan menjadi riuh, dengan kehadiran sejumlah pegawai RSK Sicanang dan warga pemondokan lainnya.

Sembari memegang balok, seorang pegawai rumah sakit berlari menuju ruang rawat inap itu. Alih-alih, upaya ini tak berhasil menjerat pencuri yang menyungkil lembaran alumanium dari pakunya. "Pencurinya sudah melarikan diri," ujarnya.

Menurut Rahmat Saleh, pencurian di RSK Sicanang, bukan yang pertama kali, namun kerap terjadi. Warga pemondokan dan pihak RSK Sicanang pun, berulang kali melaporkan kepada polisi, terkait aksi pencurian di rumah sakit yang kini tak berpenghuni lagi, tapi dianggap 'angin lalu' saja.

Sistuasi ini, menyebabkan penyamun dengan leluasa melakukan aksinya. Sejak peralihan pananganannya, sudah banyak aset rumah sakit yang berdiri pada 1914 ini, dijarah.

"Aset yang hilang dicuri itu, mulai dari tempat tidur opname, pintu dan kusen jendela, bahkan tiang penyangga bangunan yang terbuat dari kayu. Dilaporkan ke polisi, tak ditanggapi, tapi kalau dibiarkan, sakit hati juga, kita menengoknya," cetusnya.

Mulai berdirinya, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) RSK Sicanang ditangani Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut). Selanjutnya, pada awal Januari 2014, penanganannya dialihkan kepada Dinas Sosial Sumut. Sejak peralihan itu, rumah sakit yang dibangun di atas lahan milik Cong Afie ini, tak lagi dihuni pasien rawat inap.

Pascaperalihan itu, pula kondisi RSK Sicanang, bagaikan 'rumah hantu'. Rumput-rumput ilalang pun, mulai menjamur, seperti kebun yang tak dirawat. Sekarang ini, mantan dan penderita kusta serta keluarga mereka, berjumlah sekira 356 orang.

Mereka masih bermukim di pemondokan yang dibangun RSK Sicanang. Meski demikian, ada juga mantan penderita kusta yang membangun rumah sendiri di sekitar lokasi pemondokan. Bagi mereka diperbolehkan membangun rumah pribadi, namun tanahnya tetap dikelola RSK Sicanang.

Banyak dari mereka tak mau kembali ke kampung halamannya. Hal itu, terkait diskriminasi dan stigma, sehingga masyarakat tak mau menerima mereka. Perlakuan diskrimintif ini, yang dialami mereka, sebagai orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).

Stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK itu, yang berkembang di tengah-tengah masyarakat kita. Tatapan jijik dan penuh hina, kerap dihadapinya dengan sabar dan berjiwa besar. Berbagai macam umpatan pun, sering terngiang di kupingnya. Padahal kusta bukan penyakit kutukan, turunan dan menular, seperti anggapan masyarakat selama ini.

Bertepatan hari kusta sedunia pada 25 Januari, kini tak ada lagi peringatan maupun perayaan di RSK Sicanang.

"Dulu, momentum itu, selalu diperingati setiap tahunnya. Momentum ini, untuk mengingatkan kita, bahwa OPYMK memerlukan perhatian seluruh masyarakat," kenang pria yang kini berusia 73 tahun ini.

Kahadirannya di RSK Sicanang, sejak 1960. Dari masa lajangnya, hingga kini telah beranak-cucu, dilaluinya di pemondokan RSK Sicanang. Selain itu, tak satupun dari keturunannya yang menderita kusta. Hal ini, tentunya membantah stigma yang menyebutkan, kusta penyakit turunan.

Pemondokan itu, juga menjadi 'saksi bisu' pertemuannya dengan istrinya. Rasa senasib dan sepenanggungan, telah menyatukan cintanya dengan istrinya, yang juga penderita kusta.

"Banyak pasien di sini, akhirnya menikah dengan sesama penderita kusta," tandas pria berjanggut panjang yang sudah memutih.

Seiring perjalanan waktu, pria asal Jalan Sei Wampu Medan ini, sudah pulih dari penyakitnya, bahkan berkembang biak di lokasi pemondokan. Usianya yang renta, kini dia menjalani sisa hidupnya bersama keluarganya, OPYMK dan penderita kusta lainnya di pemondokan. Kondisi itulah, penyebab mereka menjadi tanggung-jawab Dinas Sosial Sumut.

Selain Rahmat Saleh, masih ada juga penderita kusta yang menetap di pemondokan. Salah seorang di antaranya, Sugiyo. Pria asal Kabupaten Kisaran itu, mulai dirawat sejak 1990, hingga saat ini.

Sugiyo mulai dirawat di RSK Sicanang sejak masih lajang, hingga saat ini. Pria kelahiran tahun 1960 itu, pernah menikah dengan sesama penderita kusta. Disayangkan, sang istri lebih dulu menghadap Ilahi.

Sekarang ini, sehari-harinya dilalui dengan membuka kios kecil-kecilan di pemondokannya. Dari hasil dagangannya itu, dia berupaya menyekolahkan anaknya dan membeli obat kusta.

"Selama ini, kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari ditanggung pemerintah setiap bulannya. Bantuan makanan itu, berupa beras, lauk-pauk, gula dan kebutuhan pokok lainnya, tapi untuk obat-obatan tak lagi diperolehnya," akunya.

Obat-obatan berupa perban, salap dan obat makan sangat penting bagi kami yang masih menderita kusta. Mirisnya lagi, bukan hanya dia yang membutuhkan bantuan medis, tapi masih ada penderita kusta lainnya yang terlantar di pemondokan RSK Sicanang.

Untuk memperoleh obat-obatan ini, mereka terpaksa mencari uang sendiri. Berdasarkan kondisi itu, mereka yang kini terabaikan, sehingga harus turun ke jalan menjadi pengemis. Dari hasil rezeki yang mengharapkan belas kasih orang lain, mereka baru bisa membeli obat-obatan.

Selain itu, pemondokan merupakan lokasi yang rawan banjir. Apalagi, saat pasang perdani dan air rob. Akibatnya, pemondokan mereka digenangi air, sehingga menambah deritanya, sebab penderita kusta di kedua kakinya ini, terasa nyeri. Menghadapi kondisi itu, dia selalu pasrah.

"Air yang masuk ke dalam pondoknya, terpaksa dibiarkan kering dengan sendirinya. Apa boleh buat, memang tempat kami di sini dan tak pernah dipindahkan ke tempat yang lebih baik lagi," keluh duda beranak satu ini.

Sugiyo menampik, mitos kusta yang merupakan penyakit turunan. Menurutnya, kedua orang-tuanya, bahkan kakek dan neneknya tak pernah mengindap penyakit ini. Selanjutnya, dari 11 bersaudara, hanya dia yang mengindap kusta. Selain itu, putri semata wayangnya pun tak mengindap kusta.

Sugiyo tak habis pikir, kenapa tidak ada lagi bantuan pengobatan, padahal tak banyak yang diharapkannya dan pasien pemondokan lainnya. Mereka berharap, kepada pemerintah, agar membuka kembali pengobatan penyakit kusta di RSK Sicanang, tandasnya.

Seorang PNS RSK Sicanang yang tak mau disebutkan namanya, membenarkan. Saat ini, RSK Sicanang sudah beralih ke Dinsos Sumut. Dengan begitu, dinsos tidak lagi mengadakan pengobatan, tapi pendidikan keterampilan, padahal dulu, RSK Sicanang merupakan RSK tertua dan terbesar di Pulau Sumatera.

Program pendidikan keterampilan, rencananya mulai dilaksanakan pada tahun ini. Transisi itu, dari Dinkes kepada Dinsos Sumut, hanya menyisakan 62 PNS dan OPYMK. Semua peralatan medis yang ada di RSK Sicanang pun telah diangkut Dinkes Sumut. Terutama mesin pembuatan kaki palsu. Sekarang ini, barang-barang tersisa hanya peralatan medis rongsokan. Anehnya lagi, barang rongsokan itu, pun sudah banyak disikat pencuri.

Dinsos Sumut hanya menyediakan kebutuhan makanan sehari-hari dan keterampilan bagi OPYMK. Pelatihan keterampilan itu, nantinya berupa, kursus menjahit dan kerjinan tangan lainnya. Nantinya, produk yang dihasilkan OPYMK ini, dipasarkan PNS RSK Sicanang ke pasar-pasar. Nyatanya belum pernah digelar sekalipun, pelatihan keterampilan. Dengan alasan anggaran dari pemerintah yang belum diturunkan.

Mirisnya lagi, dengan ditiadakannya pengobatan kusta, tentu bisa berbahaya bagi masyarakat, karena penyakit itu, dapat menular. Terutama bagi anak-anak usia balita, tandasnya.

Sumut kini memiliki empat rumah sakit kusta (RSK), yakni RSK Sicanang, Lau Simomo, Hutasalem dan Belidaan. Dari keempatnya, kini RSK Sicanang yang paling sedikit pasiennya, sehingga terabaikan. Apapun alasannya, mereka harus tetap diperlakukan secara manusiawi dan tak layak untuk ditelantarkan. Apalagi, harus meminta-minta di pinggir jalan.

()

Baca Juga

Rekomendasi