Perfect Day :

Dendam yang Terhapuskan Kasih

Oleh: Rosni Lim. Pada dasarnya, bila seseorang memiliki keluarga bahagia, harmonis. Dia akan hidup dengan baik dan tidak pernah mengganggu siapapun. Bila  keluarga baik miliknya kemudian dikacaukan oleh orang serakah yang merasa tidak puas, hingga keluarga itu hancur berantakan dan tidak lagi utuh, orang itu mungkin saja berubah. Bisa timbul kebencian di hati dan tekad untuk membalas dendam.

Rencana pembalasan dendam yang disusun tampak akan berjalan lancar. Apa yang terjadi kemudian, berkata lain ketika niat dan perasaan dendam  berubah menjadi cinta. Dendam pun terhapuskan karena dikalahkan oleh perasaan kasih di hati. Ini satu dari beberapa pesan yang ingin disampaikan oleh Eva Riyanty Lubis dalam novel terbarunya “Perfect Day” (Bersamamu, segalanya menjadi sempurna).

Emily, seorang gadis sederhana -penulis beken novel-novel laris yang memiliki banyak nama samaran- pada mulanya memiliki keluarga yang bahagia dan harmonis. Ayahnya -Marco- seorang Kanada yang bertemu dengan ibunya -Sulastri- ketika sedang berjalan-jalan di Pantai Kuta, Bali. Dari pernikahan mereka membuahkan Emily dan Selena. Dua gadis kembar yang memiliki pembawaan yang bertolak belakang.

Emily suka tampil sederhana dengan kacamata tebalnya, lebih senang menyendiri dan tidak supel dalam pergaulan. Selena memiliki banyak teman bahkan sering berganti-ganti pacar. Dalam kamus Emily, tidak ada yang namanya cowok karena dia lebih suka menulis dan dikarenakan bola matanya yang antik -berwarna hijau- tak jarang dia menjadi bahan olokan.

Saat sedang melayani tamu -membantu papanya yang membuka restoran kecil di pantai- Emily menarik perhatian seorang pengunjung bernama Dimas Anggoro. Satu dari orang-orang terkaya di Asia Tenggara. Dimas Anggoro tidak bahagia dalam perkawinannnya dan memiliki banyak selingkuhan, berniat menjadikan Emily sebagai istri keduanya. Tentu saja niat Dimas Anggoro yang disampaikan oleh Marco kepada putrinya itu dan ditolak mentah-mentah oleh sang putri.

Karena sakit hati ditolak oleh orang sederhana, Dimas Anggoro pun kemudian melakukan hal-hal yang menghancurkan keluarga tersebut. Dimulai dari penculikan terhadap Selena di bandara yang pulang sekolah dari luar negeri, pemerkosaan terhadap saudari kembar Emily tersebut hingga hamil. Pembakaran restoran/rumah mereka, sampai kepada penculikan kedua ortu Emily sampai-sampai keduanya terpaksa “mengungsi” ke Padangsidempuan.

Akibat diperkosa oleh lelaki tua seperti Dimas Anggoro, Selena shock, mengurung diri di kamar dan tidak mau bicara untuk waktu cukup lama. Drama penculikan dan pemerkosaan, hingga pengembalian diri Selena ke depan rumah ortunya, persis seperti apa yang dilakukan oleh para mafia di film-film thriller.

Eva cukup berhasil mengemasnya dalam scene ini. Begitu juga dengan momen penculikan dan pengancaman kedua ortu Emily hingga mereka terpaksa mengungsi tanpa kabar ke Padangsidempuan, kota tanpa mall mewah dan toko buku besar seperti kota Medan.

Eva sendiri, berasal dari Padangsidempuan, memperkenalkan sedikit tentang Padangsidempuan. Selain itu ada juga pemikiran pribadinya, seperti tayangan berita di tv yang setiap hari tidak pernah sepi dari berita kekerasan. Eva menyisipkannya pada kalimat percakapan antara Emily dengan Patricia, seorang wanita tua yang setia bersama Emily merawat Selena setelah kehancuran keluarga mereka dan kedua ortunya menghilang.

Emily bertanya pada Patricia, kenapa dia setiap hari menonton tayangan berita kekerasan di tv dan membaca berita kejahatan. Kenapa tidak menonton sinetron atau film saja yang lebih menyentuh dan bisa menghibur? Jawab Patricia, karena itulah kenyataan yang sebenarnya. Karena hidup ini juga tidaklah seindah, semewah, sebaik, semulus, yang ditayangkan dalam film-film maupun sinetron.

Rencana pembalasan dendam Emily kepada Dimas Anggoro semula direncanakan melalui Keenan, putra tunggal Dimas yang jatuh cinta berat pada Emily. Keenan yang tampan, idaman banyak cewek cantik, pengusaha muda, memiliki bakat dan otak brilian, tidak pernah jatuh cinta pada semua mantan ceweknya yang berganti-ganti setiap hari. Karena mereka walaupun cantik, tapi terus mengejar-ngejarnya. Apalagi ketika Dimas menjodohkan dia dengan Kiara -seorang bintang film cantik ternama- Keenan langsung menolak. Dalam hatinya amat penasaran dan menginginkan Emily yang berpenampilan sederhana dan berkacamata tebal.  Emily bahkan pernah menyiram air dan menampar wajahnya ketika Keenan berlaku kurang ajar. Benar-benar cewek istimewa dengan bola mata hijau yang demikian menarik di mata Keenan.

Keenan yang demikian mencintai Emily dengan tulus walaupun agak playboy, perlahan mulai berhasil menggugah perasaan Emily. Hati kecilnya berkata kalau Keenan tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa tentang semua kejahatan yang dilakukan oleh papanya, jadi tidaklah pantas bila Emily berencana menghancurkannya. Emily yang semula ingin mempermainkan perasaan Keenan, malah kemudian hatinya yang dipermainkan oleh perasaan cintanya pada Keenan hingga dia urung membalas dendam karena dendamnya telah terhapuskan oleh cinta.

Apalagi setelah Dimas Anggoro sakit-sakitan, bangkrut dan meninggal, dendam itu pun tak bersisa lagi, hingga akhirnya Emily dan Keenan bisa bersatu. Ending yang bahagia, Emily dan Keenan bersama dalam perasaan cinta, kedua ortu Emily ditemukan, Selena sembuh dan menikah dengan dokter yang merawatnya. Keluarga bahagia milik Emily pun utuh kembali. Jadi, tidak ada lagi alasan untuk membalas dendam, bukan?

Dalam mengemas novel ini, Eva cukup lihai memancing minat pembaca untuk membacanya terus. Penasaran akan kelanjutan dan bertanya-tanya dalam hati apa bentuk pembalasan dendamnya di akhir cerita? Terus terang, penulis sendiri begitu membuka dan membaca lembaran awal, langsung tertarik dan penasaran membacanya terus tanpa berhenti. Apalagi Eva -anggota KSI Medan ini- juga pintar menyatukan antara alur maju dan alur mundur di bab empat ketika kilas balik cerita di masa lalu yang membuat Emily ingin membalas dendam pada Dimas Anggoro. 

Suatu kebetulan juga atau karena imajinasi Eva yang kreatif, Keenan ternyata adalah boss di perusahaan penerbitan tempat novel Emily diterbitkan, hingga Keenan bisa mempermainkan perasaan Emily dengan menolak naskah novelnya, tapi kemudian Emily juga mempermainkan perasaan Keenan berkali-kali.

Tepatlah bila kata-kata bijak yang dijadikan pembuka bab satu ini benar adanya, “Jangan bermain-main dengan hati. Sebab kamu tak akan pernah tahu kapan hatimu mulai mempermainkanmu.” Di bab lima belas, “Walau prosesnya tidaklah mudah, tetapi perlahan namun pasti cinta akan berhasil menghancurkan perasaan dendam yang pernah bersarang di dalam hati.”

 Novel “Perfect Day” ini novel dengan tema, alur cerita. Cara bercerita, karakter, tokoh, dan ending yang amat cocok dengan selera penulis sendiri, hingga penulis tak jeda membacanya dan merasa lega/puas setelah menyelesaikannya.

Medan, Desember 2014

()

Baca Juga

Rekomendasi