Hadiah Untuk Ibu

Oleh: Widya Arfiyanti Puspa Sari

WAH bulan kelahiran Ibu telah tiba. Si kecil Andini tengah sibuk mengambil celengan ayam jago di samping lemarinya. Andini tampak bersemangat melihat celengan ayam itu. Di dalam hati kecilnya, ia ingin sekali memberikan hadiah di hari ulang tahun Ibunya.

Andini yang manis itu pun menguncang pelan celengan ayamnya. Tapi sepertinya celengan itu belum berisi banyak uang. Andini pun jadi sedih karena sepertinya celengan itu tidak sebanyak yang ia pikirkan.

Sudah beberapa hari Andini jarang menabung, ia malah sering membeli jajan yang terlalu banyak. Akibatnya ia tidak memiliki sisa uang untuk di tabung di celengan itu.

Karena hari ulang tahun Ibu semakin dekat, Andini pun mulai bertekad untuk lebih rajin menabung. Uang jajan yang diberikan Ibu, selalu ia tabung. Walaupun ia sangat ingin menikmati jajanan, tapi ia memilih untuk dibawakan bekal makanan saja oleh Ibu.

Di sekolah pun Andini tampak tidak ke kantin. Si Amel yang gendut dan tukang jajan itu pun menghampiri Andini.

“Hei Dini, kamu kok gak jajan sih?”

“Iya nih, aku lagi nabung.”

“Nabung buat apa? Mending kamu jajan, enak-enak loh..”

“Nggak deh mel. Dini mau nabung untuk beli hadiah untuk Ibu.”

“Oh gitu. Kalau kamu mau beli jajan, pake aja uang aku. Nanti kalau kamu ada uang, kamu ganti deh.”

“Hm… Nggak deh Mel, kata Ibu, kalau kita tidak benar-benar perlu, kita tidak boleh pakai uang orang.”

Amel yang tengah asyik menikmati es creamnya itu pun meninggalkan Andini dan mulai ke kantin lagi untuk jajan.

Hari demi hari Andini mengumpulkan tabungannya di celengan itu. Tibalah saatnya untuk memecahkan celengan itu dan menghitung uang yang ada di dalamnya.

Tanpa sepengetahuan Ibu, Andini pun memecahkan bagian atas kepala ayamnya. Lalu menunggingkan celengan tersebut, agar uang di dalamnya dapat keluar.

Wah! Ternyata uang di dalamnya sudah lumayan banyak. Andini pun semakin bersemangat. Dihitungnya pelan-pelan jumlah uang itu dengan tersenyum bahagia.

Akhirnya, Andini dapat menyelesaikan hitungannya. Uang itu kira-kira berjumlah hampir seratus ribu.

Andini pun langsung pergi ke toko bunga yang dekat dengan rumahnya. Belum sampai Andini memilih bunga untuk Ibunya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kehadiran seorang pengemis tua.

Pengemis tua itu memajukan tangannya di depan mata Andini. Gadis kecil itu pun tampak kasihan. Akhirnya ia memberikan setengah dari uang yang ada dikantong bajunya.

“Ini buat nenek.”

“Banyak sekali nak?”

“Tidak apa-apa nek. Untuk makan nenek.”

“Makasih ya nak.”

Gadis kecil itu mengangguk, sambil melihat kembali bunga-bunga di toko itu. Ternyata sisa uang Andini itu hanya cukup untuk membeli satu tangkai bunga mawar putih.

Mawar yang telah dibungkus dengan plastik cantik dan pita merah jambu itu pun sudah berada di tangan Andini. Ia pun langsung bergegas pulang, untuk menyerahkan mawar itu sebagai hadiah ulang tahun Ibunya.

“Ibu, Andini punya hadiah!”

“Hadiah apa sayang?”

Andini mengeluarkan mawar putih yang ia sembunyikan di balik punggung kecilnya.

“Ini bunga untuk Ibu yang paling cantik seduniaaa..”

Ibu pun terharu melihat perhatian yang diberikan Andini.

“Cantiknya.. Tapi, ini belinya pake uang siapa?”

“Uang Dini bu..”

“Uang dari celengan?”

“Hm iya bu, uangnya tinggal segini.”. Andini menunjukkan sisa uang dari kantong bajunya. Andini tampak takut karena wajah Ibunya yang lembut tiba-tiba mengerut.

“Tadi Andini kasih sama nenek tua. Andini kasihan bu. Nenek itu kayaknya lapar, terus mukanya lemes bu. Maafin Andini ya bu. Ibu jangan marah ya bu..”

“Siapa yang marah. Hm.. Anak Ibu ternyata anak yang berhati mulia. Ibu sangat bangga..”

“Makasih Ibu.. Andini sayang Ibu. Selamat ulang tahun Ibu.”

“Terima kasih anak Ibu. Anak Ibu tidak perlu membelikan Ibu hadiah, karena anak Ibu yang baik hati ini sudah jadi hadiah setiap hari untuk Ibu..”

Ibu pun langsung memeluk Andini dengan rasa terharu. Andini kecil pun berasa bahagia, karena di hari ulang tahun Ibunya, ia dapat membuat Ibu semakin tersenyum bahagia.***

()

Baca Juga

Rekomendasi