Oleh: Fahrin Malau
MENDEKATI akhir tahun 2015, masih banyak dana desa yang belum disalurkan. Alasannya banyak perangkat desa yang tidak mengetahui atau belum paham melengkapi persyaratan. Misalnya menyusun RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Belum lagi penggunaan dana desa setelah diberikan.
Dana desa yang diperoleh dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, tentu penggunaannya harus dipertanggungjawabkan. Setiap penggunaan dana desa, akan dilakukan pemeriksaan oleh BPK, apakah ada pelanggaran atau tidak. Bila nantinya penggunaan dana desa ditemukan ada pelanggaran, pasti ada sanksi hukum.
Masih mimnya pengetahuan perangkat desa dalam penggunaan dana desa, bukan tidak mungkin akan menjadi momok. Dikhawatirkan akan banyak persoalan hukum yang menjerat perangkat desa dalam penggunaan dana desa. Selainnya kemungkinan penyelewengan anggaran dana desa yang dilakukan, kemungkinan lain karena ketidakmengertian perangkat desa menggunakan dana desa. Agar tidak menjadi momok bagi perangkat desa dalam penggunaan dana desa, perlu ada pengecualian hukum. Apa bentuknya. Berikut ini petikan wawancara dengan Ketua DPC Peradi Medan, Charles Silalahi.
Analisa: Apa benar DPC Peradi Medan menjadi pendamping hukum untuk perangkat desa dalam penggunaan dana desa?
Charles: Benar. Lebih tepatnya adviser Hukum. Tapi secara tertulis belum ada. Kita akan mencoba melakukan penjajakan. Mungkin sama bupati. Dalam adviser hukum apa yang bisa dilakukan. Pada prinsipnya dana desa itu baik untuk mempercepat proses pembangunan di desa. Bila pembangunan desa, orang tidak akan berlomba-lomba pergi ke kota untuk mencari pekerjaan atau tempat tinggal. Selama ini kota telah banyak masalah. Disinilah perlu ada pemerataan. Hanya saja, karena dana desa berasal dari APBN, maka harus ada laporan penggunaannya. Persoalannya banyak perangkat desa yang tidak mengetahui tata cara penggunaannya. Ketidakmengertian inilah, dana desa menjadi rawan penyimpangan hukum.
Analisa: Artinya akan banyak dana desa tersandung masalah?
Charles: Benar. Permasalahan hukum dana desa bukan hanya karena penyimpangan dana. Penyimpangan administrasi pun bisa tersandung hukum. Seperti saya katakan tadi, ketidaktahuan perangkat desa dalam tata cara penggunaan dana desa yang akan menimbulkan masalah hukum. Bukan berarti penyimpangan dana tidak ada.
Analisa: Jadi adviser hukum yang diberikan apabila sudah ada penyimpangan?
Charles: Sebaiknya sebelum. Artinya perangkat desa diberikan pengetahuan bagaimana tata cara pengolalan uang negara agar tidak sampai melanggar hukum. Ini sangat penting agar jangan sampai ada perangkat desa terjerat hukum dalam penggunaan dana desa karena ketidaktahuan tata cara pengelolaannya. Pemberdayaan perangkat desa dalam penggunaan dana desa ini sangat penting. Selama ini perangkat desa belum pernah mengelola uang dalam jumlah banyak. Kini diberi kepercayaan mengelola uang ratusan juga sampai miliaran. Ini sangat rawan terjadi penyimpangan. Niatnya tidak ada untuk menyelewengkan. Tapi karena tidak tahu, secara hukum terjadi penyelewengan. Inilah perlu antisipatif. Selama ini yang selalu terjadi di Indonesia reaktif. Setelah terjadi, baru dicari penyelesaiannya. Pemberian dana desa pada dasarnya karena politis, baru dibuat landasan hukumnya. Idealnya dalam membuat kebijakan landasan hukum dulu baru politis. Kalau pun terjadi, kita lihat apakah penyimpangan karena ketidaktahuan atau karena disengaja. Soalnya pendampingan hukum yang dilakukan bersifat non profit. Jadi perlu terlebih dahulu diketahui penyebab penyimpangan yang dilakukan.
Analisa: Lihat dari jumlah desa yang ada, apa Peradi Medan bisa?
Charles: Saya yakin bisa. Anggota Peradi Medan ada sekitar 1.000 orang. Tinggal bagaimana mengaturnya. Tapi ini perlu ada penjajakan terlebih dahulu. Kalau diminta, Peradi siap. Kalau seandainya banyak perangkat desa terjerat hukum dalam penggunaan dana desa tidak perlu dibawa hukum korupsi. Perlu Diskresi atau pengecuali. Misalnya bila penyimpangan dana desa karena ketidaktahuan tata cara penggunaan oleh perangkat desa cukup diselesaikan secara administrasi. Diskresi lazim dilakukan pada satu pekara hukum. Misalnya hukum pornografi tidak mungkin dapat diterapkan di daerah Irian Jaya yang masyarakat masih ada tidak mempergunaan pakaian. Begitu juga penggunaan dana desa apalagi perangkat desa banyak yang tidak tahu tata cara pengelolaannya. Bila dibawa ke Pengadilan Tipikor, berapa banyak yang harus disidangkan dan membutuhkan waktu lama. Ini akan mengganggu pembanguan di desa.
Analisa: Apakah ini nantinya tidak menimbulkan masalah?
Charles: Saya pikir tidak. Lain cerita kalau semua perangkat desa sudah memiliki pengetahuan tata cara pengelolaan dana desa baru diterapkan hukuman yang tegas.