Nilam Terendam Banjir, Petani Merugi

Kualasimpang, (Analisa). Akibat direndam banjir berkepanjangan, puluhan hektare kebun nilam milik petani di Desa Pantai Tinjau, Kecamatan Sekrak, Aceh Tamiang terancam mati. Akibatnya, petani terpaksa memanen lebih awal tanaman nilamnya untuk meminimalisir kerugian. 

Banjir yang menyebkan Sungai Tamiang meluap hingga melimpas ke kebun nilam tersebut tak bisa dihindari. Tanaman yang tinggal menunggu masa panen itu seluruhnya tenggelam dengan ketinggian air di atas satu meter. 

“Rata-rata tanaman nilam sudah berumur enam bulan yang sebentar lagi bisa dipanen. Namun banjir datang sehingga kami gagal panen,” papar petani nilam di Pantai Tinjau, Idan Saril (38), kepada Analisa Kamis (1/10).

Dikatakan, dari luas lima rante (sekitar 2.000 m2) kebun nilamnya, hanya satu rante yang bisa dipanen. Selebihnya ludes disapu banjir. Dia mengaku kesulitan waktu memanen karena kedalaman air mencapai sepinggang orang dewasa. Akhirnya, petani hanya bisa pasrah menelan pil pahit kerugian. 

“Kalau rugi sudah jelas karena sudah enam bulan ditunggu-tunggu, begitu waktu panen, ditenggelamkan banjir. Para petani Pantai Tinjau hanya berhasil panen kurang dari satu rante dari luas lahan yang ditanami rata-rata lima rante sampai satu hektare,” ujarnya.

Menurutnya, mayoritas warga Pantai Tinjau memiliki kebun nilam. Banjir baru masuk kebun nilam warga pada Senin (28/9) malam. Sebelumnya, sejumlah petani yang tanggap berinisiatif mencabut nilamnya sebelum air semakin tinggi. 

Tanaman nilam yang terendam banjir selama satu hari diprediksi batangnya layu dan bakal mati. Di sisi lain, jika dipaksakan untuk dipanen kualitas minyak nilam akan menurun dan tidak memiliki nilai jual tinggi. 

Dalam  satu rante kebun nilam bisa menghasilkan minyak seberat 5-10 kg dengan harga standar Rp650 ribu/kg dan paling tinggi mencapai Rp850 ribu/kg. Sehingga, dapat dibayangkan jumlah kerugian yang ditanggung petani nilam kualitas ekspor tersebut.

“Ancaman nilam mati sangat tinggi karena banjirnya terbilang besar. Walaupun cepat surut, namun banjir luapan sungai mengandung lumpur membuat tanaman yang terendam tidak ada harapan lagi untuk bisa dipanen. Jadi selain ancaman mati, lumpur bisa mempengaruhi kualitas minyak nilam yang akan disuling,” tuturnya.

Petani nilam yang lain, Jarot (32) menambahkan, dia tak menduga banjir menenggelamkan kebun nilam petani di Pantai Tinjau. Sebab, diprediksi, banjir tahunan baru muncul pada Oktober hingga Desember. 

“Sekarang ini banjir tidak bisa diprediksi. Dengan kejadian ini saya trauma karena menanggung kerugian sekitar Rp30 juta. Ke depan, saya berencana pindah lokasi menanam nilam yang bebas banjir,” tuturnya yang dijumpai sedang menjemur pohon nilam hasil panen paksa di tepi Sungai Tamiang.

Salah seorang pelopor tanaman nilam yang juga sebagai Ketua Kelompok Tani Nilam Jaya, Pantai Tinjau, Amran mengaku mengalami kerugian mencapai Rp25 juta. Sebab, lahan nilamnya seluas 10 rante gagal panen akibat banjir. 

“Biasanya kami panen nilam bisa dua-tiga kali, langsung dikeringkan di kebun. Saat dalam kondisi banjir ini, mau tidak mau pohon nilam harus kami cabut dari akarnya kemudian diangkut menggunakan sampan untuk dibawa pulang. Kerugian secara global para petani diperkirakan mencapai ratusan juta,” terangnya.

Pantauan Analisa, para petani nilam di Pantai Tinjau sedang sibuk menjemur daun dan batang nilam yang sudah dicincang maupun yang masih bentuk pohon untuk dikeringkan. (dhs)

()

Baca Juga

Rekomendasi