Karo, (Analisa). Masyarakat harus hati-hati dalam membeli makanan kebutuhan dasar bagi keluarga. Pengaruh peningkatan harga-harga di pasar, indikasi beredarnya produk makanan sintetis seperti telur dan beras pun merebak.
“Berkembang informasi di Kota Zhengzhou, Provinsi Henanyang, Tiongkok, ditemukan telur dibuat hanya dari bahan kimia tanpa bahan alami ungkap,” Ariadi, Sekretaris Dinas Koperasi dan Perindustrian Kabupaten Karo pada Analisa, Rabu (21/10) di Kabanjahe.
Bagian putih telur palsu ini dibuat dengan melarutkan sodium alginate dalam air. Larutan itu akan terlihat seperti cairan bening yang kental dan sulit membedakannya dengan putih telur yang sebenarnya.
Sedang untuk bagian kuning telurnya dibuat dengan menyekop suatu cairan dengan pigmen kuning dan memadatkan serokan cairan itu ke dalam larutan kalsium klorida. Akhirnya, ‘putih telur’ dan ‘kuning telur’ dibungkus ke dalam ‘kulit telur’ yang dibuat dari kalsium karbonat, katanya.
Jika ditambah tepung kanji atau bubuk kuning telur pada ‘kuning telur’ itu, tekstur dari sebuah telur buatan setelah dimasak hampir identik dengan telur yang sebenarnya.
“Membuat barang itu hanya menghabiskan 0,55 yuan (0,07 dolar AS) untuk membuat lebih dari 2 butir telur, kurang dari sepersepuluh harga telur yang sebenarnya di pasaran (0,8 dolar AS),” ujarnya.
Bahan utama dalam telur-telur buatan itu, bahan tambahan makanan, getah damar, kanji, pengeras, dan pigmen-pigmen. Konsumsi yang berlebihan atas bahan-bahan itu akan merusak perut dan menyebabkan gejala seperti kehilangan ingatan dan keterlambatan mental.
Ada cara untuk mengenali telur imitasi, dari warna permukaan kulit telur imitasi lebih terang, tetapi tidak terlalu mencolok, telur imitasi jika dikocok-kocok akan terdengar suara, ini karena cairan yang meleleh keluar dari bahan zat pengental, dari aromanya telur asli tercium bau agak amis, sedang telur imitasi kemungkinan tercium bau bahan kimia.
Telur imitasi setelah dipecah, kuning dan putihnya langsung tercampur. Ini disebabkan karena mereka terbuat dari bahan yang sama, sewaktu membuat telur mata sapi, putih dan kuning telurnya di dalam wajan terlihat menguning.
Harus Hati hati
“Dari kejadian ini warga harus lebih berhati-hati dalam memilih makanan di pusat pasar. Hal ini disampaikan sebab, kita ketahui sebab masyarakat khususnya Karo gemar konsumsi telur impor dari luar,” katanya.
“Telur-telur di pasaran itu diimpor dari luar, tentu jumlahnya tidak sedikit. Ini jika konsumen tidak bisa membedakan mana asli dan palsu membahayakan,” kata Ariadi.
Meski ricek ke lapangan rutin dua sekali dalam satu minggu, memungkinkan bisa kecolongan, sebabnya, masyarakat harus teliti betul saat memilih barang.
Sepengetahuannya, telur sintetis yang telah beredar di Tiongkok mengandung banyak zat kimia yang berbahaya. Putih telur pada telur sintetis itu mengandung unsur gelatin serta bahan-bahan kimia yang bersifat alumunium. Kuning telurnya diambil dari zat pewarna minuman beraroma lemon. Cangkang atau kulit telur sintetis itu berunsur parafin.
Zat-zat itu, jelas membahayakan kesehatan. Penelitian kalau dikonsumsi berulang-ulang, akibat yang ditimbulkan adalah terjadi dementia syndrome, sebuah sindrom penurunan daya ingat seseorang yang diakibatkan zat-zat kimia.
“Kalau anak-anak usia 5-15 tahun kerap mengkonsumsi telur sintetis ini, kemampuan mereka untuk menghafal apa saja yang baru diajarkan gurunya menjadi menurun,” ungkap Plt Kadis Kesehatan Kabupaten Karo, dr Johanes Sitepu.
Selain itu, mengganggu disfungsi liver dan ginjal menjadi suatu efek yang muncul akibat pengkonsumsian telur sintetis itu secara terus-menerus.
Masyarakat juga mesti hati-hati akan rekayasa telur asin yang berasal dari telur ayam (bukan telur bebek). Serta telur ayam broiler dijadikan telur ayam kampung, dengan maksud mendapatkan keuntungan lebih besar. Selain itu, ada juga rekayasa telur asin dengan menggunakan media alat suntik.
Rekayasa telur ayam kampung menjadi telur bebek (asin) biasanya dilakukan dengan menggunakan cat. Sebaliknya telur ayam broiler bisa dimanipulasi menjadi telur ayam kampung, dengan memoles kulit telur ayam broiler yang berukuran kecil.
Menurutnya, Dinas Peternakan sebetulnya sudah menerapkan maximum security dalam hal mencegah terjadi kecolongan berupa beredarnya makanan berbahaya berasal dari peternakan.
“Namun, yang paling berperan kehati-hatian masyarakat sendiri dalam mengkonsumsi makanan,” kata dr Johanes Sitepu. (dik)