Bahasa Indonesia, Identitas dan Kebanggaan Nasional

Oleh: Mihar Harahap.

Sekedar contoh, ketika pertama kali saya ke luar negeri, ke Malaysia, sekitar tahun 80-an. Dari hotel di pusat kota, saya dengar lagu-lagu Minang. Saya terkejut, mengapa ada lagu itu di sini. Persis seperti di tempat tinggal saya di pajak/pasar Sukaramai Medan.

Serta-merta saya turun hotel dan langsung mencari suara lagu itu. Sekira dua ratus meter dari hotel, saya dapati ada penjual kaset lagu-lagu Indonesia (termasuk lagu Daerah) selain lagu Malaysia sendiri.

Saya tanya penjual kaset itu, langsung menggunakan bahasa Indonesia.

“Jo, jual kaset lagu Minang, apa laku?”

“Laku, kalau tak laku tak saya jual,”jawabnya berdialeg Minang. Akhirnya, kami bercakap-cakap menggunakan bahasa Minang (saya campur bahasa Indonesia) karena dia langsung dari Padang (bukan dari Medan).

Akunya di pasar, malam ini tak hanya orang Minang, orang Jawa, orang Aceh, orang bermarga, orang Malaysia pun membeli kaset Minangnya.

Begitu pula ketika saya berada di Thailand,tahun 90-an. Di sebuah restoran, saya baru saja selesai makan siang. Datang tiga orang duduk di dekat meja saya, juga hendak makan siang, sambil bercakap-cakap.

Selesai makan, saya datangi dan berkenalan. Saya dari Medan, sedang mereka dari Bandung dan Yogya. Saya tanya, mengapa berbahasa Indonesia di negara orang ini? Mereka jawab, sesama kita tak perlu berbahasa asing. Kita mempunyai bahasa ibu, bahasa persatuan.

Kalau kita berada di luar negara, lalu didengar ada orang (pada contoh: penjual kaset, kawan di restoran) menggunakan bahasa Indonesia (pada contoh: lagu daerah, bahasa Indonesia). Dapat dipastikan, orang tersebut adalah orang Indonesia. Karena itu kita berani datangi, kenalan dan mengajaknya bercakap-cakap. Mengapa? Untuk membuktikan bahasa memang menunjukkan bangsa, dalam hal ini bahasa dan bangsa Indonesia. Bahkan menunjukkan persaudaraan.

Memang tak semua negara di mana bahasanya sekaligus dapat menunjukkan bangsanya. Contoh, kalau turis asing datang ke Indonesia menggunakan bahasa Inggeris. Kita tanya, apakah Anda orang Inggeris? Dia jawab, saya orang Australia. Begitu pula orang Amerika, Jerman, Rusia dan sebagainya. Artinya, bahasa yang dipergunakannya ketika menjadi turis (mungkin bahasa sendiri) tak sekaligus menunjukkan bangsanya. Lain bahasanya, lain pula bangsa atau negaranya.

Kecuali ada bangsa asing yang mampu menggunakan bahasa Indonesia. Misal warga Brunei, Singapura, Malaysia, ada kesamaan dengan Bahasa Indonesia karena bahasa Melayu.

Tanpa bahasa Inggeris pun kita bisa melancong ke sana. Juga sebaliknya. Atau orang asing itu belajar bahasa Indonesiadi negara kita atau negaranya. Universitasnya membuka program studi bahasa dan sastra Indonesia. Seperti teman saya di Belanda (istrinya orang Medan) malah pengetahuan dan penuturan bahasa Indonesianya lebih baik ketimbang orang Indonesia yang tinggal di negeri sendiri.

Sebaliknya, betapa tak menyenangkan kalau sekiranya kita pergi ke Perancis, lalu berbahasa Inggeris. Kalau orang Perancis datang ke Indonesia, kita layani dalam bahasa Inggeris. Kita kalah.

Soalnya, kapan kita menggunakan bahasa Indonesia kalau hanya untuk memenangkan si turis. Jika alasannya karena bahasa Inggeris adalah bahasa internasional, apakah bahasa Indonesia tidak berpeluang menjadi bahasa internasional karena jumlah pemakainya terbesar.

Bahasa Indonesia adalah bahasa negara. UUD 1945 Bab I Pasal 36 menyatakan bahasa resmi negara adalah bahasa Indonesia. Kedudukannya sebagai bahasa negara, berfungsi, pertama, bahasa resmi kenegaraan.

Kedua, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Ketiga, bahasa penghubung untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan. Keempat, bahasa pengembangan untuk kebudayaan, keilmuan dan teknologi modern.

Bahasa negara, berarti bahasa yang digunakan pejabat negara selama menjalankan tugasnya dalam/luar negeri. Bahasa pendidikan, utamanya menyampaikan pembelajaran di sekolah, guru dan siswa. Bahasa penghubung untuk kepentingan pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan.

Misal dalam kegiatan administrasi, regulasi dan produksi pembangunandan pemerintahan. Bahasa budaya (bukan bahasa daerah) serta ilmu dan teknologi yang dikuasai istilah asing.

Selain daripada itu, bahasa Indonesia adalah bahasa nasional. Bahasa kebangsaan Indonesia. Sumpah Pemuda 1928 butir ketiga menyatakan menjunjung tinggi bahasa persatuan.

Kedudukannya sebagai bahasa nasional, berfungsi, pertama, lambang identitas nasional. Kedua, sebagai lambangkebanggaan nasional. Ketiga, sebagai alat komunikasi umum. Keempat, sebagai alat pemersatu bangsa yang memang berbeda suku, agama, ras, adat-istiadat dan kebudayaan.

Bahasa nasional, berarti bahasa yang digunakan masyarakat secara nasional. Bahasa sebagai lambang identitas dan kebanggaan nasional. Ke manapun pergi, orang mengenal bangsa Indonesia karena identitas bahasanya. Identitas itu merupakan kebanggaan yang tak dimiliki bangsa lain. Bahasa komunikasi dalam kegiatan resmi/tak resmi, kecuali acara keluarga dan budaya. Bahasapemersatu dari Sabang sampai Merauke yang beragam etnis, agama, adat dan budaya.

Lebih spesifik dan menarik UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Mengikat pemakaian bahasa Indonesia dan lainnya itu secara hukum.

Tujuannya? Pertama, memperkuat persatuan dan kesatuan NKRI. Kedua, menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa. Ketiga, menciptakan ketertiban, kepastian dan standar pemakaian bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan. Jadi, harus dilaksanakan!

Hanya UU ini menyisakan kritikan para elemen bangsa. Pasalnya, tidak ada sanksi secara hukum bagi orang yang melanggar UU ini terhadap bahasa. Padahal untuk pelanggaran pemakaian bendera, lambang negara dan lagu kebangsaan ada sanksinya.

Mengapa ada perbedaan? Bukankah dikenakan sanksi supaya pejabat dan masyarakat dapat mematuhi UU ini meski tampak dipaksakan. Mungkin inilah strategi mengejawantahkan identitas dan kebanggaan nasional itu.

Sepatutnya kita perlu bersyukur kepada Tuhan dan berterimakasih kepada para pendhulu. Mereka telah meletakkan dasar bahasa Indonesia (bahasa resmi negara sekaligus bahasa nasional), berdampak semakin banyak pemakai bahasa Indonesia. Bayangkan berapa jumlah orang Indonesia sekarang? Sejumlah itu pula pemakai bahasa Indonesia. Semuanya bersatu dalam bahasa, bangsa dan negara yang kemudian justru mengukuhkan NKRI.

Kalaulah kita menyadari betapa pentingnya bahasa pada suatu bangsa dan negara, maka sesungguhnya bahasa Indonesia pantas dijunjung tinggi. Apalagi bahasa Indonesia sebagai identitas nasional dan kebanggaan nasional, perlu kita pelihara sampai akhir khayat.

Sebenarnya tidak perlu ada sanksi pidana kalau kita benar-benar mengakui, menghormati dan menghargai bahasa Indonesia. Kalau tidak kita yang merasa bangga, maka siapa lagi? Renungkanlah!

Penulis; kritikus sastra, teater, mpr-oos, ketua fosad, pengawas dan dosen uisu

()

Baca Juga

Rekomendasi