Hikmah Dibalik Kabut Asap

Oleh: Ika Rahmadani Lubis.

Zambrud khatulistiwa kini tak terlihat hijau. Keadaan alam Indonesia berubah kelabu diselimuti kepulan asap. Kabut asap kini terjadi dimana-mana. Di Riau misalnya, lebih dari 20.000 Ha lahan yang terbakar. Bencana ekologis yang diakibatkan kabut asap ini bukan hanya sekali atau dua kali terjadi, tetapi rutin terjadi tiap tahunnya. Penyebabnya pun sudah terdeteksi, yaitu akibat land cleaning sejumlah perkebunan besar.

Kondisi ini diperparah dengan kemarau panjang yang melanda negeri ini. berbagai upaya dilakukan untuk memadamkan api, namun kabut asap tak kunjung hilang. Bahkan masyarakat dan beberapa Pemerintah Daerah juga menggelar shalat Istisqa untuk meminta hujan. Bencanakah ini atau cobaan? Benarkah kabut asap ini merupakan faktor alam atau faktor kelalaian manusia saja?

Dalam al-Qur’an banyak sekali diceritakan tentang musibah dan bencana yang menimpa orang-orang terdahulu. Dan semua musibah dan bencana besar yang pernah menimpa manusia diteragkan dalam al-Qur’an merupakan hal yang terkait dengan kekufuran dan keingkaran manusia itu sendiri kepada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah dalam surah Asy-Syura ayat 30 yang artinya “Dan musibah  apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan  perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”

Ternyata musibah kabut asap ini sudah dijelaskan dalam al-Qur’an. Semua musibah dan bencana yang menimpa manusia selalu terkait dengan kekufuran atau keingkaran manusia. Seperti yang terdapat dalam riwayat Tirmmidzi, Dari Ali bin Abi Thalib ra. Berkata “Rasulullah Saw. Bersabda: Apabila umatku telah melakukan lima belas perkara, maka halal baginya (layaklah) ditimpakan kepada mereka bencana. Apabila telah berlaku perkara-perkara tersebut, maka tunggulah datangnya malapetaka berupa; taufan merah (kebakaran), tenggelamnya bumi apa yang di atasnya ke dalam bumi (gempa bumi dan tanah longsor), dan perubhan-perubahan atau penjelmaan-penjelmaan dari satu bentuk kepada bentuk yang lain.”  (HR. Tirmidzi, 2136)

Selain dijelaskan dari riwayat di atas, lewat firman-Nya Allah telah menyampaikan dalam  surah Ad-Dukhan ayat 9-11 yang berbunyi “(Merekan tidak meyakini kebenaran yang dijelaskan kepada mereka), bahkan mereka masih tenggelam dalam keraguan sambil bermain-main (dalam urusan agama). Dan tunggulah, pada hari ketika langit membawa kabut asap yang tempak jelas. Yang meliputi seluruh manusia dan inilah azab yang pedih.”

Akibat Terjadinya Bencana

Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas bahwa azab-azab suatu kaum sudah banyak terjadi pada umat terdahulu yang diungkapkan dalam al-Qur’an. Azab tersebut menewaskan suatu kaum hingga tidak bersisa. Azab kabut asap dapat menyusahkan manusia, mendatangkan penyakit, dan berbagai kesusahan lainnya.

Al-Qur’an juga mengabarkan bahwa bencana atau musibah yang tidak terkait dengan kaum tertentu, penyebabnya juga sama, yaitu karena kemaksiatan, kufur, ingkar, dan mendustakan ayat-ayat Allah. Penyebab yang paling ringan adalah karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab.

Hal ini dipertegas pada firman Allah dalam al-Qur’an suarh Ar-Rum ayat 41-42 yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerana perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembal (ke jalan yang benar). Katakanlah: Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”  

Sikap Orang Mukmin Menghadapi Bencana

Seakan bangga terhadap dosa-dosa, kita terus mengulang-ulang kesalahan yang sama. Hingga alam enggan bersahabat dengan manusia. Kita terus melakukan kerusakan di muka bumi ini dan tak pernah memohon ampun pada Allah. Seharusnya kita sebagai umat islam memiliki sikap yang baik saat menghadapi bencana.

Firman Allah dalam surah Hud ayat 3 yang artinya “Dan hendaklah kamu memohon ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karuniaya-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh, aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (Kiamat).”

Dalam al-Qur’an surah at-Taghabun ayat 11 juga dijelaskan  hal yang sama. “Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Sifat Orang Mukmin dalam Menghadapi Bencana

Setiap kali mendapat musibah ataupun bencana kita seringkali mengeluh pada Allah. Seringkali tanpa sadar kita melontarkan kalimat-klaimat kekesalan yang menyalahkan Allah yang terus-menerus memberikan cobaan. Sebab kita tidak boleh berburuk sangka pada Allah. Firman Allah dalam al-Qur’an surah Ali Imran ayat 154 yang memiliki arti, “Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah…….”

Seharusnya kita sebagai umat islam tidak melakukan hal itu. Kita dapat menganggap bahwa bencana atau musibah itu ada pelajaran, peringatan, bukan hanya sekedar fenomena alam biasa. Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah surah al-Mu’min ayat 13 yang berarti, “Dialah yang memperlihatkan tanda-tanda (kekuasaan)-Nya kepadamu dan menurunkan rezeki dari langit untukmu. Dan tidak lain yang mendapat pelajaran hanyalah orang-orang yang kembali (kepada Allah).”

Hikmah Terjadinya Bencana

Allah juga memberikan cobaan kepada hambanya sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya.

Selain itu juga menjadikan musibah atau cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang mukmin kepada-Nya, karena Allah mencintai hamba-Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang.

Jadi, ada banyak hal yang itu diluar kemampuan manusia dan itu seharusnya memotivasi kita untuk semakin mendekat kepada Allah, pengatur alam semesta. Terlebih lagi setelah kita tahu sebab terbesar musibah adalah dosa dan maksiat manusia. Tidak hanya perbaikan melalui fisik, melainkan juga harus melakukan perbaikan rohani.

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UIN Sumatera Utara dan Kru LPM Dinamika UIN Sumatera Utara.

()

Baca Juga

Rekomendasi