Sistem Sosio-Ekologi dalam Pembangunan Berkelanjutan

Oleh: M. Arif Suhada. Pada tahun 1998, kelompok pegiat lingkungan hidup, Stockholm Environment Institute (SEI) pernah merumuskan sebuah teori tentang bagaimana agar pembangunan berkelanjutan dapat dilaksanakan. Untuk menguatkan teorinya, mereka menggambarkan ke dalam sebuah sistem yang disebut dengan sistem sosio-ekologi. Dalam sistem ini, ditampilkan tiga unsur dalam sistem kehidupan manusia yang saling mempengaruhi. Ketiga unsur dimaksud adalah masyarakat, ekonomi, dan lingkungan hidup. 

Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu apa itu pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana pengertian yang disepakati para pegiat lingkungan hidup dalam pertemuan World Commision for Environmen and Development (1987) menyebutkan, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa mengorbankan kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Dengan melihat pengertian diatas, kelompok pegiat lingkungan hidup SEI memandang, pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan diantara tiga unsur yang terdapat dalam sistem sosio-ekologi tersebut. Mengapa demikian? Dalam buku ”Memupuk Kehidupan di Nusantara” karya Setijati D.S dijelaskan secara lebih rinci perihal eksistensi masyarakat, ekonomi dan lingkungan hidup dalam kacamata SEI.

Menurut SEI, hubungan masyarakat dengan lingkungan hidup bisa dilihat dari bagaimana masyarakat membutuhkan lingkungan sebagai sumber kehidupan. Di mulai dari masyarakat memerlukan lingkungan guna mengakomodasi berbagai kebutuhan, terutama kebutuhan yang bersifat primer yakni sandang, papan dan pangan. Begitu pun sebaliknya, kehidupan masyarakat memberikan dampak terhadap lingkungan, baik itu dampak yang positif maupun negatif.

Di sisi lain, sektor ekonomi adalah penggerak kehidupan masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitasnya dalam menyediakan barang dan jasa. Fungsi masyarakat terhadap bidang ekonomi yaitu menyediakan tenaga dan kelembagaan untuk menggerakkan bidang ekonomi tersebut. Tanpa masyarakat, sektor ekonomi tidak mungkin berjalan.

Tak kalah pentingnya juga adalah hubungan antara lingkungan dengan ekonomi. Tentu saja peran lingkungan di sini sebagai lumbung Sumber Daya Alam (SDA) yang nantinya dikelola untuk kegiatan ekonomi. Dengan adanya pengelolaan SDA dalam kegiatan ekonomi tersebut, akan menghasilkan timbal balik berupa dampak yang mempengaruhi kondisi lingkungan hidup. Inilah gambaran mata rantai atas tiga unsur yang dirumuskan SEI dalam mencanangkan pembangunan berkelanjutan. 

Mencapai keseimbangan sesuai sistem sosio-ekologi yang dirumuskan SEI nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan dunia industri juga pertambahan penduduk, berimplikasi pada peningkatan yang cukup signifikan atas kebutuhan masyarakat dunia terhadap SDA. Namun, seperti diketahui beberapa SDA sifatnya tidak dapat diperbaharui sehingga berpeluang besar menimbulkan kelangkaan.

Penciptaan inovasi pada SDA terbarukan juga menunjukkan porsi yang masih minim dan jauh dari harapan. Padahal semula diharapkan, penciptaan inovasi terbarukan tersebut mampu memberikan andil dalam menyeimbangkan permintaan masyarakat dunia atas pemenuhan kebutuhannya. Lebih daripada itu, cara pandang masyarakat yang lebih dominan melihat lingkungan hidup dalam pemahaman antroposentrisme memperparah keadaan lingkungan pada titik nadir yang memilukan. Representasi dari itu semua bisa dilihat dari berbagai kerusakan lingkungan, seperti deforestasi hutan, global warming, punahnya spesies hewan, dan lain sebagainya.

Kalau keadaan ini terjadi terus-menerus, maka apa yang tertulis dalam buku ”The Limits to Growth” akan menemukan pengertian terbaiknya, bahwa manusia tidak akan mampu melanjutkan kehidupannya ketika pertambahan penduduk, produksi pangan, industrialisasi dan konsumsi sumber daya alam tak terbarukan tetap meningkat secara eksponensial (dalam Setijadi, 2010:2). Pembangunan berkelanjutan yang menjadi program oleh hampir seluruh negara di dunia juga akan sekedar menjadi wacana utopis yang sulit terwujud.

Kualitas Manusia

Penting untuk diperhatikan, salah satu hal yang paling menentukan terhadap pembangunan berkelanjutan adalah kualitas manusia. Teori yang dicetuskan SEI dalam sistem sosio-ekologinya bisa terlaksana dalam tatanan manusia yang berkualitas. Pada titik inilah, peranan ilmu pengetahuan menjadi sangat penting untuk dipelajari. 

Selain bernilai guna untuk meluruskan pemahaman pola pikir manusia terhadap lingkungannya, melalui ilmu pengetahuan pula dimungkinkan akan munculnya berbagai inovasi, pengembangan teknologi, serta alternatif lain guna mewujudkan pemenuhan kebutuhan masa kini, tanpa harus mengorbankan jatah pemenuhan kebutuhan bagi generasi mendatang.

Karena harus disadari, ketika ada manusia memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk melakukan pengrusakan yakni dengan mengeksploitasi lingkungan, maka pengembangan teknologi yang lebih hebat dari teknologi sebelumnya harus hadir untuk memperbaiki kondisi lingkungan pada keadaan semula. 

Atau jika pun tidak dalam upaya pemulihan, setidaknya pengembangan inovasi dan teknologi terbarukan tersebut akan mampu meminimalisir resiko dari setiap pemanfaatan SDA yang dilakukan manusia.Tentunya hal ini hanya dimungkinkan terwujud dengan adanya penguasaan ilmu pengetahuan.

Sumber daya alam sebagai modal bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya jelas akan mengalami kondisi terburuknya ketika berada dalam zaman di mana manusia yang hidup di dalamnya memiliki pola pikir yang tidak berkualitas. Berbeda dengan zaman dahulu, meski secara akademis masyarakatnya jauh dari ilmu pengetahuan, namun sikap menghormati dan kepedulian terhadap alam yang merupakan pengejawentahan dari nilai-nilai kearifan lokal masih sangat tinggi.

Mengembalikan kesadaran masyarakat untuk belajar dari nilai-nilai kearifan lokal yang ada rasanya semakin sulit saja. Bagaimana tidak, perubahan zaman ke era modern benar-benar mendorong manusia teracuni dengan budaya-budaya yang merusak, seperti hedonis dan apatis. 

Oleh karena itu, kemajuan teknologi yang dibingkai dalam ilmu pengetahuan harusnya bisa dimanfaatkan sebagai jalan keluar untuk menyeimbangkan dari berbagai dinamika sosial yang terjadi. Namun sekali lagi harus dipahami, semua itu akan sangat bergantung dari bagaimana kualitas manusia itu sendiri.

(Penulis adalah mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis islam, UIN Sumatera Utara dan peminat masalah lingkungan)

()

Baca Juga

Rekomendasi