Warna-warni Pasar Terapung

“Damnoen Saduak”

Oleh: Paw Min

Semua warna dan kesenian yang eksotis dari Dunia Timur dapat ditemui di Thailand. 

(JamesCook, Penjelajah)

Sesuai gelar yang disandangnya “Kota Bidadari” atau City Of Angels, Krung Thep dalam Bahasa Thai. Bangkok mempunyai sejuta pesona bak magnet raksasa yang menarik bagi turis-turis dari mancanegara. 

Ibukota sekaligus kota terbesar di Thailand ini menawarkan berbagai tempat yang pantas dikunjungi, mulai dari istana yang megah, kuil-kuil  yang artistik, pusat belanja yang super besar, ramai dan menawarkan berbagai macam produk dengan harga terjangkau, kehidupan malam yang gemerlapan, Bangkok juga dikenal dengan kehidupan spiritualitas yang tinggi dan masyarakat yang ramah serta murah senyum. 

Kota yang tidak pernah tidur ini diakui sebagai surga kuliner bagi para penikmat makanan. Pengunjung selalu meluangkan waktu untuk mencicipi berbagai makanan khas Thailand di mal bertaraf internasional hingga pasar tradisional dan Jajanan Kaki Lima. CNN menempatkan Bangkok di urutan pertama dari 25 negara yang terkenal dengan jajanan kaki lima.

Namun semua ini masih belum seberapa kalau anda belum merasakan wisata kuliner di Pasar Terapung atau Floating Market.  Sambil naik perahu yang kadang sedikit terombang-ambing, menghirup udara bebas, sesekali diterpa aroma dari tanah dan rumput sambil menyaksikan kehidupan sederhana masyarakat desa yang tinggal di bantaran sungai yang lugu dan bersahaja. 

Wahhh ....,. kuliner gaya begini sungguh menciptakan sensasi yang berbeda. Inilah yang saya rasakan ketika mengunjungi pasar terapung (floating market) Damnoen Saduak. Ibarat kata pepatah “sambil menyelam minum air”, seperti inilah yang saya lakukan disana. Berkuliner sambil mempelajari kehidupan masyarakat setempat.

Pasar Terapung Tertua 

Bangkok mempunyai beberapa Pasar Terapung yang merupakan objek wisata, Damnoen Saduak merupakan yang terbesar sekaligus tertua, konon juga yang paling terkenal di dunia. Memiliki latar historis dan kanal sepanjang 32 Km, terusan yang menghubungkan Sungai Tachine dengan Sungai Mae Klong ini sering dijadikan lokasi shooting film-film layar lebar terutama film-film Hollywood.  

Berjarak lebih kurang 105 Km dari sebelah Barat jantung kota Bangkok, Damnoen Saduak yang berada di propinsi Ratchaburi hanya bisa dikunjungi dengan memakai bus atau taksi. Waktu terbaik ke Damnoen Saduak adalah pagi hari, sekitar jam 8 - 10, tidak jauh beda dengan semua pasar tradisional, jam segitu memang sedang ramai-ramainya orang berbelanja. Namanya juga Pasar Terapung, sudah pasti letaknya diatas air, dan tentu saja kita harus menumpang perahu motor untuk sampai kesana. 

Kita bisa menyewa perahu motor dari pier (dermaga kecil) yang berjajar sepanjang jalan menuju gerbang masuk Damnoen Saduak. Tersedia tarif untuk 1 jam dan  2 jam, dengan harga berbeda tentunya. Kami memutuskan untuk menyewa perahu motor selama 2 jam supaya tidak usah terburu-buru dan bisa lebih lama menjelajahi pasar air yang unik ini. Untuk tarif perahu, kita harus pintar-pintar menawar. Kalau ingin lebih murah lagi, bisa sewa perahu dayung. Masalahnya perahu dayung tidak bisa menempuh jarak jauh seperti perahu motor.

 Dalam perjalanan menelusuri kanal-kanal sungai yang dalam bahasa Thai disebut Klongs, perahu kami digawangi oleh seorang nahkoda tua yang ramah dan cekatan. Sang nahkoda sangat menguasai liku-liku sungai, dengan gesit memarkirkan perahunya dengan apik di sisi sungai yang sempit setiap kali berpapasan dengan perahu lain untuk menghindari tabrakan. 

Rata-rata semua perahu dilengkapi klakson yang dibunyikan setiap kali perahu hendak berbelok di tikungan sungai yang sempit untuk memberi aba-aba kepada perahu yang berlawanan arah agar memperlambat lajunya. Ternyata kemacetan lalu lintas tidak hanya terjadi di jalan raya, di Damnoen Saduak kita akan melihat kemacetan di sungai.

Untuk dapat sampai ke pusat keramaian pasar dimana perahu para penjual yang menjajakan makanan ringan serta berbagai macam suvernir khas Negara Gajah Putih ini berkumpul, kami harus menyusuri kanal sungai yang berkelok-kelok, air sungai tidak begitu jernih namun bersih tanpa sampah. 

Kadang-kadang kami bisa melihat kepala biawak yang muncul dari dalam air, beberapa kali saya mencoba mengambil foto biawak-biawak itu, tapi mereka seakan sadar kamera, segera masuk kembali kedalam air. Di sepanjang sisi sungai juga dipenuhi dengan toko-toko berbentuk rumah panggung yang menjual suvernir, tas, topi maupun pakaian. Jangan lupa mampir di Coconut Sugar Farm.  Kita akan disuguhi air kelapa segar dan wangi. Gratis lho !

Sungguh perjalanan yang menyejukkan hati. Di kiri kanan terlihat rumah-rumah penduduk yang terbuat dari kayu. Rumah-rumah disanggah tiang dan berada jauh tinggi dari atas permukaan air sungai. Sama sekali tidak terhubung dengan daratan. Di depan rumah mereka tertambat perahu sebagai moda transportasi, benar-benar sangat tradisional. Dan ketika perahu kami melewatinya, beberapa ibu-ibu yang sedang melakukan kegiatan rumah tangga mendadak berhenti dan mengatupkan kedua belah telapak tangannya di depan dada sambil berkata Sawaddi Kha yang artinya sama dengan “Halo”. 

Penduduk Paling di Dunia

Menyaksikan keramahan masyarakat Thailand, saya tidak ragu sedikitpun bahwa negara yang disebut “Lumbung Padi Asia Tenggara” ini dinobatkan sebagai salah satu negara yang penduduknya paling bahagia di dunia

Memasuki pusat keramaian Pasar Terapung Damnoen Saduak, perahu motor kami mengurangi lajunya, selain karena padatnya perahu-perahu pedagang dan pengunjung, juga agar kami bisa berbelanja atau mencicipi kuliner disana. Penjual cemilan berkeliling dengan sampan di kanal-kanal menjajakan dagangannya. 

Terlihat juga penjual sayuran dan buah-buahan segar yang banyak berseliweran di sekitar perahu kami. Dari atas perahu, kami melihat para penjaja menawarkan jajanan khas yang nampak lezat dan menggiurkan seperti Mango Sticky Rice (ketan yang disiram santan dengan sedikit rasa durian dan ditambahi beberapa potong mangga), Pad Thai (mie kuning bercampur bihun, toge, irisan wortel, telur dan untuk saosnya bisa pilih sea-food atau ayam), sate, pisang bakar, manisan, minuman segar, coconut ice-cream, dan lain sebagainya. 

Yang wajib dicoba adalah Guay Teow Rhua (mie kuah yang disajikan dengan daging, tauge, dan daun bawang). Guay Teow Rhua artinya mie perahu, dinamakan demikian karena mie ini memang dulunya hanya dijual diatas perahu, tetapi seiring dengan perkembangan zaman, mie perahu sudah dijual di tiap sudut kota. 

Sebenarnya semua jajanan ini dengan mudah bisa kita jumpai di pinggir-pinggir jalan kota Bangkok, namun berkuliner diatas perahu akan membuat pengalaman yang berbeda, tempat dan cara penyajiannya membuat semua terasa jauh lebih nikmat.

Sambil mencicipi coconut ice cream yang segar, saya memperhatian para penjual yang ternyata sebagian besar adalah wanita dan kaum ibu-ibu. Mereka berjualan sambil bercengkerama dalam bahasa Thai, saya tidak mengerti apa yang mereka katakan, tapi melihat wajah mereka yang sumringrah, saya yakin mereka senang dengan kegiatan berjualan ini. Dan yang lebih hebat, tidak tampak seorang penjual pun yang membuang sampah atau sisa makanan ke sungai. Sepertinya mereka begitu sadar dan tahu betul bagaimana menjaga dan memanfaatkan alam. Kesadaran masyarakat Thailand dalam melestarikan alamnya pantas dipuji dan ditiru oleh kita.

Setelah selesai berkuliner-ria, kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah kuil yang dibangun di samping sungai. Kuil tersebut tidak besar tetapi sangat artistik seperti kuil-kuil lainnya di Bangkok. Nahkoda memarkirkan  perahunya dekat tangga kuil agar kami bisa naik keatas. Tampak beberapa turis asing yang mengambil foto disana. Kuil tersebut merupakan tempat ibadah masyarakat Damnoen Saduak yang mayoritas beragama Buddha.

Dalam perjalanan pulang Nahkoda memacu perahu dengan kencang tapi terkendali, melewati rute-tute yang sama saat kami berangkat tadi. Perjalanan pulang terasa lebih singkat, hanya dalam hitungan menit kami sudah sampai ke pintu gerbang masuk Damnoen Saduak. 

Pengalaman seru menjelajahi Pasar Terapung Damnoen Saduak pun berakhir dengan menyisakan pengalaman yang pastinya takkan terlupakan. Menyaksikan kehidupan masyarakat Damnoen Saduak secara langsung mau tak mau saya jadi membandingkannya dengan kehidupan masyarakat yang hidup di sekitar Sungai Deli. Kapankah Sungai Deli bisa bersih dan tertata rapi sehingga bisa dimanfaatkan sebagai urat nadi kehidupan masyarakat setempat juga sekaligus  sebagai objek wisata Kota Medan.***

()

Baca Juga

Rekomendasi