Si Raja Tega

Oleh: Saurma.

 TEGA adalah sebuah kata yang menunjukkan bagaimana seseorang menjadi demikian tidak peduli lagi atas suatu kondisi tertentu atau keadaan seseorang atau sekelompok orang dan masyarakat umum.

Ada banyak sebab yang membuat hal demikian bisa terjadi. Tetapi, apapun itu sungguh miris jika harus terjadi pada diri kita sendiri dan masyarakat kita. Lantas bagaimana menghindarinya?  Sebab bukan tidak mungkin jika sikap tega itu terjadi dan berlangsung secara terus menerus maka akan bisa membuat dunia menganggap hal itu sebagai suatu kewajaran, bukan sebuah ketegaan.

Kita bisa saksikan bagaimana kondisi sikap tega itu terjadi di sekitar kita. Mungkin tanpa kita sadari hal itu kita dapatkan sejak kecil dari rumah kita sendiri atau rumah teman kita. Sebut saja, beberapa kali seorang anak melihat orangtuanya atau orangtua temannya seenaknya menghardik dan memperlakukan kasar baik lewat ucapan maupun tindakan kepada pembantu rumah tangga di rumah mereka. Perlakuan kurang manusiawi tersebut bisa saja menjadikan anaknya merasa menjadi tidak tega  dan menganggap tindakan itu sebagai sesuatu yang tidak tepat dan tidak boleh dilakukan. Tetapi ada juga anak lain yang justru meniru sikap tega orangtuanya atau orangtua temannya, bahkan si anak bisa lebih tega lagi dari orangtuanya atau orangtua temannya itu.

Ada pula situasi lain di sekolah dimana oknum guru atau pegawai sekolah memperlakukan anak di sekolah itu dengan sangat kasar. Misalnya menghukumnya dengan kata-kata kasar yang cenderung menghina dan menekan perasaan si anak karena si anak dianggap tidak layak sekolah di sana sebab sering terlambat membayar uang sekolah. Padahal semua tahu bahwa anak tersebut adalah anak orang susah yang pekerjaan orangtuanya hanya buruh lepas dan buruh cuci pakaian, tetapi dapat kesempatan sekolah di sana karena kepintarannya. Atau menampar, menjewer dan menjemur si anak di terik matahari karena dianggap nakal. Banyak anak lain yang melihat kondisi itu jadi turut prihatin dan ingin membantunya. Tetapi anak lain justru mencontoh sikap si oknum guru dan pegawai sekokah yang tega tadi, dengan menambah ejekan dan tekanan bagi si anak berprestasi tersebut.

Kepentingan Pribadi

Di sisi lain, hubungan persahabatan pun dapat menjadi hancur lebur karena salah satu dari yang bersahabat itu membongkar rahasia temannya. Apalagi rahasia itu merupakan suatu aib yang tentu saja akan sangat memalukan jika diketahui orang banyak. Atau sahabatnya itu malah merebut pacar atau kekasihnya dengan cara menggunting dalam lipatan sehingga kekasihnya membencinya dan malah menaruh simpati pada sahabatnya itu. Sikap tega demikian ini bagi orang lain yang mengetahuinya menjadi pelajaran penting sebab ternyata tidak setiap orang pantas menjadi sahabat tempat kita mencurahkan seluruh perasaan dan uneg-uneg serta rahasia kita. Bahwa sahabat juga bisa menelikung demi kepentingan pribadinya dan bahkan tega merebut apa yang sudah kita miliki. Banyak orang akan bersimpati pada sahabat yang menjadi korban sahabatnya itu, tetapi pada orang lain  hal ini dijadikan pelajaran bagaimana cara mengetahui rahasia seseorang lalu kemudian mempermalukannya dengan membongkar rahasia itu lalu menjatuhkannya sesuai kepentingannya.

Ada lagi upaya tega jenis lainnya yang didasarkan untuk memenuhi kepentingan diri sendiri. Sebut saja oknum wakil rakyat yang seyogyanya adalah mewakili rakyat memperjuangkan kesejahteraan mereka, malah memperjuangkan dirinya sendiri dan kelompoknya dengan menempatkan kepentingannya dan kelompoknya di atas kepentingan rakyat yang diwakilinya. Kehidupan mereka dari hari ke hari semakin sejahtera terlihat dari keseharian mereka dilengkapi tampilan trend-trend terbaru sementara rakyat yang diwakilinya tetap saja dengan kondisinya semula, tanpa kemajuan. Kondisi itu juga terdengar kerap dilakukan oknum pejabat yang menggunakan wewenang dan kekuasaannya demi kepentingan pribadi. Sikap oknum wakil rakyat dan pejabat demikian ini menjadikan diri dan keluarganya menjadi kaya raya serta dapat hidup bermewah-mewah. Hal ini membuat mereka yang melihat kejanggalan luar biasa itu menjadi tidak senang karena mereka merasa telah diingkari dan tega diperlakukan semena-mena sebagai alas atas kepetingan oknum tersebut. Tetapi bagi yang mendukung sikap tega itu, justru menjadikan hal tersebut sebagai motivasi untuk menjadi wakil rakyat ataupun pejabat. Bisa jadi ia nantinya malah berbuat lebih tega lagi dari para oknum tersebut.

Begitu juga dengan para oknum pedagang dan produsen baik obat-obatan, bahan makanan dan minuman serta kosmetik palsu, hingga yang menjual produk yang lambat laun akan dapat mengganggu atau membahayakan kesehatan para konsumennya. Mereka melakukan pemalsuan atau menggunakan bahan yang membahayakan demi mengurangi biaya produksi dan semata untuk menuai banyak keuntungan. Mereka tega mencekoki konsumennya dengan sesuatu yang dapat merusak kesehatan, yang penting mereka bisa mendapat laba lebih dari yang seharusnya. Sikap tega dan tidak berperikemanusiaan ini menuai kecaman bagi pecinta sesama, namun menjadi pelajaran bagi para pihak yang juga ingin menuai keuntungan sebesar-besarnya dengan ingin melanjutkan sikap tega atau bahkan lebih tega lagi dalam mengelabui konsumen demi target mendapat laba sebanyak-banyaknya.

Raja Tega

Demikianlah orang belajar tidak tega dan tega dari pengalamannya sendiri. Sikap tak tega terhadap orang lain membuat kita bisa melihat ketidakbenaran dan berusaha menghindarinya. Tetapi sikap tega yang kita lihat berulang kali juga bisa memancing kita untuk berbuat lebih tega lagi dari yang kita lihat itu.  Sehingga, siapapun kita yang telah melakukan sikap tega tadi jangan berpikir sikap itu berhenti di kita saja sebab ternyata sikap itu dapat menular layaknya virus yang menyebar kemana-mana.

Sikap tega ada yang timbul dari dalam diri sendiri dan ada juga yang mengikuti orang lain yang dihormati atau kelompoknya. Anda mungkin pernah mendengar seseorang yang karena begitu marahnya, bahkan orang itu tidak mau menjenguk ibunya yang lagi sakit. Ada pula yang kemudian tidak mengacuhkan saudaranya sekandung yang lagi menderita secara ekonomi sementara dirinya berkelebihan hingga mampu dengan rutin memberikan bantuan kepada sesamanya. Ada juga yang kemudian bersikap seakan tidak mengenal seseorang yang justru pernah berjasa pada dirinya dan keluarganya.

Ketidakpedulian seperti ini dapat kita katagorikan dengan ketidakpeduliannyang bersifat personal, sangat pribadi dan muncul akibat dari suatu proses yang tidak seketika. Tega yang muncul dari dalam diri sendiri seperti ini acapkali diakibatkan amarah yang amat sangat serta kekecewaan yang begitu mendalam terhadap sesuatu. Ketidakmampuan mengontrol emosi membuatnya dalam amarah yang menjadi-jadi sampai tega berbuat yang cukup mengilukan hati.

Sementara tega yang dari luar diri bisa jadi dipicu oleh semacam euforia situasi, kelompok dan paham-paham tertentu. Hal ini bisa ditandai dengan kebencian suatu kelompok atas orang-orang di kelompok tertentu sehingga tega berbuat apa saja dan merasa benar dengan apa yang sudah diperbuatnya. Bahkan untuk yang lebih ekstrim lagi, ada yang menyebutnya dengan istilah si Raja Tega. Ini menunjukkan bagaimana seseorang dianggap bersikap tidak memiliki perasaan sedikitpun dan tidak bergeming bahkan saat korbannya sudah menjerit mohon pengampunan, misalnya. Semua yang diperbuat tanpa memikirkan bagaimana ekses dari tindakan yang dilakukan. Sehingga, meskipun orang yang dijadikannya korban kondisinya sudah mengenaskan, tetap saja sikapnya tidak berubah malah bisa jadi semakin kejam kalau dianggap si korban tidak kooperatif.

Di antara kita mungkin ada yang sering menonton bagaimana film-film mafia menampilkan aksi kejam dan tidak berperasaan demi mencapai tujuannya. Sebenarnya situasi ini kurang lebih sama dengan si Raja Tega tadi. Bedanya, pada film-film mafia tidak ada ampun, mereka akan melepas nyawa korbannya dengan penuh kepuasan dan kebanggaan. Pada masa sekarang si Raja Tega melakukannya terlihat ringan namun jika dipikir-pikir ternyata sangat jauh lebih berat dan keras dimana korbannya bisa jadi dibuat mati pelan-pelan.

Dunia bisnis dan politik juga termasuk bidang yang rawan terhadap urusan tega ini. Seseorang, demi kepentingan bisnis atau politik dapat saja mengorbankan sesuatu atau seseorang dan sekelompok orang hingga suatu masyarakat. Ambisi oknum pengusaha dan pebisnis untuk meraih target tertentu menjadikan oknum di sana melakukan sikap tega dengan tanpa rasa bersalah apalagi malu hati. Semua yang dilakukan oknum pebisnis dan politikus ini justru dianggap sebagai tugas mulia yang harus dilakukan.

Sekarang, setelah menyadari berbagai sikap tega yang mungkin saja pernah kita lakukan selama ini, setidaknya kita dapat mengevaluasi diri. Mari jujur menjawab pertanyaan ini. Apakah kita masih akan menjadi si Raja Tega itu atau akan mengubah konsep diri kita dengan sungguh-sungguh menyadari bahwa satu langkah ke depan adalah misteri. Jawabnya ada di dalam diri kita sendiri!

()

Baca Juga

Rekomendasi