Oleh: Bhikkhu Aggacitto
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Dalam situasi inflasi sekarang ini banyak memberikan pengaruh pada ketidak seimbangan perekonomian, dampak meratanya berpengaruh pada kestabilan psikologis seseorang, sehingga banyak para pengusaha harus banyak memutar otak untuk membuat perubahan dan inovasi baru dalam bersaing. Tidak dipungkiri bahwa, perubahan-perubahan tersebut juga merambah pada indikasi peningkatan tindakan kriminal; mulai dari pemalsuan barang, begal, pencurian, hingga pada tindak perampokan dll. Rasa kekawatiran dan ketakutan pun menjadi semakin bertambah pada diri seseorang. Dari semua daya upaya yang dilakukan seseorang memiliki motif dan tujuan yang sama, yaitu adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan dalam pemenuhan kebutuhan yang diharapkan dapat memuaskan diri, baik dilakukan dengan cara yang baik maupun dengan cara yang tidak. Rasa tidak puas akan apa yang sudah didapat juga memiliki sorotan, mengapa seseorang mati-matian mau melakukan sesuatu dengan berbagai cara. Ketidak puasan dalam diri seseorang juga menjadi satu bagian yang sangat menentukan. Ketidak mampuan menyeimbangkan emosi diri berakhir pada penderitaan pada kehidupan. Jika pola pikir seseorang demikian, hidup hanya bertujuan untuk mencari dan mendapatkan kepuasan diri sendiri, hanya untuk mengejar harta kekayaan yang tidak ada unjung pangkalnya maka selamanya ketakutan, kekawatiran, penderitaan akan selalu membayangi kehidupan.
“Bila sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, maka cobalah perhatikan seekor burung. Setiap pagi, burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya, kemana dan dimana, dia harus mencari makanan yang diperlukan. Adakalanya, dia pulang dengan perut kenyang dan membawa makanan buat keluarganya. Tetapi adakalanya, makanan itu hanya cukup buat keluarganya, sementara dia harus puasa. Bahkan sering kali, dia pulang tanpa memabawa apa-apa buat keluarganya sehingga dia dan keluarganya, harus berpuasa”. Hiduplah dengan bijak bahwa hidup ini bagaikan secangkir kopi, untuk mendapatkan cita rasa yang enak dibutuhkan kesesuaian pada penyeimbangan penyeduhan antara gula dan kopinya. Artinya, hidup hendaknya harus seimbang dengan jalan tengah, melalui pola pikir yang bijak membangun rasa cukup dan puas diri dengan apa yang sudah diperoleh (bersyukur). Karena sebagaimana pun usaha yang dilakukan tanpa dibarengi rasa puas diri ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan akan sulit ditemukan. Harta kekayaan materi didunia ini tidak akan pernah habis dan cukup bila dikejar. Meskipun itu semua penting, namun seyogianya uamat Buddha yang baik mestinya harus miliki harta kekayaan non materi sebab kekayaan tersebut jauh lebih penting, dalam agama Buddha istilah kekayaan non materi dapat dirujukan pada kekayaan spiritual. Bila kekayaan spiritual dimiliki maka ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan akan dapat diperolehnya. Dalam Buddhasasana, disebutkan bahwa ada tujuh kekayaan didunia atau “satta ariya dhana” yang akan membuat kehidupan seseorang tidak akan pernah miskin, meskipun perubahan kehidupan silih berganti. Harta kekayaan itu adalah:
1. Saddha (Keyakinan) : Seseorang yang memiliki kekayaan pada Tiratana (Buddha, Dhamma, Sangha) maka hidupnya tidak akan pernah miskin kebahagiaan, karena keyakinan yang dimilikinya akan selalu memberikan spirit dan kekuatan yang besar dalam kegelapan, keterpurukan, dan penderitaan.
2. Sila (Kemoralan) : Kekayaan moralitas akan mendatangkan berkah (Vinayo ca susikkhito) dalam hidup. Moralitas yang baik akan berpengaruh pada keindahan hidup yang dijalaninya, bagaikan bulan purnama yang tidak terhalagi oleh awan atau mendung. Sinar cahanya akan menerangi kegelapan malam, yang membuat malam gelap menjadi terang. Kekayaan moralitas yang baik dan terkendali akan selalu mempengaruhi pada kemurnian pikiran, ucapan maupun perbuatan. Akan menjadi pengontrol pada tindakan-tindakan buruk yang mengarah pada pemupukan karma-karma buruk. Kekayaan moralitas yang baik juga akan meminimalisir pada celaan, hinaan, dan reputasi buruk. Na jacca vasalo hoti, na jacca hoti brahmano, Kammana vasalo hoti, kammana hoti brahmano. "Bukan karena kelahiran seseorang menjadi tidak mulia atau hina, Bukan karena kelahiran seseorang menjadi mulia, Tetapi perbuatan atau tingkah lakulah yang menentukan seseorang hina atau mulia." (Vasala Sutta, Sutta Nipata.136)
3. Hiri (Malu untuk berbuat buruk/ jahat)
4. Ottapa (Takut untuk berbuat buruk/ jahat)
Memiliki kekayaan rasa malu dan takut untuk berbuat jahat, akan menjaga seseorang pada kemerosotan atau keruntuhan. Namun sebaliknya seseorang yang tidak memiliki rasa malu dan takut untuk berbuat jahat, tindakan dan pikirannya akan selalu pada amoral; seperti pada tindakan kecanduan akan minuman atau obat-obatan yang memabukkan, pergi ke jalan-jalan pada waktu yang tidak sesuai, sering pergi ke tempat-tempat pertunjukan, berjudi, bergaul dengan teman-teman yang tidak baik, dan kebiasaan bermalas-malasan (Sigalovada Sutta). Anguttara Nikaya menerangkan bahwa pergi ke tempat-tempat pelacuran adalah salah satu sebab hilangnya kekayaan dan nama baik seseorang. Demikian juga disebutkan didalam Parabhava Sutta bahwa hal-hal di atas merupakan sebab-sebab keruntuhan seseorang.
5. Bahusutta (Memiliki pengetahuan Dhamma) : Memiliki kekayaan akan pengetahuan dan ketrampilan dhamma (Bahusaccanca sippanca) mempunyai peran besar pada proses menuju jalan hidup yang luhur. "Belajar ilmu pengetahuan hingga lulus niscaya mendapat kehormatan. Namun, pelatihan diri dalam tingkah lakulah yang membawa pada kedamaian (Khuddaka Nikaya, Jataka bagian pertama, 842)". Dengan memahami dhamma ajaran Buddha akan menunjukan mana yang sesuai/ bajik dan mana yang tidak sesuai/ tidak bajik (Yoniso Manasikara), perannya sangat besar dalam mendorong seseorang menuju kemuliaan.
6. Caga (Kemurahan Hati) : Memiliki kekayaan dalam bermurah hati, sama artinya berusaha membebaskan diri dari semua pikiran mementingkan diri sendiri, kemauan buruk, kebencian dan kekerasan dalam hidup, baik itu secara individual maupun secara sosial. Implementasi kemurahan hati dapat berfungsi pada pengembangan cinta kasih dan kasih sayang, sehingga dari kondisi inilah yang akan memperkaya hati dan pikiran seseorang menuju kedamian semakin bertambah.
7. Pabba/ Panna (Kebijaksanaan)
Kekayaan kebijaksanaan adalah salah satu bagian puncak dari segala sesuatu yang ada, karena kebijaksanaan sangatlah mahal harganya, prosesnya didapat melalui banyak tahapan mulai dari aspek pemikiran, penganalisaan, dan pengalaman. Bila dibangdingkan dengan materi pun tidak akan sebanding sebab untuk mencapai tahapan ini seseorang harus benar-benar berusaha keras, semangat dan kedisiplinan (Utthanasampada) melalui Suttamaya panna (bijaksana dalam belajar), cintamaya panna (bijaksana dalam pola pikir yang murni/ vimamsa), bhavanamaya panna (berkesadaran melalui kosentrasi/ samadhi).
Itulah ketujuh macam kekayaan ariya yang sangat jauh lebih baik daripada kekayaan materi dan satta ariya dhana merupakan kekayaan yang terbaik dan tertinggi (anuttaram uttamam dhanaggam). Utthanavato satimato sucikammassa nisammakarino sannatassa ca dhammajivino appamattassa yasobhivaddhati yang artinya seseorang yang penuh semangat dan selalu sadar, murni dalam perbuatannya serta memiliki pengendalian diri dan selalu hidup sesuai dengan dhamma, selalu menjaga kewaspadaan maka kebahagiaannya akan semakin bertambah” (Dpd. Appamada Vagga II-24). Sebagai informasi bahwa kesempatan baik untuk memupuk kebajikan sebagai penimbunan harta sejati; “Kathina Dana di Pubbarama Buddhist Centre (PBC) Kebun Sayur-Kota Bangun, Medan Deli akan diadakan pada hari Minggu tanggal 1 November 2014, Pukul. 15.00 WIB”. Semoga dengan hidup berkebajikan akan semakin meningkatkan dan mengembangkan pikiran-pikiran luhur kita, untuk menumbuhkan kembangkan sifat-sifat welas asih didalam diri.
Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitatta, Sadhu… Sadhu…Sadhu…