Medan, (Analisa). Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan IV kapasitas 3 x 30 megawatt (90 MW) di Desa Tangga dan Desa Lubu Rappa, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan, mulai dibangun hari ini, Sabtu (21/11).
Sebelumnya, proyek senilai Rp3 triliunan ini diresmikan Presiden Joko Widodo dalam satu acara Relawan Mutiara Jokowi, Jumat (20/11) sore di Lapangan Merdeka Medan.
Demikian siaran pers Kabag Humas PT Berkat Bina Karya, Ramli Asshiddiqi SH, Jumat (20/11).
Dia menjelaskan, pekerjaan proyek sudah bisa dilakukan. Soalnya, mereka melakukan kesepahaman dengan perusahaan asal Tiongkok, Northwest Engineering Corporation Limited pada 5 September 2015.
Perusahaan ini akan membangun. Modal sepenuhnya dari Bank Tiongkok yang dibawa perusahaan tersebut. Diperkirakan dalam tiga tahun selesai dan bisa beroperasi. “Kami yakin dengan perusahaan ini karena mereka yang membangun PLTA Asahan I,” ucap Ramli.
Dia menambahkan, mulainya pekerjaan di lapangan akan dihadiri dua Pemerintah Kabupaten Asahan dan Tobasa. “Dua pemerintah daerah itu kami undang. Kami mulai pekerjaan sarana dan prasarana seperti jalan, perumahan pekerja dan sebagainya,” jelasnya.
Sesuai rencana, katanya, listrik dari PLTA Asahan IV ini digunakan untuk kepentingan sendiri. Perusahaan menjual kepada manajemen Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke. “Kami sudah berkomunikasi untuk kerjasama dengan KEK Sei Mangke. Mereka membutuhkan 1.000 MW. Kami jual ke mereka. Bisa saja, dalam saat tertentu seperti malam hari mereka tidak menggunakannya, listrik tersebut akan mereka jual lagi ke PLN. Tapi, dari kami jual sepenuhnya ke KEK Sei Mangke,” tambah Ramli.
Dia menambahkan, sampai saat ini, sesuai rencana mereka, listrik yang dihasilkan untuk kepentingan sendiri. Dengan begitu, mereka tak memerlukan izin listrik untuk kepentingan umum (IUKU). Kalau ada izin IUKU, mereka wajib jual ke PLN.
“Kami tak pakai IUKU. Kami mendapat izin untuk kepentingan sendiri dari BPPT Sumut. Sebenarnya kami sudah beberapa kali mencoba mohon ke PLN agar didaftarkan dalam Rencana Umum Pembangkit Tenaga Listrik (RUPTL), tapi surat kami tidak direspons. Jadi, kami urus izin untuk kepentingan sendiri. Sama seperti PT Inalum,” ungkap Ramli.
Dari perhitungan mereka, paling tidak dalam kurun waktu 15 tahun sudah break event point (BEP). Dengan rincian, tiga tahun pertama (tahap pekerjaan) mereka hanya membayar bunga bank. Kemudian, di tahun keempat hingga 12 tahun mereka membayar cicilan.
Sejauh ini, lanjutnya, proyek PLTA Asahan IV yang sudah jelas titik koordinat lokasinya sesuai izin dari Bupati Asahan ini berada di jalur yang tepat dan tak ada permasalahan.
Soal izin bendung, ungkap Ramli, mereka sudah memercayakan kepada PT Lapi Ganeshatama Consulting. Sesuai kesepakatan, pihak Lapi berjanji mengurus sampai tuntas. Sudah beberapa kali sidang dan masih berproses. “Jadi, tidak benar kalau kami tak mendapat izin bendung,” tegasnya.
Mereka mengaku sudah mengantongi 16 IMB dari pemerintah setempat untuk pembangunan sarana dan prasarana di kawasan proyek.
Deputi Teknik Ir M Noor El Husein Dalimunte menegaskan, proyek PLTA Asahan IV dijamin tidak akan mengganggu proyek PLTA Asahan III. Sudah ada kajian survei dari PT Lapi Ganeshatama Consulting yang menyatakan, PLTA Asahan IV dengan kedalaman bendung 110 meter dpl tak akan mengganggu proyek PLTA Asahan III.
M Noor menambahkan, mereka mulai mengerjakan tahapan proyek tersebut mulai 2005. Ketika itu, mereka mendapat surat rekomendasi (izin prinsip) dari Gubernur Sumut Tengku Rizal Nurdin tepatnya pada 30 Juni 2005.
“Saat itu Pak Rizal menunjuk langsung kami mengerjakan 90 MW. Kemudian dilanjutkan dengan surat Gubsu Rudolf M Pardede pada 27 Maret 2006 untuk percepatan pembangunan proyek PLTA Asahan IV. Pada 2011, kami mendapatkan izin lokasi dari Bupati Asahan. Di situ, jelas disebutkan titik koordinat proyek ini,” ucapnya. (nai)