Menoleh Gadis Remaja di Akihabara, Tokyo

DI BALIK gemerlap lampu di Ibukota Jepang, Tokyo, ada distrik Akihabara yang selalu dipenuhi gadis-gadis remaja bayaran yang siap  “me­layani” laki-laki termasuk mera­mal, pijat, berjalan-jalan dan mela­kukan hubungan la­yaknya suami isteri.

Mengutip Dailymail, para remaja perempuan itu kerap disebut joshi-kosei osanpo (JK) yang berarti kencan dengan anak SMA.

Seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya, me­ngaku telah menjadi JK sejak usianya 16 tahun. Ibunya sakit mental dan keluarganya tidak akur.

"Saya merasa tidak punya tempat. Ketika saya membagikan selebaran di Akihabara, saya bisa melupakan kehidupan sehari-hari," katanya.

Wanita tersebut pun mengaku, bila bayarannya tinggi, tak jarang para JK mau berhubungan badan. Dia sendiri telah kehilangan ke­gadisannya sejak usia 18 tahun.

"Semuanya terjadi begitu saja, tiba-tiba kami bergairah," katanya.

Dia juga bercerita bagaimana pe­lang­gannya tidak menyukai wanita yang berdandan. Sebab banyak pria le­bih memilih remaja sekolah yang meng­gunakan rok pendek khas remaja SMA.

Satu lagi, anehnya ada sebuah grup yang begitu populer di Jepang yang beranggotakan anak-anak remaja. Banyak orang berpikir, mereka ini sedang bermain peran. Padahal me­reka benar-benar anak sekolah. Na­mun mereka menjadi aset bisnis yang menjanjikan.

Dalam laporan tahunan Depar­temen Luar Negeri Amerika Serikat mencatat, ada jaringan yang me­ngambil keuntungan dari bisnis anak-anak remaja di Jepang. "Ada seke­lompok individu yang yang ingin memanfaatkan keuntu­ngan dari gaya hidup remaja masa kini," kata seorang wartawan Amerika, Jake Adelstein.

Mirisnya, meski bisnis prostitusi ini dekat dengan kepolisian di Aki­habara, para remaja bisa berdiri di tempat terbuka. "Semua orang tahu ini salah, tapi mereka tidak melakukan apa-apa."

Harus

Wartawan dari Brooklyn, Simon Ostrovsky menuliskan, bisnis gadis remaja ini telah dimulai sejak 1990-an hingga sekarang. Untuk bisa mengobrol dengan salah seorang remaja, dia harus membayar 3.000 yen atau sekitar Rp 300 ribu.

"Setelah duduk selama 7-10 menit, remaja itu mencoba meramal tapi dia tidak bisa dan hanya senyum kepada saya. Saya rasa ini adalah hal paling aneh yang pernah saya lakukan. Saya pun jadi canggung dan tidak bisa melakukannya lagi," katanya.

Karena dirasuki rasa penasaran, dia pun menyimpan kamera tersembunyi dan melihat para pria lain mengobrol asyik dengan anak perempuan.

"Sungguh menakutkan melihat laki-laki dewasa bermain mata dengan anak remaja," tulisnya. Dia juga melihat pria usia 40-50 tahun yang hafal lirik lagu dan antusias melam­baikan tongkat cahaya selama pertun­jukkan.

"Memang beberapa orang memi­liki kondisi sulit, namun Jepang adalah salah satu negara maju anggota PBB yang setuju melawan perdangan manusia. Tapi mereka memiliki kehidupan malam dan mendapat perlakuan yang buruk bagi anak perempuan," katanya.

Seorang pekerja sosial, Yumeno Nito mengatakan telah membantu 100 anak perempuan yang terjebak dalam kondisi JK.

"Banyak anak sekolah yang terlibat dalam pelacuran atau perdagangan manusia. Sayangnya, tidak semua dari mereka yang mendapatkan peng­hasilan. Sebagian dari mereka bahkan bunuh diri dan lainnya disalahkan karena menjual diri," katanya. (dmc/u.msn/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi