Kolektor

Oleh: Dr. Agus Priyatno, M.Sn. Kolektor merupakan is­tilah un­tuk menjuluki orang yang gemar me­ngoleksi karya seni atau benda-ben­da unik lainnya. Kolektor seni meng­­gantikan peran para raja yang dahulu menjadi patron para se­niman. Ke­tika sistem kekua­saan berubah, se­niman tidak la­gi mengabdi pada ke­rajaan. Mereka bebas berkarya, be­bas me­ngekspresikan gagasan-ga­ga­sannya. Karya seni mereka­pun tidak lagi dikoleksi oleh ke­rajaan, tetapi masyarakat umum pecinta karya seni.

Mereka bisa berasal dari ka­langan pengusaha, peda­gang, tokoh masya­ra­kat, peja­bat, tentara, polisi, petani. Sia­pa saja yang menyukai karya se­ni. Pembelian karya seni di­biayai dari uang pribadi yang me­reka kum­pulkan. Pemilik da­na besar memburu ka­rya se­ni terbaik mes­ki­pun harga­nya tidak murah. Mereka men­g­i­ngin­kan karya seni dengan mu­tu nomer satu.

Pemilik dana yang tidak be­sar juga bisa berburu karya se­ni terbaik dengan harga terjangkau. Asalkan mereka cermat dan selektif memilih ka­rya seni. Kolektor seni me­milih ka­rya seni berdasarkan pa­da kualitas ka­­rya, keaslian, dan autentiknya ka­rya. Mereka menghindari karya du­plikasi, varian atau karya palsu. Ka­rya seni asli harganya berbeda ja­uh dibandingkan karya seni pal­su. De­mikian juga dengan ka­rya seni varian atau duplika­si.

Kolektor seni mau memba­yar mahal untuk sebuah karya seni, ka­rena kolektor seni tahu, dalam se­buah karya seni ter­dapat nilai-nilai yang pantas di­bayar mahal. Sebuah karya seni berkualitas merepre­sen­ta­sikan kejeniu­san, kemahi­ran dan kua­litas tinggi pemikiran sang se­niman. Agar bisa men­ciptakan karya masterpiece, seniman maestro har­us mela­tih ketrampilannya berta­hun-tahun.

Karya masterpiece lahir da­ri ta­ngan seniman yang memi­liki ke­trampilan tinggi. Karya seni lahir dari pemikiran atau pe­renungan pan­jang sang se­niman tentang nilai-nilai hi­­dup. Nilai-nilai itulah yang di­har­gai sang kolektor atau pe­cinta seni.

Kolektor seni berpengala­m­an, me­miliki  “jam terbang”  ber­tahun-ta­hun berburu karya seni. Dia bisa mem­bedakan ka­rya seni asli atau palsu, ka­rya seni autentik atau varian. Me­reka belajar melalui buku-bu­ku seni atau dari  kolektor se­ni lain yang lebih berpenga­laman. Mereka juga belajar mengenai hal tersebut dari pa­ra seniman. Untuk mendapat­kan karya asli, autentik dan ber­mutu tinggi. Kolektor seni berpengalaman membeli lang­sung dari seniman. Seni­man terhormat menjaga etika ber­kesenian. Mereka tidak men­cip­takan karya palsu, mendu­pli­kasi, atau menciptakan va­rian karya.

Kolektor seni yang berani mem­bayar mahal untuk karya seni ber­kua­litas, mereka sa­ngat dihormati seni­man. Ke­beraniannya membayar ma­hal merupakan bentuk sanjungan, juga penghargaan terhadap se­ni­man­nya.

Keberadaan kolek­tor seni sa­ngat pen­ting bagi seniman. Me­lalui duku­ngan merekalah pa­ra seniman bisa terus ber­karya, menghidupkan dan meng­hidupi seni. Kreativitas mereka bisa terus tersalurkan.

Kolektor yang telah memi­liki ba­nyak karya seni, memer­lukan rua­ngan cukup besar un­tuk memajang ko­leksnya. Ga­leri pribadi atau museum pri­badi, dibangun agar koleksi­nya bisa dipajang dan dinik­ma­ti se­tiap saat, kapan saja sang kolektor ingin melihat­nya. Bangunan-bangu­nan­nya didesain sesuai dengan selera ar­tistik sang kolektor. Desain bangu­nan juga disesuaikan dengan jenis karya seni yang di­ko­leksi. Kolektor seni tradi­sional membangun galeri atau museum pribadinya, bercorak tradisional. Kolektor seni mo­dern membangun dengan co­rak modern.

Di Indonesia, ada cukup ba­nyak kolektor seni terkenal. Pa­da awal ke­merdekaan, Soe­karno sang prok­la­mator terke­nal sebagai kolektor karya se­ni. Sang proklamator kadang blusu­kan ke rumah seniman untuk melihat-lihat karya seni yang bisa dikoleksi.

Karya seni terbaik, paling ber­mutu tinggi karya seniman yang su­dah punya reputasi di­koleksi untuk meng­hiasi istana kepresidenan. Se­lain karya se­ni dari dalam negeri, sang prok­lamator juga mengoleksi  ka­rya seniman maestro dari ber­bagai ne­gara.

Tokoh politik lainnya yang men­jadi kolektor seni adalah Adam Ma­lik. Mantan menteri luar negeri di era Orde Baru juga pernah menjadi wakil Pre­siden RI. Tokoh ini me­ngo­leksi banyak karya seni dan memi­liki museum seni pribadi.

Kolektor seni memiliki ke­gema­ran atau kecenderungan pada karya seni tertentu. Ci­putra seorang pengu­sa­ha pro­perti terkemuka sangat meng­­ge­mari lukisan karya pelukis He­ndra Gunawan. Raka Su­michan sa­ngat fanatik dengan lukisan karya Affandi.

Oei Hong Djien pedagang tem­ba­kau kaya raya sangat me­muja luki­san karya Wida­yat. Sakin cin­ta­nya pada lu­kisan karya Widayat, ke­tika is­trinya meninggal dunia, Oei Hong Djien meminta Widayat untuk m­elukis  peti mati sang istri, dengan tema burung  sur­ga.

Raka Sumichan begitu se­nangnya de­ngan karya Affan­di, dia setia me­nunggu karya-karya Affandi dicip­ta­kan. Ci­putra begitu menyukai ka­rya Hendra, berbagai lukisan ka­rya seniman tersebut direpro­duksi dalam bentuk seni pa­tung.

Di Indonesia ada cukup ba­nyak kolektor seni. Beberapa kolektor seni ternama dianta­ra­nya James Ria­dy, Sunarjo Sam­poerna, Jusuf Wa­na­di, Cahyadi Kumala, Fauzi Bo­wo, Deddy Kusuma, Budi Se­tiadhar­ma, Is­mail Sofyan, Har­yanto Adi­koe­­soe­mo, Rudi Akili dan Philipe Augier.

Ka­rya seni masterpiece ka­rya pa­ra seniman maestro ba­nyak ber­ada di galeri atau mu­seum pribadi para ko­lektor.  Ka­rya seni bermutu tinggi ber­pindah tangan kepe­milikan da­ri ko­lektor yang satu ke ko­lektor lain­nya dengan harga yang tidak per­nah turun. Ka­rya seni adalah salah satu ben­tuk investasi di kala­ngan elite.

Penulis dosen pendidikan seni rupa FBS Unimed dan Pengelola Pusat Dokumentasi Senirupa Sumatera Utara.

()

Baca Juga

Rekomendasi