Memahami DAGUSIBU, agar Obat Bermanfaat

Oleh: Endhika Sri Syahfitri, S. Farm., Apt

Obat merupakan benda yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dipastikan di setiap rumah tangga pasti tersedia obat. Mulai dari obat untuk balita, anak-anak, orang dewasa bahkan lansia. Jenisnya pun beraneka ragam, dari obat sakit kepala, sakit gigi, kembung, bahkan wasir.

Menurut Joenoes (2001) obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia.

Dalam pengobatan, obat dapat digunakan untuk mencegah, menyembuhkan, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan. Sediaannya pun beraneka ragam, ada bentuk tablet, sirup, obat tetes, obat kumur, lotion, krim, suppositoria, dan obat vagina.

Dalam dosis terapi obat bisa mengobati penyakit. Sedangkan dalam dosis yang berlebih, obat dapat menjadi racun/toksik, sehingga kita harus cermat dalam menggunakan obat, agar efektif bekerja di dalam tubuh. Inilah yang menjadi realitas di masyarakat kita. Sebagian besar pengonsumsi obat belum memahami cara pemanfaatan obat secara tepat. Terkadang membeli obat keras tanpa resep, menyimpan di sembarang tempat hingga membuangnya tanpa peduli efek untuk lingkungan.

Oleh karena itulah, untuk memahamkan masyarakat dan menumbuhkan keluarga yang sadar obat, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) mengampanyekan konsep DAGUSIBU. 

DAGUSIBU adalah singkatan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang. Lebih tepatnya, slogan ini mengajak kita, para masyarakat untuk mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan cara yang benar.

Ada 4 komponen DAGUSIBU yang harus dicermati. Pertama, DA (Dapatkan obat dengan benar). Obat yang kita gunakan dapat diperoleh di apotek, toko obat berizin, rumah sakit dan puskesmas dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan. 

Ketika menerima obat terlebih dahulu diperiksa penandaan pada kemasan obat seperti nama obat/merk dagang, nama produsen, komposisi obat, tata cara penggunaan, peringatan/efek samping, batas kadaluarsa, nomor batch, penandaan golongan obat, dan nomor registrasi obat. 

Selain itu, juga diperiksa kualitas kemasan obat, seperti segel obat, keutuhan kemasan, desain kemasan, kualitas printing, dan kerapian kemasan sehingga kita bisa terhindar dari bahaya obat palsu yang sekarang begitu marak di pasaran.

Kedua, GU (Gunakan obat dengan benar). Sebelum menggunakan obat terlebih dahulu harus mengetahui indikasi dari obat tersebut. Obat yang digunakan harus sesuai dengan aturan pakai obat dalam etiket atau dalam brosur obat. Baca peringatan yang tertera pada kemasan obat. Untuk obat bebas atau bebas terbatas tidak dapat digunakan secara terus-menerus. Perhatikan juga bentuk sediaan obat. Tidak semua obat harus diminum dengan cara ditelan. 

Ada beberapa obat oralpadat yang perlu perlakuan khusus, misalnya tablet kunyah penggunaannya dikunyah terlebih dahulu sebelum ditelan, tablet buih (effervescent) harus dilarutkan dalam segelas air, tablet hisap penggunaannya diletakkan di rongga mulut dan dihisap, serta tablet sublingual penggunaannya ditaruh di bawah lidah dan tidak untuk ditelan. Ada pula obat oral dalam bentuk suspensi harus dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan. 

Selain itu, waktu penggunaan obat juga harus diperhatikan, apakah setiap 4 jam, 6 jam, 8 jam, 12 jam atau 24 jam dalam sehari. Ini yang seringkali keliru dimaknai masyarakat. Untuk obat yang harus diminum 3 kali sehari, penggunaannya harus setiap 8 jam sekali.Bukan pagi, siang dan malam setelah makan. Kalau tidak tepat waktu, obat tidak bisa bekerja secara efektif. Malah mungkin menimbulkan efek samping. 

Setelah menggunakan obat harus diperhatikan apakah timbul gejala khusus seperti mengantuk, gatal, perih lambung, pusing, dan sebagainya. Bila terdapat gejala tersebut segera menghubungi tenaga kesehatan terdekat

Ketiga, SI (Simpan obat dengan benar). Sama halnya dengan penyimpanan makanan, obatpun harus disimpan dengan cara yang benar. Obat harus jauh dari jangkauan anak-anak agar tidak salah digunakan oleh anak. Obat disimpan dalam kemasan asli dan tertutup rapat agar tidak salah dalam penggunaannya. Jangan sampai obat untuk penurun demam tertukar pada kemasan untuk obat diare. 

Label yang terdapat pada kemasan obat jangan dilepas karena ada aturan pemakaian. Simpanlah obat ditempat yang sejuk, kering, dan terhindar dari sinar matahari langsung.  Untuk obat dalam bentuk cair, jangan disimpan di dalam lemari pendingin/freezer karena dapat membeku. Untuk sediaan spray/aerosol jangan diletakkan pada suhu/panas tinggi karena dapat meledak, sedangkan untuk sediaan suppositoria harus diletakkan di dalam lemari es agar tidak meleleh.

Keempat, BU (Buang obat dengan benar). Kapan obat harus dibuang? Jika obat telah rusak atau kadaluarsa, maka obat harus dibuang walaupun obat masih banyak. Cara membuang obat yang benar adalah keluarkan obat yang telah rusak dari wadah aslinya, kemudian obat tersebut dihancurkan (jika berbentuk padat maka digerus, jika dalam bentuk cair maka diencerkan) untuk menghindari penyalahgunaan obat, masukkan obat tersebut ke dalam wadah tertutup rapat, dan buang wadah obat tersebut ke tempat sampah.

Sebenarnya tak sulit untuk menjalankan DAGUSIBU ini. Asal ada kemauan, pasti bisa. Harapannya, setelah memahami konsep ini setiap orang bisa membagikannya kepada orang lain agar lebih banyak lagi yang tercerahkan. Supaya tidak ada lagi kesalahan dalam menggunakan obat. Setidaknya, sampaikanlah pada keluarga, tetangga dan rekan kerja. Dengan demikian, Indonesia Sehat akan semakin cepat kita wujudkan, dimulai dari diri kita sendiri. Percayalah!

(Penulis adalah alumni Program Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara)

()

Baca Juga

Rekomendasi