Oleh: Ramen Antonov Purba
Ide tulisan ini penulis dapatkan ketika melakukan perjalanan dari Tebing Tinggi di Kabupaten Serdang Bedagai menuju Medan, 19 Oktober 2015. Hujan deras terus membasahi bumi sepanjang perjalanan. Ketika memasuki daerah amplas dan sekitarnya, mulai terlihat air hujan yang menggenangi (banjir) badan jalan raya. Banyak kendaraan yang berbalik arah karena takut terjebak banjir yang semakin lama semakin meninggi.
Awetnya hujan menjadikan jalan raya bak sungai. Jalan raya yang berbahan dasar aspal tentunya tak bisa menyerap air yang memiliki massa (bobot) besar. Inilah penyebab kondisi semakin tak bersahabat. Seyogianya, air dengan bobot besar ini akan mengalir ke pinggir-pinggir jalan raya dan kemudian masuk ke got (parit) untuk kemudian dialirkan ke sungai. Selain itu, air dapat juga langsung terserap tanah yang tentunya di atasnya ditanami pepohonan hijau dan terawat.
Ketika penulis perhatikan, got-got yang seharusnya menjadi penyaluran air hujan tersebut tak mampu lagi menampung bobot air yang begitu besar, tanah yang diharapkan mampu menyerap ternyata juga tak mampu untuk melakukan tugasnya. Mengapa bisa demikian? Ternyata got-got sebagian besar sudah terisi sampah yang menyebabkan got semakin dangkal, sehingga tak mampu menampung air hujan. Pepohonan juga sangat jarang bahkan dikategorikan tak ada. Jadi wajar saja apabila tanah juga tak bisa menyerap terlalu banyak bobot air.
Penyebab ini tentu dapat diantisipasi ketika kita menyadari bahwa penyebab banjir adalah ulah kita sendiri. Kita tak menyadari kebiasaan kita membuang sampah ke got membuat got semakin dangkal. Selain itu, pembiaran yang kita lakukan terhadap kondisi dan kelangsungan hidup tanaman hijau yang ditanam di kanan-kiri badan jalan, juga menjadi penyebabnya.
Untuk berubah, tentu belum terlambat. Kita tinggal mengubah kebiasaan kita yang negatif tadi menjadi lebih positif dan bermakna, misalnya membuang sampah pada tempatnya. Kita juga tinggal meningkatkan empati kita terhadap tanaman hijau yang ada di pinggir jalan, dengan memerhatikan kelangsungan hidupnya, memagari tanaman tersebut misalnya. Langkah sederhana ini dipastikan akan mampu mencegah banjir ketika hujan dengan massa (bobot) air tinggi terjadi.
Remaja sebagai pelopor
Remaja saat ini kita akui sebagai remaja yang berteknologi. Dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat, remaja juga menjadi figur yang cerdas. Sebagai insan cerdas, sudah sewajarnya apabila remaja dapat menjadi pelopor cinta lingkungan. Dimulai dari lingkungan terkecil di rumah, remaja dapat menjadi contoh bagi seisi rumah terkait dengan lingkungan.
Membuang sampah pada tempatnya, merupakan contoh kecil yang dapat dimulai remaja untuk menjadi pelopor cinta akan lingkungan. Remaja dapat menunjukkan langkah ini kepada orang lain untuk kemudian dilakukan. Selain itu, dengan kekreatifannya, remaja dapat juga membuat sosialisasi di media sosial terkait dengan dampaknya membuang sampah di sembarang tempat, apalagi di got-got. Banjir merupakan masalah berlanjut yang sampai saat ini belum bisa teratasi, bukan hanya di Sumatera Utara, tetapi juga di daerah lain di Indonesia.
Gerakan cinta akan pohon juga menurut penulis mampu dilakukan oleh para remaja. Dengan membuat komunitas dengan teman-teman permainan ataupun sekolah, komunitas dapat dibentuk dengan fokus akan pohon di pinggir jalan. Dengan mempergunakan media sosial, remaja juga dapat menghimbau remaja lain untuk ikut terlibat di daerahnya masing-masing. Remaja akan lebih mudah melakukan semuanya karena dari segi waktu dan kesempatan remaja belum seperti orangtua yang kegiatannya bisa sangat padat.
Dengan komitmen kuat dan keseriusan yang baik, maka langkah remaja untuk menjadi pelopor akan terlaksana. Lingkungan kita butuh perhatian serius agar mereka bisa kembali bersahabat dengan manusia. Remaja pelopor akan mampu mewujudnyatakan hal tersebut dengan langkah-langkah positif yang dapat mereka lakukan. Untuk menjadi pelopor, tak harus langsung melakukan hal-hal yang besar dan luar biasa, dengan melakukan hal biasa dan sederhana juga pasti bisa.
Remaja sebagai contoh
Ketika kita bercermin dari negara-negara tetangga kita, seperti Singapura dan Malaysia, maka kondisi lingkungan kita tentunya sangat jauh. Mereka terkenal dengan kebersihan dan keasrian lingkungannya. Apakah kita tak bisa seperti itu? Jawabannya: sangat bisa. Kiatnya hanya serius dan serius. Keseriusan untuk berkarya dan berbuat tentunya ada dalam diri remaja. Remaja yang berkarya tentunya remaja yang bisa menjadi contoh bagi remaja lainnya.
Daripada sibuk membahayakan diri dengan ugal-ugalan atau kegiatan lain yang berbahaya, alangkah indahnya jika para remaja memalingkan pandangannya ke arah kegiatan menjaga lingkungan. Melalui kegiatan menjaga lingkungan, maka remaja tak hanya membawa dampak positif bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain di sekitarnya. Bisa dibayangkan apabila got-got kita bersih dan terawat, jangankan mampu mengendalikan hujan, ikan-ikan pun akan hidup dan berkembang dengan baik, tentunya ini akan menjadi objek perhatian baru untuk dinikmati. Selain itu, dengan ramai dan terawatnya pohon-pohon hijau di sekitar jalan, bukan hanya sebagai penahan air dengan menyerap, tentunya pemandangan dan udara akan semakin bersih.
Remaja akan mampu melakukan hal tersebut sehingga selain sebagai pelopor, mereka juga dapat sebagai contoh bagi orang lain. Lingkungan yang asri dan bersih tentu menjadi dambaan kita. Remaja dapat menjadi penggerak untuk menghadirkan lingkungan yang asri dan bersih tersebut. Melalui lingkungan, remaja akan mampu untuk hidup lebih baik, bertumbuh, dan berkembang dengan positif. Dengan demikian, orangtua juga pasti bangga, masyarakat juga akan memuji, karena yang dilakukan adalah hal yang sangat berguna. Silakan menjadi remaja pecinta dan pemerhati lingkungan. Dengan demikian, banjir hanya akan tinggal kenangan.
* Oktober 2015
* Penulis; Staf UPT Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di Politeknik Unggul LP3M Medan