Iwan Fals dengan lantang menolak kebijakan Kementerian ESDM yang akan mengeksplorasi panas bumi di Gunung Lawu.
Sebagai bentuk keseriusannya, Iwan Fals berjanji akan menyerukan penolakan di setiap konser musiknya.
"Apapun bentuk eksplorasi yang merusak alam, kita menolak. Kita akan mendukung agar jangan merusak lingkungan," jelas Iwan Fals di sela-sela penanaman pohon di Cemoro Kandang, Gunung Lawu, Sabtu (28/11).
Iwan juga berjanji lagu yang diciptakan bersama Setiawan Djodi di vila milik pengusaha sekaligus musisi berjudul "Lagam Lawu" akan selalu dinyanyikan sebagai bentuk penolakan dari kebijakan kementerian ESDM yang bisa merusak lingkungan alam.
Ia meminta agar masyarakat menjaga pohon-pohon di daerah-daerah yang masih bebas dari kebakaran hutan. "Saya minta hutan yang masih aman dari kebakaran untuk dijaga. Dan bagi mereka yang berduit, saya minta agar yang membakar hutan segera di bongkar," papar Iwan yang langsung diteruskan dengan menyanyikan lagu Bongkar yang disambut riuh para OI.
Usai melakukan penanaman pohon di Cemoro Kandang, Gunung Lawu, Iwan Fals pun menyanyikan beberapa bait lagu yang menceritakan tentang Gunung Lawu serta aktivitas masyarakat di sekitar Gunung Lawu.
Sekretaris Divisi Regional Perhutani Jawa Tengah Arif Hidayat mengatakan, semua kebijakan ada di pusat. Perhutani sebagai pemilik lahan hanya bisa mematuhi kebijakan yang sudah diberlakukan. Namun semaksimal mungkin jangan sampai terjadi kerusakan hutan di Gunung Lawu.
Iwan Fals kemarin mengaku muak dengan sikap elite politik berkait kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto untuk meminta saham dari PT Freeport Indonesia.
"Saya prihatin sama elite-elite politik kita apakah (kasus) itu fitnah atau enggak, saya enggak tahu. Kok terkesan pemimpin kita duniawi banget," ujarnya.
"Saat saya baca di media, mohon maaf, saya muak dengan suasana ini," sambung Iwan dengan nada geram.
Iwan mengimbau masyarakat untuk tidak pernah memilih kembali pemimpin-pemimpin yang berperilaku seperti itu di masa yang akan datang. "Jangan dipilih yang duniawi itu. Tapi saya kagum sama Jose Mujica (Presiden Uruguay) yang memberikan 90 persen gajinya kepada rakyat Uruguay. Dia hidup sederhana di tempat pertanian. Memang Uruguay bukan 200 juta orang, Uruguay itu hanya sekitar 3 juta orang penduduknya, tak sekompleks Indonesia," katanya.
"Tapi (pejabat Indonesia) bisa belajar kesedehanaan. Kepuasan pemimpin itu tak seberapa, dia banyak uang, tapi seberapa banyak rakyatnya sejahtera, itu harusnya ukuran elite politik kita," tambahnya. (oz/bs)