Oleh: Rohendi, SIP. Siapapun kita tentu sangat sepakat bahwa investasi adalah urat nadi ekonomi, termasuk urat nadi ekonomi bangsa. Oleh sebab itu, maka semua negara memerlukan investasi untuk menggerakkan perekonomian. Sulit membayangkan adanya pertumbuhan ekonomi bila tidak ada investasi. Oleh sebab itu pula semua negara, tak terkecuali Indonesia, seperti berlomba untuk menciptakan strategi yang semenarik mungkin buat investor. Investasi bisa berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pemerintah Presiden Joko Widodo juga telah mengeluarkan sejumlah paket investasi dalam rangka mendongkrak investasi. Kemudahan berusaha, kemudahan perizinan, kecepatan pelayanan, merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya mempermudah dan memperbanyak investasi. Sayangnya, bila kita cermati lebih jauh, investasi tertentu tidak selalu berdampak bagus bagi perekonomian secara keseluruhan.
Dampak buruk dalam investasi bisa berupa dampak lingkungan, dampak terhadap kepentingan konsumen, persaingan tidak sehat, terganggunya hajat hidup masyarakat luas, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pemerintah di tiap-tiap negara memiliki ketentuan khusus yang terkait dengan pengaturan investasi. Peraturan biasanya cukup ketat untuk investasi yang melibatkan modal asing. Di Indonesia, misalnya, dikenal daftar negatif investasi atau DNI. Ketentuan ini mengatur bidang-bidang apa saja yang dibatasi untuk investasi asing dan seberapa besar porsi kepemilikan perusahaan asing dalam berinvestasi di bidang-bidang tertentu.
Ini untuk memberi kesempatan kepada investor lokal untuk berkembang dan dapat bersaing secara sehat. Akan tetapi, ada peraturan selalu ada titik lemah. Ada saja upaya untuk mencari dalam investasi ini. Salah satu yang sering terjadi adalah praktik pinjam nama atau “perjokian” dalam investasi asing. Praktik ini biasa dikenal dengan nama nominee. Secara sederhana, nominee dalam investasi adalah menggunakan nama orang Indonesia tetapi secara de facto perusahaan tersebut dikuasai oleh investor asing. Sejatinya hal semacam ini sudah dilarang. Dalam Undang-Undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, dinyatakan larangan penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing untuk membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
Berbagai Pelanggaran
Dalam aturan itu dinyatakan bahwa perjanjian semacam itu dinyatakan batal demi hukum. Selama ini, terungkap bahwa praktik nominee atau perjokian investasi di Indonesia banyak terjadi di sektor pertambangan (sumber daya alam) serta sektor perdagangan ritel. Kita tahu bahwa di sektor yang terkait dengan eksploitasi sumber daya alam ada ketentuan yang ketat karena menyangkut sumber daya yang terbatas dan tidak bisa diperbarui. Di bidang ritel, praktik biasanya dilakukan untuk menyiasati ketentuan pajak maupun batasan operasional untuk perusahan yang berasal dari investasi asing. Apakah praktik semacam ini selalu merugikan? Jawabannya tentu saja tidak.
Akan tetapi, sebagai sebuah tindakan yang melanggar hukum, biasanya hal ini didasari niat yang buruk. Lalu diikuti dengan berbagai langkah pelanggaran lainnya yang terkait dengan pembukuan, perpajakan, sistem penggajian yang tidak benar, dan sebagainya. Salah satu kerugian nyata yang biasa muncul adalah pengalihan keuntungan. Keuntungan yang mestinya beredar di dalam negeri harus lari ke pihak lain. Selain itu ada faktor pajak, transfer pengetahuan, dan sebagainya yang ikut terhambat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha bahkan menengarai praktik semacam ini sering digunakan sebagai kedok pencucian uang oleh para investor asing.
Oleh sebab itu, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk mengatasi praktik nominee dalam investasi. Diperlukan sistem pendataan investasi yang bagus dengan sistem verifikasi yang valid. Selain itu, mesti ada koordinasi berbagai lembaga pemerintah agar dapat memberantas praktik nominee ini misalnya melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Direktorat Jenderal Pajak, dan kepolisian menjadi hal penting.
Di sisi lain, perlu juga diperhatikan apa yang dikemukakan oleh nakhoda baru Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani yang langsung mengkritisi pemerintah. Rosan yang bersaing dengan mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel untuk menduduki jabatan ketua umum Kadin menilai langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang gencar menerbitkan paket kebijakan guna memutar roda pertumbuhan ekonomi, tidaklah lengkap tanpa diiringi upaya meraih kepercayaan masyarakat. Untuk meraih kepercayaan masyarakat tidak sulit di antaranya melibatkan asosiasi dunia usaha dalam penentuan kebijakan ekonomi.
Birokrasi Perizinan
Apalagi tahun depan sebagaimana diprediksi kalangan analis ekonomi masih terjadi pelambatan ekonomi dunia yang sudah pasti berimbas pada kinerja perekonomian nasional. Terlepas dari itu, dalam konteks investasi perlu pembenahan birokrasi perizinan investasi, termasuk di daerah. Memang selama ini, diakui sejumlah perbaikan birokrasi di tingkat pemerintah pusat sudah berjalan namun tak diiringi pembenahan yang maksimal di daerah. Hubungan koordinasi antara pusat dan daerah masih jauh dari harapan. Apabila persoalan birokrasi perizinan di daerah dan masalah koordinasi tidak ada perubahan yang berarti maka jangan berharap banyak manfaat yang akan timbul dari insentif dalam paket kebijakan ekonomi yang sedang gencar diterbitkan pemerintah.
Sementara itu, tantangan eksternal adalah masih tingginya ketidakpastian perekonomian global yang akan menghambat pertumbuhan perekonomian nasional untuk tahun depan, dan mulai diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN. Semua tantangan itu harus dihadapi oleh bangsa ini, sebesar apapun badai yang menghadang tetap harus dihadapi. Kita berharap dalam kondisi serba sulit, pengusaha dan pemerintah jangan sampai memelihara sifat yang tidak mendukung kelancaran investasi dalam negeri demi masa depan ekonomi kita.
Selain itu, berbagai dampak buruk investasi juga perlu diperhitungkan agar kemudian investasi yang dilakukan dapat membawa manfaat bagi bangsa ini. Jika kita justru lalu dalam menakar sejauh mana dampak buruk investasi, maka bukan tidak mungkin bahwa investasi itu sendiri justru akan merugikan kita. Langkah pemerintah dalam mendulang investasi patut didukung, namun jangan sampai berbagai dampak buruknya justru dilupakan, apalagi diabaikan. ***
Peminat kajian komunikasi politik dan kemasyarakatan.