Oleh: Rosni Lim
SELAMA ini banyak sekali pertanyaan yang diterima penulis dari teman-teman yang bunyinya kira-kira begini, “Kak atau Cie, aku ingin menulis cerpen tapi aku tidak tahu bagaimana caranya menulis cerpen dan mengirimnya ke koran. Ajarin dong!”
Pertanyaan-pertanyaan seperti atau senada ini sudah sering penulis terima, dan biasanya penulis agak bingung juga untuk menjawabnya mulai dari mana. Soalnya, jawabannya amat kompleks dan penulis takut ada yang terlupakan untuk dijelaskan. Namun, berkali-kali penulis tak bosan-bosannya mengulang menjelaskan kepada teman yang bertanya, tentunya jawaban penulis adalah berdasarkan pada pengalaman sekian lama ini dan pengalaman pribadi saja. Oleh sebab itu, bila masih ada yang kurang, penulis mohon kesediaan pembaca/teman ataupun KP kita untuk menambahinya (mungkin berupa catatan redaktur).
Yuk, kita belajar sama-sama!
Pertama-tama, dalam membuat sebuah tulisan, baik itu cerpen, artikel, opini, cerita bersambung, novel, dan sebagainya, kita harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, membedakan penggunaan huruf besar dan kecil pada setiap kata maupun kalimat dalam paragraf, mengetahui fungsi dan penggunaan setiap tanda baca, baik itu tanda titik (.), koma (,), kutip pembuka dan kutip penutup (“ dan ”), tanya (?), seru (!), titik dua (:), titik koma (;), hubung (-), hubung dua/hubung panjang (—), kurung (( )), miring (/), dan cetak miring (italic). Selain itu, penggunaan kosa kata yang benar menurut EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) dan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) juga wajib diperhatikan, untuk mengurangi atau bahkan meniadakan kesalahan. Yang penting diperhatikan juga adalah penulisan kata depan dan kata imbuhan; untuk kata depan penulisannya dipisah, sedangkan untuk kata imbuhan penulisannya digabung.
Bila kita sudah memiliki dasar-dasar penulisan di atas, maka selanjutnya adalah bergantung kepada kepandaian/pengetahuan/ketrampilan kita dalam membuat dan menyusun kalimat demi kalimat menjadi sebuah jalan cerita yang selain enak dibaca, penting, juga bermanfaat bagi orang banyak/pembaca.
Adakalanya, ada penulis yang senang menggunakan kalimat-kalimat indah dan sulit dimengerti dalam cerpen-cerpennya, kalimat-kalimat yang bila kita membacanya membuat perasaan terbuai karena terasa nyastra dan diksi (pemilihan kata)-nya pun bagus sekali. Untuk sampai ke tahap itu, tentunya dibutuhkan latihan serius dan keahlian dari sang penulis juga.
Setiap memulai suatu tulisan, baik itu cerpen, artikel, opini, cerbung, maupun novel, harus dimulai dengan paragraf/alinea baru. Paragraf itu sendiri adalah sekumpulan dari kalimat yang mengandung satu pokok pikiran utama. Setiap paragraf baru dalam ketikan harus dimasukkan 5 spasi. Tiap paragraf memuat beberapa kalimat, kalimat itu sendiri adalah keterangan dari suatu keadaan/kondisi yang sedang terjadi/sedang dilakukan atau penjelasan dari suatu hal. Untuk menjadi sebuah kalimat tentunya diperlukan gabungan dari kata-kata yang terbentuk dari huruf. Setelah mengetahui perbedaan antara huruf, kata, kalimat, dan paragraf, maka mulailah menulis apa yang hendak kita utarakan/jelaskan/ceritakan di cerpen/tulisan kita.
Nah, saat mulai menulis inilah kita dituntut untuk memahami betul penggunaan huruf besar dan kecil, yang terutama disebutkan juga adalah menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, lalu mengetahui tentang peletakan tanda baca yang tepat dan benar.
Setiap paragraf dan setiap kalimat selalu dimulai dengan huruf besar dan dan setiap kalimat diakhiri dengan tanda titik (.), di tengah perjalanan kalimat itu menuju akhir, seringkali membutuhkan tanda koma/jeda (,) sebagai pemberhentian sesaat/menarik nafas untuk melanjutkan keterangan di belakangnya. Contoh paragraf-paragraf dengan kalimat-kalimat yang menggunakan huruf besar dan huruf kecil, yang diberi tanda baca titik (.), koma (,), kutip pembuka dan kutip penutup (“ dan ”), tanya (?), seru (!), titik dua (:), titik koma (;), hubung (-), hubung dua/hubung panjang (—), kurung (( )), miring (/), dan cetak miring (italic):
Perhatikan baik-baik, dan ingat setiap kalimat percakapan harus dimulai dengan tanda kutip pembuka dan diakhiri dengan kutip penutup. Sebelum tanda kutip diberi tanda koma, dan sebelum kutip penutup diberi tanda titik atau tanda koma tergantung pada situasi kalimat.
Hari Minggu yang lalu aku bersama Papa, Mama, Nenek, Paman, dan beberapa sepupu pergi berjalan-jalan ke Pantai Cermin. Kami pergi ke sana dengan menaiki mobil, Paman yang menyetir.
Di tengah perjalanan, kedua sepupuku—Fani dan Albert—bercakap-cakap di jok belakang mobil; sepertinya mereka sedang membicarakan tentang kawan-kawan mereka di sekolah.
Albert berkata kepada Fani, kakaknya, “Cie, ada teman sekelasku yang lucu sekali, dia suka membuat seisi kelas tertawa dengan cerita-cerita humor dan tingkah lakunya.”
Fani bertanya, “Siapa namanya, Bert?”
“Namanya Aldo, Cie,” jawab Albert.
Fani dan Albert kemudian menegurku yang duduk di jok depan, “Geri, ayo ceritakan juga dong tentang teman-teman sekelasmu! Kami ingin dengar juga.”
Aku tersenyum-senyum sebelum menjawab, “Di kelasku teman-temanku banyak yang bandel. Yang kuingat nama-nama mereka adalah: Felix, Kenly, Doni, dan Jason. Mereka sering ditegur guru karena membuat bising di dalam kelas. Tetapi ada beberapa juga teman yang baik dan suka bercanda denganku.”
Selesai aku bercerita, Fani dan Albert pun berseru, “Asyik juga ceritamu, Geri!”
Kami sama-sama tertawa, lalu mobil pun terus melaju dengan cepat walaupun sebentar lagi sampai ke tujuan.
Di Pantai Cermin, aku bermain-main di tepi air dan melihat banyak binatang laut (ikan, kerang, cumi-cumi, udang, dan lain-lain). Aku mencari-cari dengan mataku binatang kura-kura/labi-labi tapi tak berhasil. Aku merasa sangat enjoy dan dalam hatiku berucap, thank you pada Paman yang telah membawa keluarga kami jalan-jalan.
Setelah puas bermain-main di Pantai Cermin, kami pun sama-sama berangkat pulang ke Medan dengan menaiki mobil yang full AC.
Demikianlah teman-teman, contoh paragraf/kalimat yang penulis berikan. Penulis berusaha memasukkan keseluruhan tanda baca di dalam beberapa paragraf di atas. Tanda (.), (,), (“ dan “), (?), (!), (:), (;), (-), (—), (( )), (/), dan italic kalau diperhatikan dan dicermati baik-baik semuanya ada di atas. Kata depan di dan imbuhan di juga ada di atas, di antaranya pada kata: di jok depan dan ditegur guru. Oh iya, penulisan partikel pun dipisah dengan kata yang mengawalinya, misalnya: mereka pun, mobil pun, tapi digabung dengan kata-kata seperti: walaupun, biarpun, apapun, siapapun, dan yang sejenis itu.
Tulislah cerpen maupun tulisan-tulisan lain dengan menggunakan bahasa-bahasa baku yang baik dan benar, bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD dan KBBI, disertai dengan penggunakan tanda baca yang tepat dan benar. Yang perlu diingat juga adalah jangan menyingkat kalimat atau kata, kecuali itu adalah singkatan-singkatan umum, misalnya: dll, dsb-nya, ortu. (Catatan KP: untuk TRP juga dilarang penyingkatan kata-kata tersebut, harus ditulis lengkap!). Cara ini tak boleh digunakan untuk menyingkat kata-kata seperti: bdl (bandel), hitam (htm), kurus (krs), karena penyingkatan yang tidak lazim/umum akan membuat bingung dan salah tafsir. Hal ini tentu tidak berlaku jika teman-teman bukan sedang menulis cerpen atau artikel melainkan sedang chatting atau sms-an dengan teman, biasanya menggunakan bahasa-bahasa dan kata-kata yang tidak baku dan gaul atau singkatan-singkatan sendiri. Bahasa gaul seperti: loe, gue, juga dilarang dalam menulis di TRP dan media cetak lainnya.
Sebenarnya, hal-hal yang penulis utarakan dan bagikan di atas adalah hal-hal umum yang kita pelajari semasa sekolah, yang diajarkan dalam pelajaran bahasa Indonesia. Namun, mungkin dikarenakan sebagian orang tidak menyukai pelajaran tersebut, jadi sepertinya kurang menyimak ataupun terlupakan. Tapi itulah pelajaran dasarnya yang harus selalu diingat dalam menulis karya apapun.
Demikianlah, teman-teman, sekadar berbagi pengalaman dalam menulis. Oh iya, ada baiknya juga bila teman-teman sering membaca buku-buku novel koleksi (kalau ada). Di sana akan bisa melihat dengan jelas peletakan tanda baca dan cara penulisan yang benar. Penulis dulu juga belajar menulis dengan berpedoman/mengacu pada buku-buku novel koleksi pribadi.
Percayalah, bila kita menulis dengan baik dan benar, pasti akan memudahkan pekerjaan redaktur dalam mengoreksi karya kita, sehingga tulisan kita pun akan dilirik redaktur dengan senang hati. Kalau tidak, tulisan yang kocar-kacir bisa jadi bernasib malang, dikesampingkan sebelum dibaca sampai akhir. Kita tidak mau begitu, bukan? Semoga hal-hal yang disebutkan di atas bisa menjadi perhatian serius dan semoga bermanfaat. Selamat mencoba!
* Maret 2014