Pemukiman Nelayan dan Pariwisata

Oleh: Syafitri Tambunan

VOLENDAM, sebuah kota ya­ng menjadi salah satu nadinya Be­landa, Eropa. Kota ini  dikenal de­ngan sebutan 'Kampung Ne­layan'. Sebab, lokasinya dekat de­ngan areal bersandarnya kapal-kapal dari berbagai daerah. Ten­tunya, beberapa karakter di kota ini menunjukkan keberadaan para nelayan di masa lalu, seperti rumah-rumah berbentuk vernakular dan bahan material didominasi kayu.

Di beberapa daerah di Indo­ne­sia, kota-kota seperti ini sebe­nar­nya banyak hadir. Misalnya Ban­jarmasin atau kawasan sepan­jang Pantai Timur. Sayang­nya, untuk kawasan pesisir seperti Medan ba­gian Utara, hal ini belum mampu me­narik dari segi kerapiannya.

Citra pemukiman masyarakat  Kam­pung Nelayan Medan saat ini masih melulu tentang sesuatu ku­muh, kotor, banjir, dan lain-lain­nya. Sebaliknya, Kota Valendam, Bam­berg, Italian, atau kawasan lain di belahan dunia justru sangat indah tatanannya. Kota itu juga kerap men­jadi tujuan pelancong dari ber­bagai dunia. Terbukti dari dipa­jangnya beberapa foto Warga Ne­ga­ra Indo­nesia (WNI) di salah satu toko di 'kampung' itu.

Untuk Volendam, 'Kampung Ne­layan' ini, letaknya di sisi Utara negeri 'kincir angin', sama seperti 'Kampung Nelayan' di Belawan, yang berada di Utaranya Medan. Dari segi fisik, dua tempat ini sama-sama dekat dengan perairan. Na­mun, perbedaannya, agen wisata akan semangat bila diajak ke Vo­lendam, sebaliknya tidak untuk Kam­­pung Nelayan di Medan ba­gian Utara.

Hal itu yang selalu menjadi pu­sat perhatian, apalagi saat momen pil­kada. Seperti yang diungkapkan pasangan calon kepala daerah di tahun ini yang sama-sama ingin mem­bangun Utaranya Medan. Dari segi arsitektur, sebenarnya, Me­dan Utara ini aset penting ka­rena tatananya ada di letak stra­tegisnya Kota Medan. Namun, ha­rus betul-betul dibenahi, mulai dari masyarakatnya hingga tatanan pembangunannya.

Medan Belawan, identik dengan pemukiman nelayan, yang sangat berpotensi ditata seperti arsitektur Volendam, cantik dan unik dengan gaya yang khas. Volendam, punya berbagai restoran dengan menu-menu seafood khas perairan negeri Belanda, begitupun juga seperti Belawan atau spesifik Kampung Ne­layan. Volendam juga punya jalur kanal di celah-celah pe­mu­kiman warga, begitupun dengan Me­dan Labuhan. Dari fisik, jelas tidak begitu berbeda. Namun, akan sangat berbanding terbalik bila dilihat dari keindahan arsi­tek­turnya.

Bahkan Kota Makau di Asia ju­ga Bamberg di Eropa pun punya kanal-kanal yang dijadikan aset pariwisata. Kanal-kanal itu ditata dengan arsitektur yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Sehingga kein­dahanya tidak diragukan.

Menurut arsitek dan akademisi Prof. Nawawi Lubis, tempat-tem­pat ini tidak membutuhkan konsep arsitektur yang terlalu canggih un­tuk membangun kembali Utaranya Medan. Medan menurutnya, bisa bernilai investasi menjanjikan bila pemerintahnya berkomitmen pe­nuh. "Pertama, infrastruktur. Benahilah dulu apa yang dibu­tuh­kan masya­rakatnya, mulai dari ja­lan dan drai­nase. Selanjutnya baru yang lain­nya menyusul. Tapi, yang paling penting, benahi dulu masya­rakatnya," ujarnya.

Di Eropa, masyarakatnya sudah memiliki 'uang', barulah semua ke­butuhan infrastruktur mulai ditam­bah.  "Sebab, masyarakatnya hidup de­ngan layak, otomatis kesejah­teraan meningkat, pasti membu­tuhkan infrastruktur yang mema­dai. Setelah semua infrastrukturnya selesai, tidak perlu susah-susah cari budget untuk melakukan pemba­ngunan seperti di Eropa. Pasti in­ves­tor datang ber­bondong-bon­dong untuk mem­berikan modal­nya," sebutnya.

Karakter wilayah di Belawan, lanjutnya, sama saja seperti di Volendam atau kampung nelayan lain di Asia bahkan Eropa. "Lihat di Belanda itu, mereka kok bisa pa­dahal hampir tenggelam. Sama saja kan seperti Belawan, yang ka­dang-kadang masih terkena 'rob' akibat 'pasang' laut," katanya.

Meskipun, tatanan di Volen­dam,­ Belanda, Eropa bisa cepat terlihat indah karena didukung ka­rak­ter  masyarakatnya yang ho­mogen. "Mungkin, karena itu, ada tipe arsitektur yang menjadi ka­rakter kota itu. Sementara, Medan ini, kan masyarakatnya beragam. Artinya, tidak perlu paksakan harus tipe arsitektur seperti apa supaya Belawan itu indah dan bagus. Ikuti saja masyarakatnya. Sebab arsitek­tur itu tidak bisa dipisahkan dari masya­rakatnya," sebutnya.

Seperti yang dikatakan Prof. Nawawi Lubis, di Utaranya Me­dan, terdapat beberapa tipe arsi­tektur. Misalnya, kalau mau me­lihat arsitek­tur Timur Tengah dan Tiong­kok, bisa melihat indahnya Masjid Osmani di Medan Labuhan. Atau, kalau ingin mencoba arsitek­tur vernakular, bisa datang ke Kam­pung Nelayan Indah, dari tempat persandaran kapal (Bagan), sekitar 5-6 menit meng­gunakan sampan/bot.

Bahkan, ingin mengingat me­mo­ri masa lalu, Belawan, pernah menjadi agenda rutin para turis pada tahun 1970 - 1985. Karena pan­tai dekat dengan pelabuhan Belawan, mem­buat para kru kapal sering singgah, untuk membeli pa­kaian-pakaian, celana, aksesoris, dan lain-lain. Bah­kan, dulu, Bela­wan dileng­kapi infras­truktur elit, yakni pe­nginapan BLP dan Par­dede. Bisa melihat kembali kena­ngan itu di areal perdagangan guci di dekat pusat perniagaan Be­lawan.

Medan punya banyak potensi un­tuk menjadi wilayah pesisir yang sangat indah, namun butuh per­ha­tian lebih, khususnya membenahi arsitek­turnya. Letak geografisnya sama-sa­ma berdekatan dengan laut, namun, nasib Medan bagian Utara belum seberuntung tatanan arsi­tekturnya. Kampung kecil nelayan di Belanda ini menyadari betul kehidupan pemasukan mere­ka dari pariwisata itu. Makanya, mulai dari penataan pemukiman, tata letak kapal, jalur kanal, lokasi perniagaan, hingga tem­pat makan-minum, sangat ditata keinda­hannya.

()

Baca Juga

Rekomendasi