Oleh: Adelina Savitri Lubis. Spanduk bertuliskan Selamat Datang Presiden Jokowi ke Desa Siosar menjadi pertanda. Hari itu spanduk itu tak ada lagi. Untunglah tiang listrik di samping jalan memberi petunjuk. Ingatan tentang lika-liku jalan ke Desa Siosar pun kembali terulang. Kita belok ke arah sana. Katakan 20 kilometer (km) panjang jalan menuju pemukiman warga korban Gunung Sinabung. Tidak hanya lurus pun berkelok, mendaki lalu menurun. Menariknya aspal jalan lintas tampak mulus dan rapi. Tanpa kerikil yang mengancam roda sepeda motor menjadi baling.
Analisa beruntung. Hari itu hujan enggan mampir menghambat perjalanan. Meskipun saat itu Gunung Sinabung erupsi untuk kesekian kalinya.
Rupanya di hari itu juga Ginting dan pengungsi lainnya sedang berbincang dengan Pak Bupati. Ginting berasal dari Desa Simacem, Gunung Sinabung. Sudah dua hari ini dia menempati kediamannya di Desa Simacem, Pemukiman Desa Siosar. Sebelumnya hampir dua tahun dia menempati pengungsian di Universitas Karo Kabanjahe (UKA). Kemarin, persisnya Rabu (16/12) para pengungsi di UKA mendapat kabar mendapat beras raskin dari pemerintah setempat. Para pengungsi gembira. Apalagi kabarnya masing-masing keluarga mendapat jatah 15 kilogram beras. Perasaan gembira mereka rasakan pun belum sampai euforia. Tiba-tiba kabar yang tak mengenakkan hati muncul tanpa permisi. Ibu Sekda Kabanjahe menolak membagikan beras, jika pengungsi masih juga enggan menempati pemukiman Desa Siosar.
Ginting pun maju ke depan. Bicaranya tak lantang, tapi terdengar lirih. Matanya langsung menatap pada dua bola mata Pak Bupati. Seolah ingin mengatakan isi hatinya yang terdalam.
“Pak Bupati. Isteri saya diopname di rumah sakit. Saya harus mengurus empat anak saya dan satu cucu yang masih berusia enam bulan. Saya bahkan tak mampu menjaga isteri saya di rumah sakit.
Jika Pak Bupati yang berada di posisi saya, apa yang bapak lakukan? Jawablah pak,” ungkap Ginting kepada Bupati Kabanjahe.
Bupati pun terdiam lama. Bupati mengatakan, dia akan melakukan perbaikan secepatnya. Hanya itu. Rupanya sehari sebelumnya, Selasa (15/12) Ginting sudah melakukan survey ke Desa Simacem, Pemukiman Desa Siosar. Keluarganya mendapat jatah rumah nomor 91. Letaknya berada di bagian bawah. Akses jalan menuju kesana sangat sulit. Hal ini disebabkan oleh hujan, melembabkan tektur tanah merah yang lembek. Jika diterjang kendaraan empat roda, cekungan bekas ban mobil pun terlihat sangat dalam. Melewati jalan itu dengan sepeda motor tentu sangat menyulitkan, apalagi berjalan kaki. Ginting pun harus mendaki.
Begitupun usai sang isteri diperbolehkan pulang, Ginting langsung memboyong keluarganya ke Pemukiman Desa Siosar. Tak disangka sial menghampiri mereka. Hari pertama mereka menempati rumah nomor 91 itu, fasilitas air dan listrik rupanya mati. Mereka pun bergantung pada pijar yang menyala dari sebatang lilin. Cucu mereka menangis, sang bayi ingin minum susu. Apa daya tak ada air yang bisa dimasak. Cucu Ginting pun terpaksa minum susu dingin.
“Untunglah setelah itu ada orang yang mengantarkan air,” sahut Sitepu, isteri Ginting saat disambangi Analisa yang didampingi tim BNPB.
Hari ini air dan listrik belum juga hidup, sambungnya. Mereka pun bingung, apakah harus kembali ke UKA. Mendengar itu Frans (30), Team BNPB langsung memencet angka-angka pada ponselnya. Jelas terdengar oleh Ginting dan Sitepu bagaimana Frans mengupayakan air tetap ada di rumah mereka.
Tobrini (29) dan ira (22) juga merupakan bagian dari Team BNPB. Mereka mekakukan ceking ke seluruh rumah di Desa Simacem, Pemukiman Desa Siosar. Ternyata bukan hanya rumah Ginting – Sitepu saja, seluruh rumah di desa fasilitas air dan listriknya mati. Semuanya pun terdiam.
Swadaya Masyarakat Berdayakan Lahan
Padahal hari itu diungkapkan Franz, pemerintah setempat bersama BNPB sedang melakukan percepatan penyelesaian tahap pertama untuk pengungsi Gunung Sinabung. Caranya dengan melakukan swadaya masyarakat.
“Masyarakat sudah diorganisir, dibagi menjadi lima kelompok per desa melakukan pembersihan lahan dan rumah. Praktiknya mereka turun sendiri ke ladang mereka dengan sistem kelompok. Program ini mirip dengan Rekompak dan PNPM di Yogyakarta. Mereka dapat pembersihan lahannya sesuai dengan HOK nya masing-masing selama 90 hari,” katanya kepada Analisa, Rabu (16/12).
Boleh dibilang program ini cukup menggoda pengungsi untuk naik ke atas (Pemukiman Desa Siosar). Mereka yang datang hari ini kata Franz sudah menempati rumahnya. Belum semua pengungsi, tapi jumlahnya terus bertambah. Menurut Franz kendala utama sampai saat ini karena lahan pertanian yang dijanjikan pemerintah belum siap untuk digarap.
“Begitu nanti kita mulai pemberdayaan lahan, warga pengungsi tanpa diminta pasti naik. kalau tidak di akhir tahun, paling lama di awal tahun 2016,” sahutnya.
Sampai hari ini Dinas Pertanian sudah menyewakan lahan tani kepada mereka. Jadi nanti ada dua lahan yang dikerjakan oleh para pengungsi di Desa Siosar ini. Pertama lahan yang diberikan gratis oleh pemerintah seluas 0,5 hektar. Kedua lahan sewa tani seluas 0,5 hektar juga. Dijelaskan Franz sebelumnya warga pengungsi Desa Bekerah mendapatkan jatah lahan sewa tani lebih cepat (enam bulan) dibandingkan dua desa lainnya (Desa Simacem dan Desa Suka Meriah). Maksudnya agar mempercepat warga pengungsi Desa Bekerah untuk naik ke atas. Tapi masalahnya di Pemukiman Desa Siosar belum ada kehidupan.
Alasan inilah yang menahan warga pengungsi bertahan di pengungsian. Sebagai konpensasi, warga pengungsi Desa Bekerah disewakan lahan yang letaknya di kanan-kiri Puncak 2000. Totalnya ada 53 hektar untuk 106 KK. Pemerintah juga sudah membagikan bibit kentang, pestisida juga kompos. Tak heran jika Pemukiman Desa Siosar mulai tampak ramai, karena Franz bilang mereka sudah siap untuk berladang kembali.
Desa Bekerah di Pemukiman Desa Siosar menjadi desa percontohan bagi dua desa lainnya. Setidaknya hampir saat ini baru Desa Bakkerah yang ramai dihuni. Desa Simacem dan Desa Suka Meriah belum juga ditempati. Menurut Franz tak ada perbedaan yang mendasar terkait itu. Desa Bekerah memiliki lokasi terdepan dibandingkan dua desa lainnya. Semuanya dalam tahap percepatan. Mudah-mudahan tahun ini semuanya selesai. Khususnya pada akses jalan, Franz berdiri dari duduknya. Telunjuk tangannya menunjuk ke arah bawah. Katanya tempat yang sedang diduduki Analisa ini, nantinya dibangun menjadi Puskesmas Pembantu dan di sebelahnya akan dibangun PAUD sementara. Di kanan itu nantinya akan dibangun masjid, katanya. Telunjuk tangan kanannya mengarah ke sebelah kanan. Sedangkan di bawah sana, Franz bilang akan dibangun jambur.
“Usai tahap pertama, sudah menanti tahap kedua. Sebanyak 1600an KK telah menanti untuk disini. Masalahnya nanti terkendala pada lahan. Bagaimana menyediakan lahan tani bagi 1600an KK itu? dikalikan setengah hektar saja. Wah,” tutupnya.