Oleh: dr. RM Prasojo Soedjatmiko, Sp.OT. Osteosarkoma adalah salah satu tumor tulang ganas, di mana persentase kejadiannya adalah 1 % dari keseluruhan persentasi kejadian tumor. Oleh organisasi kesehatan dunia (World Health Organisation/WHO), tumor tulang ini dikarakteristikkan sebagai tumor ganas dengan primer adalah jaringan osteoblast, osteoklast dan campuran diantara keduanya dengan sifat poorly differentiated (cenderung kearah malignansi). Gejala klinis yang sering dijumpai adalah nyeri pada persendian kaki terutama pada populasi remaja disertai benjolan. Pria lebih banyak terkena tumor ini daripada wanita dengan persentase 3:2. Umumnya benjolan yang timbul disertai rasa nyeri apabila benjolan tersebut ditekan.
Untuk mendapatkan diagnosis, osteosarkoma dibutuhkan pemeriksaan foto rontgen, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan laboratorium darah. Pada pemeriksaan foto rontgen umumnya dijumpai adanya gambaran destruksi tulang dan formasi tulang berlebihan pada bagian ujung tulang (metafisis) hingga mencapai bagian tengah tulang (diafisis).
Lesi yang ditimbulkan menurut penelitian oleh Wilner dari Mayo Clinic (2012) dibagi atas lesi:
1. Sklerotik sejumlah 30 persen
2. Litik sejumlah 20 persen
3. Campuran sejumlah 45 persen
Lesi Litik memiliki kecenderungan untuk terjadi patah tulang (fraktur) patologis hingga membutuhkan pertolongan bedah untuk mengfiksasi tulang yang patah. Selain itu, pada osteosarkoma terdapat gambaran khas, yakni adanya desktruksi kortikal yang permeatif yang sering disebut konfigurasi moth eaten.
Juga terdapat elevasi periosteum yang ditandai khas oleh Codman seperti lesi berbentuk segitiga dan spikula yang berbentuk seperti sinar matahari (sunburst spicules). Tulang yang terkena osteosarkoma umumnya lembek (fluffy bone) sehingga mudah terjadi perubahan bentuk (angulasi) dan deformitas. Pada pemeriksaan Computed Tomography (CT Scan) dapat dijumpai komponen penulangan ekstra skeletal dan juga pertumbuhan jaringan tumor tulang dapat mencapai hingga jaringan lunak.
Apabila dicurigai adanya tanda – tanda metastasis (penyebaran sel kanker) seperti benjolan di organ di luar tulang dan adanya sesak serta batuk darah harus dilakukan pemeriksaan CT Scan pada paru. Jika positif dijumpai metastasis di paru, berarti sudah terjadi mikrometastasis (Lichstensen Pathologic) sebesar 80 persen. Dalam hal ini kemoterapi harus dilakukan didampingi dengan terapi reseksi bedah paru melalui sternotomi.
Apabila dicurigai adanya infiltrasi tumor tulang ke jaringan lunak disertai gangguan saraf, seperti kelumpuhan akibat tumor, maka harus dilakukan pemeriksaan MRI. Pada pemeriksaan MRI dapat diketahui penyebaran ke jaringan lunak dan relasi tumor ke jaringan saraf dan pembuluh darah. Kasus-kasus osteosarkoma dapat diselamatkan tanpa dilakukan amputasi apabila tumor tulang tersebut belum mencapai pembuluh darah dan jaringan saraf.
Setelah dijumpai metastasis di paru, perlu dilakukan konfirmasi apakah organ lainnya juga terdapat metastasis dengan pemeriksaan bone scan, di mana pemeriksaan ini dapat mendeteksi lesi–lesi di organ lain serta tingkat aktivitas lesi tersebut.
Pemeriksaan darah diambil untuk memeriksa kadar Lactat Dehidrogenase yang menggambarkan seberapa parah kerusakan jaringan secara keseluruhan yang disebabkan tumor ini dan Alkaline Phospatase yang merupakan marker Osteblast (sel yang membentuk tulang) untuk mengetahui seberapa ganas perkembangan jaringan malignansi di tubuh pasien.
Pada pemeriksaan histologis, marker yang harus dijumpai adanya gambaran sel berbentuk spindel dengan inti sel yang lebih hitam (hiperkromatik) serta konfigurasi bentuk yang tidak beraturan (atipical mitotic figure) dan gambaran osteoid (sel anak tulang) yang malignan atau ganas. Pemeriksaan histologis adalah pemeriksaan standart dan final untuk menegakan diagnosis osteosarkoma.
Pengobatan
Jika kita ingin membicarakan topik pengobatan osteosarkoma, kita harus membahas sejarah pengobatan tumor tulang di bidang orthopaedi. Pada awal abad 19 (perang dunia kedua), seluruh kasus osteosarkoma selalu diterapi dengan amputasi tanpa memandang derajat keganasan dan keterlibatan jaringan saraf dan pembuluh darah. Hal tersebut dapat dipahami karena terbatasnya ilmu pengetahuan, penelitian, keahlian dokter dan peralatan diagnostik penunjang.
Setelah berakhirnya perang dunia kedua dan ditemukannya teknologi radiasi dan pencitraan yang lebih baik (berdasarkan riset atom dan molekul ringan lainnya), pengobatan amputasi dapat dihindari asalkan tumor setelah dilihat melalui pencitraan MRI tidak melibatkan jaringan lunak saraf dan pembuluh darah maka dapat dilakukan operasi pergantian jaringan tumor dengan prostesa buatan.
Prognosis
Ostesarkoma merupakan tumor tulang ganas di mana prognosisnya adalah sedang hingga jelek. Dimana menurut WHO, harapan hidup rata-rata pasien ostesarkoma setelah dilakukan terapi selama 5 tahun pertama mencapai dibawah 50 persen.