KAI Fokuskan PMN untuk Sarana Trans Sumatera

Jakarta, (Analisa). PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan memfo­kuskan penyaluran dana penyertaan modal negara (PMN) yang telah disetujui oleh DPR sebesar Rp2,75 triliun untuk pembelian sarana KA di Trans Sumatera, terutama Sumatera Selatan.

“Rp2,75 triliun itu kita fokuskan un­tuk pembelian sarana untuk Jalur Su­matra, tapi kami belum tahu apakah be­tul dapat segitu atau dikurangi,” kata Direktur Utama KAI Edi Sukmoro di Jakarta, Rabu.

Edi mengatakan, alasan berfokus di Sumatera Selatan adalah untuk me­ning­­katkan angkutan batubara se­ban­yak 30 persen jika seluruh jalur gan­da atau “double track” sudah bero­perasi.

Pasalnya, lanjut dia, angkutan batu­bara menyumbang 40 persen penda­patan KAI dibandingkan yang lain.

“Kita butuh kerja keras untuk me­nyelesaikan ini. Jadi, memang dari ta­hun lalu angkutan barang KA Sumsel ini memang sudah kita kejar penger­jaannya,” katanya.

Dia mengatakan pengerjaan jalur ganda tersebut hampir rampung, yakni sudah mencapai 80 persen karena sebagian sudah selesai dan disambung dengan rel yang sudah ada (existing).

Edi mengatakan pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Gubernur Suma­tera Selatan untuk menyelesaikan pro­yek yang menghubungkan dengan pe­labuhan Tanjung Enim tersebut

Dia mengatakan pihaknya juga akan menyesuaikan kembali apabila besaran PNM tersebut mengalami pe­rubahan karena awalnya jika besaran­nya Rp2,75 triliun, pihaknya akan membali sebanyak sekitar 1.266 ger­bong.

Sementara, lanjut dia, untuk rel di­alokasikan oleh Direktorat Jenderal Per­keretaapian Kemenhub untuk me­ng­hubungkan antarprovinsi, sehingga penumpang bisa menjangkau KA.

“Intinya, PNM harus diperlakukan clear jelas, harus terbuka akuntabel,” katanya.

Sebelumnya Kementerian Perhu­bungan menyatakan rencana proyek Trans Sumatera memakan biaya hing­ga Rp64 triliun.

Jalur tersebut terbentang sepanjang 2.168 kilometer yang dibangun dari kawasan ekonomi khusus (KEK) Sei Mangke di Sumatera Utara.

Pembangunan jalur Trans Sumatera dibangun dalam tiga tahap, yakni tahap pertama, pembangunan jalur baru de­ngan rute Pelabuhan Kuala Tanjung-Bandar Tinggi sepanjang 19 kilometer.

Tahap kedua berupa penggantian rel jalur Bandar Tinggi-Perlanaan sepan­jang 15 kilometer dan jalur Perlanaan-Gunung Bayu sepanjang 4,5 kilometer.

KAI - Pelni Konversi ke BBG

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan proyek percontohan (pilot project) pe­manfaatan bahan bakar gas untuk mo­da transportasi kereta api dan kapal laut akan segera dilakukan.

“Saya sudah bilang ke Dirjen Migas Kemen ESDM, PT KAI dan Pelni. Kita mau ada MoU (nota kesepaha­man) soal konversi ke BBG, mudah-mudahan bulan ini bisa diteken,” kata Direktur Gas BPH Migas Djoko Sis­wanto di Batam, Kepulauan Riau, Rabu.

Proyek percontohan itu, menurut Djoko dilakukan untuk bisa meng­genjot penggunaan bahan bakar gas dalam rangka konversi dari bahan ba­kar minyak.

Ia menuturkan, dalam kerja sama itu nanti, Kementerian ESDM akan me­nyiapkan konverter kit, PT KAI dan Pelni menyiapkan kereta dan kapal yang bahan bakarnya bisa dikonversi, sedangkan PT PLN, Pertamina Gas dan PGN menyiapkan fasilitas gas.

“Sementara Ditjen Perhubungan Laut nanti harus siapkan lahan di pe­labuhan untuk SPBG,” ujarnya.

Menurut Djoko, pemanfaatan gas untuk kereta api dan kapal laut me­mungkinkan untuk dilakukan. Pasal­nya, negara lain seperti Kanada dan Norwegia telah menerapkannya de­ngan sukses.

Terlebih lagi, berdasarkan persya­ratan internasional, kapal-kapal Indonesia sudah dilarang masuk ke Eropa karena berbahan bakar solar.

“Untuk kapal, peraturan interna­sional menyatakan kapal kita tidak bisa ke Eropa karena masih pakai solar. Seharusnya 70 persen sudah dicampur gas alam cair (liquefied natural gas/LNG),” katanya.

Djoko juga memaparkan, dalam studi oleh Badan Pengkajian dan Pene­rapan Teknologi (BPPT), sudah ada 286 lokomotif kereta yang bisa dikon­versi agar bisa menggunakan gas seba­gai bahan bakarnya.

Selain alasan ramah lingkungan, kon­­versi ke gas diklaim bisa meng­he­mat penggunaan bahan bakar min­yak untuk kereta api yang per tahun meng­habiskan 108.000 kiloliter.

“Kalau pakai gas, cukup 11 MMS­CFD saja,” katanya.

Djoko mengatakan target di masa depan akan ada total 50 kapal perintis dan 30 kapal Pelni yang sudah bisa di­konversi menggunakan BBG. (Ant)

()

Baca Juga

Rekomendasi