Membaca Simbol Borobudur

Oleh: Azmi TS.

ARSITEKTUR Boro­bu­dur, pan­tas dibanggakan oleh ma­syarakat Indo­nesia. Tak ha­nya unik, juga ber­nilai seni dan sejarah. Dikatakan unik, Bo­robudur sering disebut can­di, padahal di sana banyak ter­da­pat ben­tuk mirip tumpukan (stupa), ha­nya tempat pemu­ja­an. Candi Bo­ro­budur berni­lai sejarah, karena ba­ngu­nan ini berdiri pada dinasti  Wang­sa Syailendra (750 hingga 842 Masehi) demi kebaktian ajaran agama Budha Mahayana.

Sudah ribuan tahun bangu­nan ini berdiri, hingga kini ma­sih kokoh. Membuat pengun­jung yang pernah melihat lang­sung, jadi penasaran. Apabila candi atau stupa Borobudur di­urai dari aspek seni terutama relief (ukiran), patung Budha sungguh unik. Sudah sejak la­ma seniman gambar mengaba­dikannya. Pendo­ku­­men­tasi­an visual Borobudur, pernah dila­kukan oleh F.C Wilson (1845). Dilanjutkan fotografer peme­rin­tahan Hindia Belanda ber­na­ma Schaefaer.

Sudah berulang kali para il­muwan di bidang arkeologi, saintis, filsuf, esais, termasuk se­niman menggam­barkan ba­ngunan candi yang satu ini. Gam­baran mereka tentang ba­ngunan ini, beragam. Dari ke­butuhan foto untuk buku dan ju­ga eksperimen studi outdoor paintings (melukis langsung). Lokasinya secara geogra­fis ber­ada di Timur antara gunung Merapi dan Merbabu, sebelah Ba­rat diapit gunung Sindoro dan Sumbing serta sisi dua su­ngai Progo dan Elo.

Karena lingkungan yang stra­tegis, buat perupa, lokasi Candi Borobudur yang berada di desa Borobudur kecamatan Borobudur kabupaten Ma­ge­lang cukup artistik. Unsur ar­tis­tik visualnya menggoda ima­jinasi pe­rupa melukiskan Bo­robudur dari arah segitiga. Borobudur cukup flek­sibel di­lukis dari arah gunung atau su­ngai, sama indahnya. Apala­gi latar belakangnya berdi­men­sikan cahaya matahari.

Masyarakat Indonesia pa­tut bangga karena Candi Boro­budur, juga menjadi perhatian dunia. Menjadi bahagian salah satu keajai­ban dunia. Semua se­pakat, bangunan ini dirawat terutama keutuhan patung dan relief yang melekat pada objek relijius. Para turis yang datang berkunjung, harus paham dan menghormatinya serta setiap ni­at jahat pada candi Borobu­dur harus cepat dicegah.

Ketika mata bertatapan dengan candi ini terlihat ada tumpukan di kelilingi oleh stupa kecil dan di tengahnya ada stupa besar. Dalam stupa besar itu ada patung Budha, selebihnya patung arca tersebar di setiap relungan tingkatan lantai hingga ke teras. Lokasi relung-relung tingkatan lantai diisi dengan patung tingkatan Rupadhatu jumlahnya ada 432 buah.

Arca Rupadhatu terdapat di teras I dan II (208 arca), teras III (88 arca), teras IV (72 arca) dan teras V (64 arca). Selanjutnya arca Arupadhatu itu ada di teras VI (32 arca), teras VII (24 arca) dan teras VIII (16 arca). Jum­lahnya keberadaan patung ter­sebut berupa Arupadhatu (72 buah) lokasinya teras (halaman) lantai 1,2 dan 3. Jadi total keseluruhan patung pada 2 tempat tersebut adalah 504 buah arca.

Oleh ahli sejarah bahwa kese­lu­ruhan patung tersebut meng­gam­bar­kan simbolisasi suatu ajaran, akt­ualisasinya dalam bentuk pahatan Ma­hayana. Ahli lain menyebutkan pa­tung Budha mengaktualisasikan ten­tang Dhayani Budha (lima arah  mata angin) yakni: Aksobhiya (Ti­mur), Amoghasiddhi (Utara), Ami­taba (Barat), Ratnasambhawa (Se­latan), Wairocana.

Dalam imajinasi pelukis Candi Bo­robudur tidak hanya sekedar ba­ngunan yang unik tapi juga aura yang memancar dengan tebaran warna klasik. Ada pula yang meng­gam­bar­kan Sang Budha dengan teknik poin­ti­lis (titik-titik), struktur bangunan candi dengan penonjolan stupa. Be­berapa lukisan Borobudur hanya menonjolkan garis dan warna datar seperti lukisan Srihadi Soedarsono, Josias  Cornelius Rappard dan Mori Kinsen.

Karya lukisan Borobudur berlatar matahari terbenam ini dibuat oleh Syahdan Lubis dan Srihadi Soedar­sono. Walaupun bentuk Borobodur terkesan abstrak (siluet-ba­yangan) tetapi suasana sore dan ma­lam hari disimbolkan melalui war­na. Ada lukisan berlatarkan sa­wah pada karya Wawan Geni, unik­nya lagi medianya berasal dari obat nyamuk bakar sebagai peng­ganti kuas. Rudolf G. Usman menyajikan deretan tumbu­han teratai di balik Bobobudur, va­riasi lainnya terlihat dalam lukisan stupa Guntara.

Lukisan Borobudur karya Untung Wahono berlatar rumah per­kam­pungan nan damai, lukisan Boro­bu­dur karya Toro mengandalkan ke­te­gasan goresan mirip gaya Affandi. Berbeda pula gaya Effendi, Probo dan Soedibio mengambil potongan gambar relief (lukisan yang menon­jol­kan ukiran) berupa figur Budha ter­kesan surealistik. Yogi Setiawan me­nyindir lewat lukisan soal sikap turis saat berkunjung ke Borobudur.

Semua lukisan yang dibuat pe­lukis membuktikan bahwa mereka juga punya gaya dan cara unik mem­visualkan patung dan relief Bo­ro­budur. Sosok candi nan megah di­tambah ratusan arca terangkum dalam lukisan G.B. Hooijer dibuat tahun 1916-1919. Lukisan Wahyu Srik­aryadi (2007-2011) menem­pat­kan Budha pada sisi deretan arca yang didominasi oleh warna kebiru-bi­ruan.

Warna biru itu menafsirkan fantasi candi Borobudur berada di angkasa raya. Beda pula Yogi Setiawan, lukisan Borobudur kental kesan gaya humoristik dengan meminjam gaya karikatur pada figurnya. Bentuk Borobudur sung­guh unik sehingga banyak pe­nam­pilan global maupun detail tentang simbolisme dan  maknanya.

Menurut buku The Master Key for Reading Borobudur Symbolism (Hudaya Kandahjaya, 1995) menye­but­kan: “Borobudur begitu banyak misteri dan pintu simbolisme. Dalam agama Budha seseorang bebas memilih pintu simbol yang mem­buat­nya dapat masuk ke dalam dhar­madhatu”.

Pada saat kita mampu membaca simbolisme yang rumit lewat relief tersebut seolah-olah sedang mem­baca ensiklopedia visual agama Budha paling lengkap. Isyarat pen­ting tentang jenius lokal pencipta ana­tomi Borobudur yang begitu fe­nomemal di bumi pertiwi.

()

Baca Juga

Rekomendasi