Penyakit Tungro/Siropropon pada Tanaman Padi dan Pengendaliannya

Oleh: Ir. Jona Sidabukke

Semua tahu Indonesia terdiri dari puluhan ribu pulau yang memiliki dataran rendah dan tinggi serta dikelilingi perairan yang amat luas. Tanahnya sangat subur, cahaya matahari pun tak pernah padam. Sebagian dari luas tersebut merupakan lahan pertanian untuk menghasilkan beras sebagai makanan pokok mayoritas penghuninya. Namun sayang sekali beras hasil panen lahan yang sangat luas ini belum mencukupi kebutuhan jumlah penduduknya. Ini terlihat juga melalui adanya beras impor.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak pemerintah dan swasta bersama petani untuk meningkatkan produksi tanaman padi dari tahun ke tahun. Namun hingga kini target yang diharapkan (swasembada pangan beras secara nasional) belum juga tercapai. Dalam praktek di lapangan bercocok tanam padi ada yang di areal persawahan (lahan irigasi dan tadah hujan) ada juga yang dilakukan di areal perladangan padi darat/gogo (lahan kering).

Pada umumnya para petani menghadapi banyak kendala/permasalahan, antara lain:

- Disiplin petani, pada umumnya tidak tertib dalam hal penerapan pola tanam serempak,

- Ramalan cuaca (musim hujan yang terkadang bergeser) mengakibatkan tanaman mengalami kekeringan pada saat membutuhkan air, terutama sekali pada lahan bukan irigasi,

- Minimnya pengetahuan tentang pemupukan, sehingga kurang memahami manfaat dan dosis masing-masing pupuk (unsur hara) dan kombinasi interaksi antar  pupuk pada tanaman,

- Pemahaman hama dan penyakit serta cara pengendalian yang masih sangat miskin,

- Bermunculan berbagai benih varitas hybrid baru yang belum tentu sesuai dengan iklim setempat dan

- Berlombanya pihak swasta menyampaikan informasi produk yang dijualnya kepada petani secara bergantian dengan merek yang berbeda-beda, namun bahan aktif dan fungsinya sama.

Ini membuat petani semakin bingung, sementara persoalan pokok tidak pernah dipahami secara menyeluruh, seperti: hama apa yang menyerang, mengapa hama tersebut menyerang dan bagaimana dampak serangannya pada tanaman serta bagaimana mengendalikannya. Di samping itu ada lagi hal yang tidak kalah penting, yaitu pemupukan secara tepat (tepat waktu, tepat dosis, tepat konsentrasi, tepat sasaran dan tepat nilai ekonominya).

Terhadap tanaman yang telah rusak pun sering terjadi kesalahan mendiagnosa baik dari segi hama perusak maupun penyakit yang ditimbulkan, sehingga terjadilah kesalahan penanganan. Makanya tanaman pun tidaklah menghasilkan panen seperti yang diharapkan. Umumnya petani mengatasi serangan apa yang dihadapinya, namun tidak lagi memperhatikan serangan apa yang telah terjadi sebelumnya. Misalnya adanya masalah "kresek daun" dan "patah/cekik leher" yang dewasa ini semakin marak terjadi.

Memang banyak yang tepat mendiagnosa penyebabnya adalah serangan jamur, namun setelah aplikasi fungisida hasil panen pun belum tentu bisa optimal. Perlu diperhatikan, bahwa sebelumnya tanaman tersebut mungkin pernah dihinggapi dan telah ditinggalkan hama perusak, yang menularkan penyakit (seperti penyakit virus) yang dapat mengakibatkan kerusakan serta melemahnya daya tahan tanaman. Dengan demikian tanaman pun akan mudah terserang hama dan penyakit berikutnya, seperti serangan jamur tadi.

Sepertinya petani merupakan sasaran pasar saja oleh para formulator/pedagang, bukan sebagai mitra yang berusaha bersama untuk meningkatkan hasil produksi.

Secara umum dapat kita simpulkan, bahwa petani pada umumnya hingga saat ini belum dapat memahami dan belum dapat membedakan kerusakan tanaman padinya. Apakah disebabkan serangan organisme pengganggu tanaman yang disebut hama atau serangan jamur, bakteri dan virus yang disebut penyakit.

Pemahaman akan kedua hal ini apakah hama atau penyakit adalah hal yang sangat penting dan merupakan hal yang merupakan hal yang mendasar untuk mengambil tindakan pengendalian secara tepat.

Hama dan Penyakit Tanaman Padi

Sejak disemaikan tanaman padi telah dikunjungi berbagai hama yang dapat mengganggu pertumbuhannya, misalnya: keong mas, ganjur, wereng, penggerek batang, hama putih palsu (HPP), hingga penghisap bulir padi yang baru terbentuk (malai padi matang susu) yaitu walang sangit. Bukan itu saja, masih ada lagi yang tidak kalah pentingnya yaitu penyakit yang dapat menyerang tanaman sejak di persemaian antara lain busuk akar, busuk batang hingga kresek daun, patah leher dan busuk buah (malai gabah padi membusuk dan menghitam) serta penyakit tungro yang dapat menggagalkan panen dan lain sebagainya.

Gejala serangan berbagai hama ataupun penyakit sering menunjukkan gejala yang sama atau hampir sama. Ini membuat petani semakin sulit untuk mengenali dan mengendalikannya secara tepat.

Perbedaan respon setiap jenis/varitas benih tanaman padi terhadap unsur-unsur hara dari berbagai jenis pupuk juga menambah kesulitan petani untuk menentukan jumlah pupuk yang dibutuhkan secara optimal. Padahal menentukan jenis dan dosis pupuk yang tepat untuk setiap jenis benih adalah suatu hal yang penting, sebab kekurangan ataupun kelebihan pupuk, kedua-duanya dapat menimbulkan resiko. Alhasilnya pertumbuhan tanaman akan terganggu dan target produksipun tentu tidak tercapai secara optimal. Kekurangan pupuk menyebabkan tanaman kerdil, sedangkan kelebihan pupuk mengakibatkan tanaman semakin rentan terhadap serangan hama ataupun penyakit.

Dengan ada kemajuan teknologi saat ini industri kimia telah mampu memproduksi beranekaragaman pestisida (racun pembunuh hama), baik yang kimiawi maupun yang biologi/hayati. Pestisida yang berfungsi untuk mengendalikan/membunuh hama organisme pengganggu tanaman (OPT) disebut insektisida. OPT ini lah yang dapat merupakan penyebab/penular penyakit. Ada juga pestisida untuk membasmi jamur ataupun bakteri dan sebagainya disebut fungisida ataupun bakterisida. Namun semua golongan pestisida/racun (misalnya insektisida, fungisida dan bakterisida, dll.) bukan berfungsi untuk memperbaiki kerusakan tanaman yang diakibatkan hama.

Makanya segala pestisida/racun, baik racun pembasmi serangga, maupun anti jamur dan anti bakteri, dll. tidak mampu mengembalikan kondisi tanaman yang terserang dari keadaan rusak menjadi kondisi semula (tumbuh sempurna kembali). Itulah sebabnya petani menjadi tidak percaya diri menangani serangan hama ataupun penyakit, sehingga harus selalu waspada terhadap serangan tersebut supaya jangan sampai terjadi kerusakan yang berarti.

Virus Tungro/Siropropon

Virus Tungro pada tanaman padi adalah penyakit yang disebabkan serangan Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV), yang ditularkan oleh wereng hijau. Gejala pada tanaman adalah tanaman menjadi kerdil, daun berwarna kuning hingga kuning jingga disertai bercak berwarna coklat. Perubahan warna daun ini dapat terlihat mulai dari ujung hingga pangkal batang. Menguningnya daun ini sering diatasi dengan pemupukan.

Memang daun tanaman kadang-kadang bisa saja terlihat menghijau kembali bagaikan telah sembuh, namun daun tersebut dapat menguning lagi atau tidak lagi menghasilkan malai secara optimal. Aplikasi pestisida/racun juga tidak memperbaiki kerusakan tanaman. Gejala lebih lanjut seperti pertumbuhan anakan berikut yang semakin kerdil dibandingkan anakan yang tumbuh sebelumnya. Dengan demikian jumlah anakan produktif pun bisa berkurang. Tentu jumlah malai per rumpun pasti semakin sedikit dan ukuran malainya semakin pendek.

Hal yang sama juga dapat disebabkan oleh serangan hama kutu busuk/ kepinding/lembing/kepik. Serangan kepinding ini bahkan bisa lebih fatal lagi.

Tanaman yang dihinggapinya bisa mengalami kerusakan hingga terjadi pembusukan dan pertumbuhan pun semakin pendek dan tanaman gagal menghasilkan malai atau gabah. Kondisi terjangkit penyakit "Virus" ini sering disebut petani "Janten" atau "Siropropon" (dalam Bahasa Tapanuli, artinya "semakin susut").

Kepinding3

Kepinding dapat hinggap di bagian atas tanaman seperti daun dan pucuk. Biasanya kutu ini mengeluarkan suatu cairan berbau busuk, sehingga dijuluki kutu busuk. Cairan busuk yang mengandung senyawa bergugus aldehyde (formalin juga mengandung gugus ini), sehingga dapat mengeringkan sel-sel jaringan tumbuh-tumbuhan.

Pada bekas hinggapannya, kadang-kadang kepinding meninggalkan tanda berupa warna pucat dan sedikit menyempit pada daun. Namun bekas tersebut sering dianggap akibat ulat penggulung daun. Ada juga daun yang bahkan membusuk dan mengering serta akhirnya putus diakibatkan kepinding. Melalui bekas inilah dapat diketahui adanya kutu busuk tersebut pada tanaman padi.

Pucuk anakan yang baru terbentuk sering juga terlihat tidak terbuka membentuk daun berhelai normal, melainkan menggulung keriting/keriput bagaikan daun bawang dan berwarna kuning pucat lalu mengering. Daun yang baru terbentuk pada tanaman berpenyakit mati pucuk demikian pun dapat menguning hingga berwarna merah bata dan mengering. Jika diamati, anakan-anakan berikut dalam satu rumpun tanaman padi tersebut semakin pendek dan akhirnya berhenti/mogok tumbuh. Kondisi pucuk anakan yang mengering demikian sudah pasti tidak menghasilkan malai.

Selain hinggap di daun kepinding dapat juga masuk ke dan hidup di dalam tanah, sehingga kutu busuk ini disebut juga kepinding tanah. Pada musim kemarau lahan persawahan terutama sekali yang non irigasi sering mengalami kekeringan. Kondisi seperti ini akan semakin disukai kepinding. Di dalam tanah kepinding tersebut dapat bersinggungan dengan perakaran tanaman padi. Makanya tidak mustahil sering terjadi pembusukan akar. Tentu ini juga sangat mengganggu pembentukan malai padi. Ada yang tidak terbentuk, ada juga yang terbentuk, namun abnormal (bengkok dan pendek). Malai yang terlalu pendek biasanya tidak terarit dan tertinggal di tanaman pada saat panen. Dengan demikian dari setiap rumpun hanya menghasilkan 3-5 malai saja atau sama sekali tidak menghasilkan.

Sebenarnya melalui pilihan insektisida (pestisida pembasmi serangga) yang tepat hama penular penyakit virus seperti wereng ataupun kepinding mudah saja dibasmi. Namun setelah hama tersebut mati, sayang sekali pertumbuhan tanaman yang telah rusak (kerdil) karena terjangkit penyakit virus tidak mampu dipulihkan. Pada umumnya petani akan gagal panen. Jadi penyakit bukanlah seperti hama yang bisa dibasmi dengan racun dan penyakit tidak dapat disembuhkan oleh racun. Jadi cara penanganan penyakit pada tanaman yang selama ini telah dilakukan dengan applikasi pestisida sebenarnya tidaklah tepat dan boleh dikatakan pekerjaan sia-sia.

Pemulihan dengan Enzim Fitofit

Beruntung sekarang ini telah ditemukan produk enzim Fitofit yang mampu mengembalikan pertumbuhan tanaman yang telah terjangkit penyakit Virus Tungro. Tanaman terserang akan kembali normal berproduksi dengan penyemprotan Fitofit, bila masih pada fase vegetatif berumur di bawah 40 hari. Fitofit sangat mampu menghentikan gejala pembusukan dan memperbaiki bagian tanaman yang rusak melalui pembentukan sel-sel baru, sehingga tanaman tumbuh normal kembali pada fase vegetatif.

Melalui aplikasi Fitofit tumbuh-tumbuhan secara alami menyerap karbondioksida, uap air dan nitrogen untuk kebutuhan proses fotosintesa. Peningkatan kadar gas-gas tersebut dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen di dalam tubuh tumbuh-tumbuhan, sehingga aktifitas mikroorganisme aerob yang patogen (seperti serangan virus Tungro) dapat dihambat seminimal mungkin. Dengan demikian pertumbuhan tanaman pun bisa berlanjut terus.

Tanaman padi yang semulanya melalui serangan kepinding terjangkit penyakit virus berupa pucuk menggulung/keriting dan berwarna kekuningan serta berdaun kemerahan dapat menghijau kembali, pertumbuhan yang telah berhenti (tungro) bangkit kembali dan tanaman dapat berproduksi kembali setelah diberi Fitofit, jika kejadiannya pada fase vegetative hingga menjelang fase primordia (bunting). Sedangkan tanpa Fitofit jumlah mulai yang terbentuk hanya sedikit dan ukurannya pun pendek serta banyak yang tidak berisi.

Sering juga kerusakan tanaman padi akibat serangan kepinding pada fase primordia ataupun menjelang fase generatif ditangani dengan aplikasi Fitofit. Sebagaimana telah diketahui, bahwa usia tanaman semakin tua dan malai yang muncul pun memiliki sisa waktu yang terbatas hingga jadwal panennya. Tentu pengulangan aplikasi Fitofit menjadi terbatas. Anakan yang memiliki sisa waktu yang cukup akan menghasilkan malai yang panjang dan berisi sempurna, sedangkan yang kurang waktu memberikan malai yang lebih pendek, namun berisi.

Malai yang telah mengering, pertanda siap dipanen. Biasanya daun benderanya juga turut menguning dan mengering. Namun setelah aplikasi Fitofit malai tanaman yang pernah terjangkit penyakit tungro meski pun telah menguning, daun benderanya masih menghijau.

Kualitas Padi yang Telah Terserang Virus Tungro

Dengan bertahannya kebugaran daun bendera, pengisian bulir pun lebih pasti lebih sempurna. Dengan bobot yang tinggi malai akan merunduk jauh ke bawah dan tentu akan lebih aman tersembunyi dari pandangan burung yang hendak memakannya.

Selain itu pertumbuhan malai padi pun tentu lebih intensif dan tumbuh lebih panjang. Tergantung usianya, panjang dan kesempurnaan pengisian bulir hingga pangkal malai tanaman padi yang terjangkit penyakit virus dapat diperbaiki melalui peningkatan kecepatan transportasi unsur hara melebihi kecepatan proses pematangan.

Makanya sebelum bulir-bulir matang, malai telah tumbuh panjang dan berisi penuh hingga pangkal malai.

Walaupun pernah terjangkit penyakit virus Tungro/Siropropon, tanaman padi yang telah dipulihkan enzim Fitofit dapat menghasilkan beras/gabah yang lebih berat daripada yang tidak pernah terjangkit penyakit virus. Selain itu beras tersebut bahkan dapat berpenampilan lebih bening.***

Penulis adalah Konsultan Pertanian Credit Union Mandiri.

()

Baca Juga

Rekomendasi