Oleh: Hodland JT Hutapea
Disadari atau tidak, hidup di era globalisasi ini semakin banyak problema dan tantangan hidup yang harus dihadapi setiap individu manusia.
Hal ini merupakan salah satu akibat dari kian berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga tak sedikit remaja yang kebingungan menghadapinya. Di satu sisi mereka ingin memperoleh kemajuan dalam dunia modern, ingin maju dalam pendidikan, serta ingin pula menaati ajaran agama. Namun di sisi lain, dunia modern ternyata sulit untuk memenuhi tuntutan mereka.
Saat ini sangat sulit ditemukan lingkungan pergaulan yang sarat dengan nilai-nilai moral dan pendidikan. Budaya pergaulan bebas telah menjangkiti kaum remaja kita. Perilaku hura-hura, hedonis, materialistis, dan menikmati kekayaan orangtua telah mewabah di mana-mana. Mall, kafe, diskotek, bioskop, pinggir jalan, sangat dinikmati oleh kaum remaja masa kini. Tempat-tempat semacam ini telah menjadi lokasi yang nyaman bagi remaja untuk sekadar kumpul-kumpul, melampiaskan nafsu dan kesenangan mereka, serta melakukan hal-hal lain yang tak bermanfaat.
Dampak negatif dari pergaulan bebas kaum remaja antara lain semakin menjamurnya perilaku mabuk-mabukan, menikmati kokain, mengonsumsi pil ekstasi dan obat-obatan terlarang lainnya, seks bebas, dan berbagai tindakan vandalisme. Perilaku negatif semacam ini merupakan bibit penyakit yang sangat membahayakan tidak saja bagi kaum remaja, tetapi juga bagi kemajuan dan martabat bangsa, sebab sudah berada di luar batas norma kehidupan serta tata susila keagamaan.
Dari berbagai bentuk perilaku negatif tersebut, dapat disimpulkan bahwa kaum remaja kita sedang mengalami demoralisasi atau krisis moral dalam pergaulan. Karenanya, perlu dicari faktor-faktor penyebab demoralisasi pergaulan remaja, serta mencari solusi yang tepat untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut.
Faktor Penyebab
Beberapa faktor penyebab, di antaranya: Pertama, kurangnya pendidikan agama di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Banyak kita temukan orangtua yang kurang memerhatikan pendidikan agama anak-anak mereka. Hal ini bisa karena para orangtua terlalu sibuk dengan urusan duniawi, mengejar kemajuan karir dan ekonomi, atau karena para orangtua itu sendiri yang kurang memahami nilai-nilai agama, sehingga tak bisa dijadikan teladan bagi anak-anak mereka. Akibatnya, ketika anak-anak mereka melakukan tindakan yang melanggar norma agama dan jauh dari kesopanan, mereka akan tenang-tenang saja dan menganggapnya sebagai suatu kewajaran yang biasa dilakukan oleh remaja di era globalisasi ini.
Di lingkungan sekolah pun tak menjamin seorang anak bermoral baik. Hal ini bisa jadi karena minimnya jam pelajaran agama yang diberikan guru. Atau bisa jadi karena pemberian pelajaran agama hanya bersifat teoritis dan berupa konsep saja, sementara pembinaannya kurang mendapat perhatian.
Kedua, karena perilaku remaja itu sendiri yang melanggar norma-norma agama dan kesopanan. Umumnya para remaja suka meremehkan persoalan agama. Agama bagi mereka dianggap sebagai kendala dan penghalang bagi kebebasan tindakan mereka dan dianggap tak relevan lagi dengan kemajuan zaman. Kurangnya kesadaran remaja terhadap nilai-nilai agama juga disebabkan pengaruh dari teman-temannya yang tak bermoral sehingga mereka ikut terjerumus ke lembah kehinaan dan penyesatan.
Ketiga, invasi budaya amoral melalui berbagai media informasi yang serba canggih. Selain bermanfaat, media informasi itu juga memberi dampak buruk yang luar biasa bagi perkembangan dunia pergaulan remaja. Tayangan seks dan kekerasan yang vulgar di televisi, internet, majalah, surat kabar, telah memancing minat dan keinginan remaja untuk meniru dan melakukan perilaku yang salah tersebut. Usia remaja yang masih rentan dan penuh gejolak akibat naiknya libido dan keegoannya akan menemukan jalan pemuasnya dengan meniru perilaku yang mereka lihat di media informasi.
Untuk itu diperlukan tindakan pencegahan sekaligus penyelesaian terhadap masalah demoralisasi pergaulan remaja, di antaranya:
1. Pembekalan nilai agama yang kokoh. Sebaiknya dimulai semenjak anak berusia dini. Dengan bekal agama yang kuat tersebut diharapkan sang anak memililiki pedoman hidup yang dapat berperan sebagai penangkal dari segala pengaruh luar yang tak sesuai dengan ajaran agama. Dengan akar agama yang kuat, sang anak akan senantiasa berupaya meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan.
2. Peran serta orangtua, sekolah, dan masyarakat dalam memperkuat pengawasan terhadap remaja dalam hal pergaulan bebas. Peran dan kepedulian orangtua dalam keluarga sangat diperlukan bagi pembinaan perilaku anak dalam masalah pergaulan. Orangtua harus dapat menanamkan nilai-nilai positif dan memberi teladan bagi anak-anaknya. Dalam lingkungan sekolah, guru juga memegang peranan yang tak kalah penting dalam membentuk kepribadian anak yang bermoral luhur. Demikian pula dengan lingkungan masyarakat turut berperan dalam menciptakan generasi yang berakhlak mulia yang dapat menjunjung martabat bangsa.
3. Mengadakan berbagai kegiatan dalam rangka membina generasi muda yang kreatif dan berkualitas. Upaya pembinaan tersebut dapat berupa perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda yang dapat menambah wawasan dan menanamkan sikap peduli terhadap lingkungan sekitar mereka dan mengadakan kegiatan yang produktif, membangun karakter dan dapat meningkatkan kreativitas mereka dalam mengisi waktu luang sehingga lebih membawa manfaat.
Dengan adanya usaha-usaha tersebut, diharapkan dapat dicegah masalah demoralisasi pergaulan remaja sejak awal, sehingga cita-cita untuk mewujudkan generasi muda yang cerdas, cekatan, dan berakhlak mulia yang beriman dapat tercapai.
* Desember 2013