Suhu Dingin Ekstrem di Awal Kemarau

Oleh: Christin Afrin Matondang, S.Kom

Pernahkah anda mendengar istilah "Musim Bediding"? Istilah ini dikenal di kalangan orang Jawa yang merujuk kepada perubahan suhu yang mencolok yang terjadi khususnya di awal musim kemarau. Suhu udara menjadi sangat dingin menjelang malam hingga pagi hari, sementara di siang hari suhu melonjak hingga panas menyengat. Jadi tidak heran kalau di pagi hari kita merasa berat untuk bangun pagi karena udaranya yang dingin.

Apakah anda merasakan "musim bediding" di kota Medan dan sekitarnya belakangan ini? Ya, sepekan terakhir, suhu udara di wilayah kota Medan dan sekitarnya terasa dingin terutama pada malam hingga pada pagi hari, tetapi siang harinya suhu relatif panas. Banyak masyarakat yang mengeluhkan dinginnya udara yang dirasakan sejak akhir Januari hingga memasuki bulan Februari tahun ini.

"Musim Bediding" di Medan Sekitarnya

Berdasarkan data pengamatan di beberapa stasiun BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) di sekitar kota Medan selama tiga hari terakhir tercatat nilai suhu minimum berkisar antara 19 hingga 20 derajat Celcius tetapi suhu maksimumnya mencapai 32 derajat Celcius. Suhu yang panas ataupun dingin dikategorikan sebagai salah satu fenomena cuaca ekstrem. Fenomena suhu ekstrem yaitu ketika kondisi suhu udara yang mencapai 3 derajat Celcius atau lebih di atas nilai normal setempat. Nilai normal yang dimaksud merupakan rataan dari series data selama 30 tahun terakhir.

Di awal bulan Februari 2015, untuk kota Medan dan sekitarnya, nilai suhu minimum paling rendah tercatat mencapai 19.8 derajat Celcius (3/2/15) di BMKG Stasiun Klimatologi Sampali, 20.2 derajat Celcius (3/2/15) di BMKG Balai Besar Wilayah I Medan. Sementara di BMKG Stasiun Geofisika Parapat, suhu minimum tercatat mencapai angka 14.6 derajat Celcius (2/2/2015) yang mana kondisi ini terkategori mencapai nilai ekstremnya.

Dari data pengamatan sejak berdirinya BMKG Stasiun Klimatologi Sampali yaitu periode tahun 1972 sampai dengan 2013, untuk bulan Februari tercatat pernah terjadi sebanyak 57 kali suhu minimum dalam kategori ekstrem. Nilai suhu ekstrem minimum terendah yang pernah terjadi adalah 16.4 derajat Celcius yaitu pada tanggal 19 Februari 1977. Dan dalam periode 10 tahun terakhir, suhu minimum ekstrem yang pernah terjadi adalah pada 23 Februari 1993 sebesar 18.6 derajat celcius dan 25 Februari 1993 sebesar 19.4 derajat Celcius.

Faktor Pemicu

Indonesia dikenal memiliki dua pola musim yaitu periode musim hujan dan periode musim kemarau. Nilai rata-rata suhu udara minimum pada awal periode musim kemarau lebih rendah dibandingkan dengan periode awal musim hujan. Untuk wilayah Sumatera Utara selama periode satu tahunan, bulan Desember, Januari, dan Februari merupakan bulan dengan nilai normal suhu minimun terendah sepanjang tahun.

Berdasarkan data pengamatan dari BMKG Stasiun Klimatologi Sampali periode tahun 1981 sampai 2010, normal suhu rata-rata wilayah Kota Medan adalah 25.9 derajat Celcius (Desember), 26.1 derajat Celcius (Januari), 26,4 derajat Celcius (Februari). Sedangkan untuk normal suhu minimumnya 23.0 derajat Celcius (Desember), 22.7 derajat Celcius (Januari), 22.7 derajat Celcius (Februari).

Untuk nilai ekstrem suhu minimum di bulan Februari adalah ketika berada di bawah angka 19.7 derajat Celcius. Sedangkan untuk bulan Mei dan Juni adalah bulan dengan normal suhu udara minimum tertinggi dan normal suhu maksimum yang tertinggi terjadi di bulan Juni. Kondisi ini berkaitan dengan pola musim dan pola pergerakan semu matahari yang menyebabkan Sumatera Utara termasuk kota Medan mengalami dua kali periode musim kering (kemarau) dan dua kali periode musim basah (hujan).

Wilayah Sumatera Utara memasuki awal musim kemarau pertama normalnya di bulan Januari dan Februari. Pada periode ini udara yang bersifat dingin, kering, dan berdebu kerap terjadi. Hal tersebut terkait dengan faktor pergerakan semu matahari, dimana pada bulan tersebut matahari berada di Belahan Bumi Selatan. Kondisi tersebut menyebabkan adanya pola pergerakan massa udara dari Benua Asia melewati wilayah Indonesia menuju ke Benua Australia. Adapun massa udara yang dibawa pada saat tersebut bersifat dingin dan kering dikarenakan memang pada saat itu Benua Asia sedang mengalami musim dingin. Massa udara yang dingin dan kering tersebut menyebabkan sulitnya pertumbuhan awan- awan hujan sehingga untuk wilayah Sumatera Utara pada saat tersebut curah hujannya mulai mengalami penurunan dan mulai memasuki periode awal musim kemarau.

Daratan dan lautan memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyimpan energi. Pada siang hari, daratan menyerap panas yang diradiasikan oleh matahari dan dapat menahan energi panas lebih lama. Ketika malam hari saat panas tidak lagi diserap, maka daratan akan melepaskan panas tersebut ke atmosfer. Ketika musim kemarau, cuaca cenderung cerah dimana pertumbuhan awan sedikit. Awan tidak akan menghalangi energi panas yang keluar dari bumi. Selanjutnya akan terjadi pelepasan energi panas oleh bumi dalam jumlah besar ke atmosfer.

Hal ini akan mengakibatkan bumi/daratan kehilangan panas dalam jumlah yang besar sehingga suhunya turun dan mengakibatkan suhu yang dirasakan terasa lebih dingin. Kondisi tersebut akan berbeda ketika musim penghujan dimana pertumbuhan awan sangat banyak. Adanya awan akan menghalangi energi panas yang keluar ke atmosfer dan membalikkan energi panas tersebut kembali ke bumi. Hal tersebutlah yang menyebabkan rata-rata suhu udara minimum di musim penghujan lebih hangat dibandingkan dengan musim kemarau.

Waspadai Dampaknya

Pada bulan Februari 2015 ini, wilayah Sumatera Utara baru mulai berada dalam periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau pertama. Curah hujan diprediksi sudah mulai berkurang pada bulan ini. Pada periode transisi sekarang ini, perubahan cuaca sangat cepat terjadi. Siang hari umumnya suhu udara cukup terik dan kemudian dapat berubah secara signifikan menjadi hujan. Adapun karakteristik hujan yang terjadi bersifat lokal dengan intensitas sedang hingga tinggi. Hujan akan diiringi guntur dan angin kencang dalam kurun waktu singkat khususnya di wilayah perkotaan. Peluang suhu dingin mencapai 19 derajat Celcius juga masih berpotensi terjadi untuk beberapa pekan ke depan.

Pada fase musim transisi ini, adanya perubahan suhu serta perubahan cuaca yang signifikan dari siang hari ke malam hari dapat menyebabkan efek yang kurang baik terhadap kondisi kesehatan. Hal ini terkhusus bagi orang-orang yang tidak terbiasa dengan perubahan kondisi udara yang signifikan.

Selain itu, udara yang umumnya bersifat kering dan berdebu pada periode ini juga dapat berdampak terhadap pernafasan. Oleh karena itu ada baiknya pada saat kondisi cuaca seperti sekarang ini kondisi kesehatan harus dijaga sebagai salah satu usaha preventif. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan memperbanyak konsumsi air putih dan buah-buahan segar. Selain itu perlu dilakukan pembenahan terhadap kondisi atap-atap rumah serta pepohonan yang tua di sekitar kita untuk meminimalisir kerusakan ketika terjadi hujan yang disertai dengan guntur dan angin kencang.***

Penulis merupakan Staf Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Balai Besar Wilayah I Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi