Oleh: Rhinto Sustono. PERTAMA membaca sebuah papan reklame ukuran besar bertuliskan, “Cowok Harus Punya Mainan” bisa memunculkan beragam penafsiran. Penggalan kalimat dari iklan produk yang sama, yang saat kini tayang di sejumlah stasiun televisi ternama itu, jika dimaknai secara positif ternyata bisa memunculkan nilai inspiratif. Betapa tidak, ternyata dari zaman ‘bahoela’ hingga kini memang kaum adam secara individual tidak pernah lepas dengan mainan yang dipilihnya.
Tanpa memandang batas usia, kultur, maupun strata sosial, mainan bagi pria bisa juga menjadi identitas penanda kepribadian seseorang. Cowok smart misalnya, lebih pada pemilihan mainan yang menantang olah pikir. Bagi lelaki yang intens dengan penampilan, desain mainan yang dipilih kerap berorientasi untuk lebih mendukung penampilannya.
Tidak percaya? Booming batu cincin yang melanda masyarakat sekarang sebagai salah satu bukti. Jika kita menyusur lebih jauh, akan lebih banyak referensi yang bisa didapat terkait ragam varian mainan cowok. Dari kesukaan bermain dengan koleksi robot, dengan replika mobil dan pesawat yang menginspirasi, hingga hanya sekadar nongkrong di kafe dan asik menjadikan gadget sebagai mainannya.
Untuk yang gandrung dengan fotografi, kamera menjadi mainan utama. Sehingga ketidakpuasan dengan hasil bidikan, membuat cowok akan terus mengeksploitasi mainannya itu.Cowok yang menjadikan musik sebagai mainan, tidak segera berhenti di gitar. Keinginan mencoba instrumen lain sebagai alat mainannya pun tak pernah mati. Lain lagi bagi cowok yang tidak betah tinggal di rumah, paling kentara kerap menjadikan kendaraan sebagai mainannya. Dari sepeda, sepeda motor hingga mobil. Begitulah. Cowok memang harus punya mainan.
Pilihan Jadul
Waktu bergulir memungkinkan siapa pun akan terjungkir untuk kembali memilih mainan yang punya kesan di era tertentu. Bisa untuk alasan idealis maupun hanya sekadar suka. Makanya tidak jarang untuk lasan mainan itu motor zaman perang tidak kalah menarik dibanding motor terbaru pabrikan Jepang. Siapa pula bisa menampik, jika mobil antik justeru bisa lebih mahal dibanding branded terbaru dengan transmisi matik?
Bagi pria, memilih mainan yang bertemakan jadul (jadul) bukanlah hal baru. Meski tidak sezaman dengan mainannya, tetap saja varian jadul ini memberikan daya tarik untuk dimiliki. Uniknya justeru masyarakat urbanlah yang kerap menjadi pendahulu untuk urusan varian tema jadul tersebut.
Karena kecintaan dengan tema jadul, bahkan produk terbaru pun tidak bisa mengelak untuk menampilkan desain bertema jadul. Begitu halnya dengan ragam barang lama yang dimodifikasi agar tampil jadul.Misalnya foto digital yang bisa ditampilkan secanggih apapun, justeru karena alasan cinta jadul, akhirnya diedit untuk tampil sebagai foto sebelum kini. Tidak terkecuali dengan modifikasi motor jadul yang sekarang kian merambah anak-anak Medan.
Agar punya mainan bertema jadul, banyak pria yang mempertahankan keorisinilan motornya. Suku cadang pun dicari walaupun dengan harga tinggi. Namun sebagian pria lainnya, mencari pembaruan dengan mengadopsi motor bergaya ‘Japs Style’.
Konsep Japs Style pertama kali muncul di pertengahan era ’80-an di negeri sakura. Adalah bengkel Brat bengkel khusus modif yang memermak sepeda motor yang ada waktu itu mengikuti model motor Amerika dan Eropa.Seperti motor model Flat Tracker, Scrambler, Cafe Racer, dan Speed Chopper. Kebanggan menjunjung budaya sendiri yang menjadi pilihan orang Jepang, menuntut mereka enggan disebut pengekor. Makanya di awal ’90-an hasil modifikasi bengkel itu, akhirnya mereka sepakati sebagai Brat Style.
Genre baru modifikasi motor di negerinya Doraemon itu pun akhirnya melahirkan ragam aliran. Ini semua dikarenakan proses akulturasi modif Brat yang berpakemkan Amerika dan Eropa dengan ragam modif yang ada di Jepang.
Beberapa hasil modif itu pun menemukan nama-namanya sendiri, seperti aliran bobber, caffe racer, choppy cub, speedway, speed shopper hingga sport bikes. Kemudian berlanjut pula dengan Street tracker, flat tracker, dirt tracker, street demon, Japanesse South Carolina, dan lainnya. Yang kesemuanya memadamkan embel-embel AS dan Eropa, nama baru pun dimunculkan sebagai branded modif, Japs Style kependekan dari Japannes.
Sebelum masuk ke Medan, modif sejenis pertama kali tumbuh di Bandung. Adalah Franky M. Astorianto, seorang builder dari bengkel modifikasi Yasashi Garage yang berlokasi di Bandung pertama kali menularkan virus tersebut di akhir 2009 silam.
Karakteristik
Orang-orang bengkel motor di Tanah Air sudah sejak lama dikenal paling jempol memodifikasi, apalagi untuk urusan modif motor tua. Modif Japs style itu pun kemudian menjadi bahan olah otak bagi mereka.
Agar tidak keliru memodifnya, ada patokan tertentu agar motor menjadi Japs Style yang eksotis dan berkarakter.
Patokan ini kemudian menjadi karakteristik (penanda khusus) apakah Japs Style atau tidak. Yakni motor dengan kesan minimalis yang rangkanya menggunakan jenis motor spot (motor batangan yang mempunyai tulang sasis dari rol besi) dengan tangki mengecil. Karena minimalis, joknya pun tipis hanya untuk pengendara, lampu depan-belakang mungil, minim spadbor, setang semi hanger, ban gendut, dan rangka belakang yang terpangkas.
Simpel dan minimalis ini pula yang menjadi daya tarik bagi cowok biker untuk menjadikannya sebagai mainan baru. Perlu diingat, karena ada patokan ‘tangki’, makanya Japs Style lebih mengarah pada motor spot dan hanya motor pabrikan Jepang orang Medan bilang ‘kuda Jepang’ saja yang memang paling cocok untuk dimodif sedemikian. Misalnya Honda CB/ CG, GL series, Tiger, motor legendaris Kawasaki Binter, Yamaha Scorpio, Suzuki Thunder, dan jenis motor spot lainnya.
Namun kehebatan modif Indonesia, justeru juga melahirkan Jap Style yang tidak mendiskriminasi motor bebek seperti C70/80, Super 700/800, Astrea Grand dan sejenisnya.
Dari banyak aliran Japs Style itu, cowok yang wajib punya mainan bisa menentukan sendiri pilihannya.
Boleh meniru gaya cafe racer yang mengadopsi gaya motor Inggris era ’60-an. Konon aliran cafe racer ini diilhami atas keinginan sebuah grup band yang suka naik motor dari satu kafe ke kafe lainnya. Namun karena mereka ingin gerak cepat, motor mereka yang dari pabrikan Triumph, BSA dan Norton rendah kecepatannya itu kemudian dikanibal.Hanya komponen terbaik saja yang mereka gunakan untuk dioplos sehingga menembus kecepatan 100 hingga 160 mil perjam. Penanda khusus aliran ini justru pada tangkinya yang menggelembung besar.
Unik memang.Nah bagi cowok yang ingin beralih dengan mainan Japs Style, bisa mulai berniat dari sekarang. Tidak perlu merogoh saku dalam-dalam, sebab motor yang akan dijadikan modif Japs Style ini justru semakin antik jika mengusung motor spot era 80 - 90-an. Dan yang pasti, Japs Style tidak menuntut keorisinilan suku cadang dan bentuk. Bagi cowok, apakah Anda ingin tampil garang dan tertantang untuk memiliki si kuda Jepang? ***