Oleh: Sita Herman. Ungkapan “Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau daripada rumput sendiri” sudah sering kita dengar, yang dapat diartikan apa yang dimiliki oleh orang lain biasanya terlihat lebih indah dan lebih bagus daripada yang kita miliki. Ungkapan ini bisa dilihat dari sudut pandang materi ataupun dari sudut pandang pasangan hidup.
Bila dilihat dari sudut pandang materi, pasti ada yang pernah mendengar komentar, “Wah, enaknya mereka punya mobil. Ke mana-mana tak kehujanan. Bisa santai di dalam mobil yang ber-AC. Tak seperti aku, cuma punya sepeda motor butut!” Atau ucapan, “Wah enak ya, punya rumah besar? Pasti tiap malam tidur nyenyak karena tak pernah kebocoran.”
Bila dilihat dari sudut pasangan hidup, banyak orang yang setelah hidup berumah tangga dalam jangka waktu tertentu, mulai bosan atau kurang puas dengan pasangannya dan mulai melirik lawan jenis yang mungkin terlihat lebih cantik, lebih seksi, lebih ganteng atau lebih mapan.
Yang ingin penulis uraikan kali ini adalah ungkapan tersebut ditinjau dari segi pasangan hidup.
Coba renungkan, mengapa rumput tetangga bisa tampak lebih hijau, lebih segar, lebih menggoda dan lebih-lebih yang lainnya dibandingkan rumput di rumah kita sendiri?
Itu karena rumput yang terlihat lebih hijau di halaman tetangga hanyalah bisa kita pandangi dari jauh saja. Kita bahkan tak pernah mencabut rumputnya, tak pernah bisa menyentuhnya.
Jangankan menyiramnya. Bahkan sekadar melihat dari dekat saja pun tak bisa sehingga kita tak tahu kapan helainya mulai layu, pucuknya sudah rebah karena terinjak dan sebagainya.
Sedangkan rumput di rumah kita sendiri, setiap hari kita pandangi, kita sirami, kita cabuti yang telah layu sehingga kita tahu persis proses tumbuhnya rumput di halaman rumah kita sendiri. Kita tahu persis kapan rumpunnya mulai kering dan mati untuk memberi kesempatan tunas-tunas mudanya untuk tumbuh.
Sekarang kita umpamakan rumput di rumah sendiri adalah istri kita dan rumput tetangga adalah wanita lain. Setelah menikah bertahun-tahun, kita lihat banyak perubahan pada diri istri. Dulu istri imut dan cantik. Sekarang? Alamak! Wajah berminyak. Pakai daster yang warnanya pun sudah memudar. Cerewetnya minta ampun. Melihat bentuk tubuhnya pun sudah tak selera. Lemak bergantungan di perutnya.
Dan coba lihat wanita lain di luar sana. Lebih muda, lebih cantik, lebih segar. Rasanya tak bisa lepas sepasang mata ini memandangnya. Jadi jangan salahkan kaum pria bila mereka suka melihat wanita muda dan seksi. Karena bila pulang ke rumah, akan bertemu lagi dengan si harimau betina yang tak hentinya mengomel dan mengeluh ini-itu.
Sekarang, kita umpamakan rumput sendiri adalah suami kita dan rumput tetangga adalah pria ganteng yang lewat di depan rumah.
Setelah menikah bertahun-tahun dengan suami, sifatnya makin temperamental. Belum lagi perutnya yang mulai membuncit. Sedikit uban mulai tumbuh di kepala. Ulang tahun pernikahan pun sudah dilupakannya. Bahkan ia tak pernah lagi memberi hadiah saat istri ulang tahun.
Belum lagi suami selalu keluar dengan teman-teman dengan alasan reuni. Urusan anak pun sudah jarang diperhatikan.
Dan lihatlah pria ganteng itu yang dengan mesra menggandeng tangan pasangannya saat sedang menyeberang jalan. Oh, inginnya diriku diperlakukan seperti itu oleh suamiku yang setelah menikah, tak pernah lagi menggandeng tanganku.
Teman, pasti ada di antara kalian yang pernah terlintas pikiran seperti di atas, bukan? Istri orang lain/ wanita lain terlihat lebih cantik, lebih seksi, lebih lincah dibandingkan istri sendiri. Dan pria lain/suami orang lain terlihat lebih ganteng, lebih sabar atau lebih mapan dibandingkan suami sendiri.
Itu karena kita hanya melihat dari luarnya saja yang terlihat indah. Kita tak pernah tinggal serumah dengan “rumput tetangga” sehingga kita tak mengetahui sifat-sifat buruk mereka. Hanya keindahannya saja yang tampak di pelupuk mata, sementara kekurangannya tak kita ketahui.
Sedangkan pasangan kita sudah kita ketahui luar dalam. Kita sudah tahu sifat-sifat positif dan negatifnya sehingga kadang-kadang tak sadar kita dihinggapi rasa bosan dan adalah wajar bila hal itu menimbulkan sifat iri saat kita melihat rumput tetangga yang lebih hijau.
Banyak pasangan yang akhirnya memutuskan berpisah karena faktor ketidakcocokan terhadap pasangannya dan menikah lagi dengan orang lain dengan harapan pada pernikahan berikutnya, hidupnya akan lebih bahagia.
Eit...belum tentu! Bahkan bisa saja pernikahan yang berikutnya kondisinya lebih porak poranda! Sebab di awal pernikahan semua pasti masih terlihat indah. Maka semuanya akan berjalan baik-baik saja. Namun seiring dengan waktu perjalanan pernikahan, pastilah juga akan timbul konflik-konflik baru dalam kehidupan rumah tangga yang baru.
Dan siklus yang sama dengan pernikahan sebelumnya mungkin akan terulang lagi. Pertengkaran demi pertengkaran dan saling menyalahkan sangat mungkin akan terjadi lagi.
Nah, kiat untuk mencegah agar jangan selalu melihat ke rumput tetangga yang tampaknya lebih hijau, adalah dengan mensyukuri kehadiran pasangan kita dan juga merenungkan suka-duka yang sudah banyak kita lalui bersama pasangan.
Misalnya, renungkanlah saat dahulu pasangan bersedia mengganti diaper, memberi susu bayi saat tengah malam, memandikan bayi ataupun membawa anak imunisasi. Atau kala pasangan memasak untuk istri atau membuatkan segelas susu untuk istri pasca istri keguguran.
Atau saat motor terperosok ke dalam lubang ketika hujan lebat, sehingga sama-sama terjatuh dan harus berlari-lari sambil berbasah-basah di bawah lebatnya hujan, malam-malam pula, sambil mencari tempat berteduh dalam keadaan mengandung tiga bulan.
Atau saat sepasang orang tua baru saling menguatkan satu sama lain kala sang buah hati yang baru berusia seminggu dirawat inap di RS akibat terserang diare.
Dan bagi para suami, bisa juga direnungkan misalnya saat sang istri dengan rela mengeluarkan kocek dari kantongnya sendiri untuk membantu membiayai kebutuhan keluarga saat suami sedang mengalami krisis keuangan.
Atau saat istri harus menyusui bayi di tengah malam dalam keadaan terkantuk-kantuk.
Atau ketika istri harus membersihkan dan membereskan rumah seorang diri, memasak untuk keluarga dan juga harus mengantar-jemput anak sekolah dan menjadi guru les bagi anak.
Bila kita renungkan dalam-dalam kembali masa-masa itu, barulah kita bisa menyadari betapa beruntungnya kita memiliki pasangan yang telah bersama-sama dengan kita melewati banyak suka-duka dalam mengarungi hidup ini.
Intinya, kita harus mensyukuri pasangan hidup yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Karena kita yang telah memilihnya menjadi pasangan hidup, maka kita harus bisa menerima segala kekurangan dan kelebihannya, sebagaimana pasangan juga harus mampu menerima kelebihan dan kekurangan diri kita.
Saling jujur, terbuka, saling pengertian dan sering berkomunikasi satu sama lain adalah beberapa dari sekian banyak cara untuk mempertahankan keutuhan sebuah mahligai rumah tangga.
Karenanya, daripada selalu melihat dan mengagumi rumput tetangga yang sebenarnya hanya terlihat hijau dari luarnya, lebih baik kita sirami dan pupuk rumput yang ada di halaman kita sendiri.
Perlahan-lahan kita cermati apakah sudah ada helai rumput yang menguning. Ataukah sudah ada rumput sakit yang tinggal menunggu ajal. Siramilah dengan air cinta. Pupuklah dengan kasih sayang. Siangilah dengan perhatian. Dan belailah dengan kasih sayang.
Mungkin butuh waktu untuk mengembalikan hijaunya rumput di halaman kita. Namun bila dilakukan dengan sabar dan tekun, kelak akan terlihat hasilnya.
Nah, setelah membaca artikel ini, masihkah kita ingin mencari rumput lain lagi?
Semoga kelak ungkapan “Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau” perlahan akan menghilang dan diganti dengan ungkapan “Ternyata rumput di halaman sendiri jauh lebih hijau daripada rumput tetangga!”
* Mei 2014