Kontribusi Ajaran Tarikat Naqsyabandiyah

Oleh: Dr. Suherman M.Ag

Salah satu pusat Tarikat Naqsyabandiyah yang besar dan terkenal  terdapat di Sumatera Utara, tepatnya di Babussalam Langkat. Munculnya Tarikat Naqsyabandiyah di Babussalam berawal dari kepulangan Syekh ‘Abdul Wahab Rokan setelah 7 tahun menuntut ilmu di Mekah tahun 1862-1869. Menurut Lindung Hidayat dalam bukunya  Aktualisasi Ajaran Tarikat Syekh ‘Abdul Wahab Rokan Al-Naqsyabandi, diuraikan bahwa  Abdul Wahab Rokan lahir di Tanah Putih (Riau) tanggal 19 Rabi’ul Akhir 1230 H atau 28 September 1811 M. Nama kecil beliau ialah Abu Qasim, sedangkan ayahnya ialah ‘Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji ‘Abdullah Tembusai seorang ulama terkenal di Riau. Ibunya bernama Arba‘iyah asal Tanah Putih putri Datuk Bedagai. Sejak kecil Abu Qasim gemar mendalami ilmu-ilmu agama hingga belajar ilmu fiqh ke Timur Tengah. Selain itu ia juga belajar ilmu tarikat dengan Syekh Sulaiman Zuhdi di Puncak Jabal Qubais dan memperoleh gelar Syekh. Selanjutnya ia pulang ke tanah air dan mengembangkan ajaran tarikat di sepanjang pesisir pantai timur Sumatera mulai dari Rokan, Siak, Tembusai, Kerajaan Kota Pinang, Bilah Panai, Asahan, Kualuh, Deli Serdang hingga ke Besilam Langkat. Menurut Ahmad Fuad Said dalam bukunya  Syekh‘Abdul Wahab, Tuan Guru Babussalam, di tempat terakhir inilah beliau mendirikan persulukan atas kerjasama dengan Sultan Musa dari Kesultanan Langkat pada abad 19 masehi. Syekh ‘Abdul Wahab (1811-1926) sendiri sebagai pemimpin (mursyid) persulukan tersebut.

Dengan demikian pembawa dan pengembang sekaligus tokoh sentral di pusat Tarikat Naqsyabandiyah ini adalah Syekh ‘Abdul Wahab Rokan. Tokoh sufi ini tidak hanya mengajarkan ajaran Tarikat Naqsyabandiyah, tetapi juga membangun dan meninggalkan sebuah pusat tarikat yang masih aktif hingga sekarang yaitu Babussalam yang masyarakatnya hidup secara Islami, bahkan ia juga mewariskan beberapa naskahnya (manuskrip-manuskrip) yang cukup menarik. Menurut Lindung Hidayat tulisan-tulisan tersebut adalah wasiat, munajat, kumpulan khutbah dan nasihat muda-mudi yang masih dipatuhi serta diamalkan para jemaah tarikat serta zurriyat. Namun yang terakhir di atas menurut pengamatan penulis tidak ditemukan lagi teks tulisannya, sehingga tulisan yang masih dipatuhi sebagai ajaran turun temurun adalah wasiat, munajat dan khutbah jum’at. Selain itu ia juga menetapkan 3 syarat bagi penduduk Babussalam yaitu mau belajar, mau mengajar atau mau beramal. Beberapa kebijakan dan usaha Syekh Abdul Wahab telah melengkapi terbentuknya sebuah institusi pendidikan Islam seperti halnya yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw di Madinah. Sebagaimana pendapat Zakiyah Darajat dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam bahwa Institusi Pendidikan Islam harus memenuhi kelengkapan komponennya yaitu tempat atau lokasi, tujuan, materi, proses, guru, peserta didik dan masyarakat. Dengan demikian menurut penulis Syekh Abdul Wahab Rokan adalah seorang pembaharu pendidikan Islam yang memiliki pemikiran pendidikan berbasis ajaran tasawuf.

Langkat

Seiring masuknya ajaran Tarikat Naqsyabandiyah di Babussalam Langkat, pada tahun 1882 juga didirikan rumah persulukan Tarikat Naqsyabandiyah oleh Syekh ‘Abdul Wahab Rokan. Hingga kini perkembangan rumah suluk tersebut  sedang dalam proses penyelesaian menjadi bangunan berlantai tiga dan letaknya persis berhadapan atau berseberangan jalan dengan makam pendirinya. Di rumah persulukan inilah hingga sekarang masih diajarkan ajaran-ajaran khas Tarikat Naqsyabandiyah yang dibawa oleh Syekh ‘Abdul Wahab Rokan. Saat ini persulukan Tarikat Naqsyabandiyah Babussalam Langkat dipimpin oleh mursyidnya yaitu Syekh H. Hasyim Al-Syarwani tuan guru ke-11. Merupakan prestasi tersendiri bagi persulukan ini yang dalam rentang waktu lebih satu abad mampu bertahan dan berkembang ke berbagai penjuru Nusantara bahkan ke Mancanegara. Sejak terbukanya kampung Babussalam tahun 1882 M, maka berarti usia Babussalam sudah cukup lama yaitu lebih dari 132 tahun (1882 – 2014). Hitungan ini telah penulis sesuaikan dengan tulisan Jere L. Bacharach dalam bukunya A Middle East Studies Handbook.

Demikian juga usia yang sama pada ajaran yang dibawa Syekh ‘Abdul Wahab yaitu Tarikat Naqsyabandiyah. Kenyataan ini menjadi fenomena yang menarik perhatian untuk diteliti bahwa masih lestarinya Babussalam Langkat sebagai kampung Tarikat Naqsyabandiyah. Perkembangan Babussalam kini semakin pesat, ditandai dengan bertambahnya keluarga (zurriyat) maupun jemaah pengikut tarikat. Masyarakat luas juga menerima keberadaan pusat Tarikat Naqsyabandiyah ini bahkan menjadikannya tempat tujuan beribadah. Hal ini ditandai dengan banyaknya umat Islam yang berkunjung ke Babussalam terutama pada hari Jumat dan setiap hari libur.

Berdasarkan fakta di lapangan, penulis menemukan ada dua persulukan di Babussalam Langkat. Persulukan pertama dipimpin oleh Syekh Hasyim al-Syarwani (Tuan Guru Babussalam ke-11), inilah yang diakui Pemerintah dan banyak dikunjungi masyarakat muslim, tokoh masyarakat dan pejabat Pemerintah. Kemudian persulukan kedua dipimpin oleh Syekh Tajuddin bin Syekh Daud yang tidak diakui Pemerintah. Namun, adanya dua persulukan tersebut tidak menghambat perkembangan ajaran Tarikat Naqsyabandiyah Babussalam. Sebaliknya justeru semakin meningkatkan perkembangan Tarikat Naqsyabandiyah yang diajarkan Syekh ‘Abdul Wahab Rokan. Sebagai bukti penulis telah menemukan catatan Syekh Hasyim Al-Syarwani, bahwa beliau telah mengangkat khalifah sebanyak 1099 di madrasah besar Babussalam. Khalifah nomor 1099 bernama Khalifah Amat Tamin bin Marni bertempat tinggal di Babussalam Langkat. Kemudian berdasarkan catatan Syekh Tajuddin, beliau telah mengangkat 505 khalifah di madrasah kecil, dan Khalifah ke-505 tersebut adalah Khalifah Sholahuddin dari Sampali.

Selain bukti peningkatan jumlah pengikut, bumi Tarikat Naqsyabandiyah Babussalam Langkat juga masih terasa kuat pengaruhnya  di kalangan masyarakat sekitarnya, termasuk juga  beberapa pejabat daerah maupun pusat, politisi, pengusaha dan kalangan elit lainnya.

Perbedaan persulukan juga tidak menimbulkan perpecahan zurriyat dan pengikut tarikat, dan juga tidak mengurangi ketekunan mereka untuk beribadah kepada Allah Swt. dan melakukan mu‘amalah kepada sesama manusia.

Zikir Diam

Pengamalan ajaran tarikat tidak hanya dilakukan dalam kegiatan suluk, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari termasuk mengamalkan wasiat Syekh ‘Abdul Wahab Rokan. Akibat pengamalan ini menunjukkan adanya nilai-nilai kebaikan atau akhlak mulia dalam ajaran tarikat yang tertanam dalam kepribadian pengikutnya. Mereka mengamalkan zikrullah dengan bentuk zikir diam sebagai peribadatan terpenting dalam ajaran Tarikat Naqsyabandiyah Babussalam Langkat. Selain mengamalkan zikir diam, mereka juga mematuhi aturan dan mengamalkan adab-adab yang diajarkan Syekh ‘Abdul Wahab Rokan. Dalam adab tersebut terdapat juga pengamalan syariat Islam seperti salat berjemaah di madrasah besar dan madrasah kecil. Ketekunan dan keikhlasan mereka mengamalkan zikir dan mematuhi aturan dan adab-adabnya telah menjadikan mereka sebagai pribadi yang berakhlak mulia. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Syekh Nazim yang dikutip Ian Richard Netton dalam bukunya Dunia Spiritual Kaum Sufi bahwa zikir adalah sangat penting demi kepuasan dalam hidup,  zikir akan mencerminkan karakter dan sifat rendah hati, keikhlasan dan tanpa riya. Bahkan Syekh ‘Abdul Rauf al-Sinkili dalam Republika menyatakan bahwa selain zikir, kepatuhan pada syariat juga harus dilakukan oleh para sufi untuk menemukan hakikat kehidupan.

Suluk merupakan kegiatan terpenting dalam ajaran Tarikat Naqsyabandiyah Babussalam Langkat. Dalam kegiatan suluk para salik akan melatih diri (riyadah) mengamalkan ajaran Tarikat Naqsyabandiyah di bawah bimbingan dan pengajaran guru. Untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. maka setiap salik harus melakukan riyadah (melatih ruhani) dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) untuk mencapai maqamat yaitu tingkatan ruhani dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. Maqamat sesungguhnya merupakan tingkatan akhlak sebagai jalan panjang yang harus ditempuh serta dimiliki untuk berada dekat dengan Allah. Nilai-nilai akhlak sebagai tingkatan ruhani tersebut adalah al-taubah, al-zuhud, al-wara’, al-faqr, al-Sabr, al-tawakkal dan al-rida. Nilai-nilai akhlak juga terdapat dalam ajaran Tarikat Naqsyabandiyah dan dalam adab-adab yang diajarkan Syekh ‘Abdul Wahab Rokan yaitu  jujur, tawadu‘, dermawan, penolong (peduli), kesopanan dan qana‘ah. Selain itu akhlak kesederhanaan, kelembutan dan tawadu‘ juga terdapat dalam makna zikir khafi (qalbi) yang menjadi pilihan zikir sebagai amalan utama pengikut Tarikat Naqsyabandiyah.

Untuk memiliki beberapa tingkatan akhlak mulia di atas, dilakukan dengan tazkiyatunnafs yaitu melakukan riyadah dan mujahadah.

Apa yang dilakukan dan dialami para salik di persulukan Babussalam telah menunjukkan bahwa dengan mengamalkan ajaran tarikat terutama memperbanyak zikir telah memberikan manfaat besar pada pembentukan akhlak mulia mereka.

()

Baca Juga

Rekomendasi